KUNINGAN (MASS) – Dalam berbagai tradisi agama, termasuk Islam, peristiwa dan tokoh akhir zaman menjadi subjek yang menarik perhatian serta perdebatan. Beragam tokoh, seperti Dajjal, Imam Mahdi, dan Nabi Isa (Yesus), muncul dalam teks agama dengan peran penting dalam peristiwa menjelang akhir zaman.
Di kalangan kaum Muslimin, pemahaman terhadap tokoh-tokoh dan peristiwa tersebut beragam, mulai dari interpretasi konservatif-literal hingga modernis-simbolik, serta pendekatan eskatologis yang lebih mendalam.
Artikel ini akan mengupas tiga pendekatan utama dalam memahami tokoh dan peristiwa akhir zaman dalam Islam: konservatif, modernis, dan eskatologis.
Pendekatan Konservatif
Pendekatan konservatif berfokus pada pemahaman harfiah atas teks-teks agama. Bagi sebagian ulama dan pemikir Muslim, tokoh akhir zaman seperti Dajjal, Imam Mahdi, dan Nabi Isa akan muncul secara fisik menjelang akhir zaman. Pendapat ini merujuk pada Hadits dan Tafsir yang secara jelas menyebutkan ciri-ciri dan peran tokoh-tokoh tersebut.
Tokoh utama dari pendekatan ini adalah Ibn Katsir, seorang ulama klasik yang terkenal. Dalam tafsirnya, Ibn Kathir menjelaskan peristiwa akhir zaman berdasarkan teks Hadits dan Al-Quran secara langsung.
Menurut Ibn Katsir, kedatangan Dajjal akan menjadi ujian iman yang nyata, dan Nabi Isa akan turun kembali untuk mengalahkannya, sementara Imam Mahdi akan memimpin kaum Muslim dalam melawan kejahatan.
Dalam karyanya Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir mengakui keberadaan Imam Mahdi sebagai tokoh yang akan muncul menjelang akhir zaman untuk menegakkan keadilan di dunia. Ia mengutip Hadits-hadits yang mendukung kedatangan Imam Mahdi dan memandangnya sebagai pemimpin dari keturunan Nabi Muhammad SAW yang akan menjadi bagian penting dari peristiwa-peristiwa eskatologis.
Ibnu Katsir berbeda dari sebagian kecil ulama yang meragukan keabsahan Hadits-hadits tentang Mahdi, menerima Imam Mahdi sebagai tokoh nyata, sejalan dengan pandangan literalis dalam tradisi Islam Sunni tentang akhir zaman.
Penafsiran Modernis
Penafsiran modernis-simbolik memandang tokoh dan peristiwa akhir zaman sebagai representasi metaforis dari fenomena sosial, politik, atau spiritual. Pendekatan ini banyak diadopsi oleh para pemikir Muslim modern yang berusaha memaknai teks agama dalam konteks zaman kontemporer.
Tokoh utama pendekatan ini di era modern adalah Muhammad Asad, seorang sarjana Islam asal Eropa yang memiliki pandangan progresif dalam menafsirkan teks agama. Menurut Asad, tokoh seperti Dajjal bukanlah sosok fisik, melainkan simbol dari kejahatan dan materialisme yang akan menguasai dunia di akhir zaman.
Dalam pandangannya, Imam Mahdi dan Nabi Isa juga dapat dimaknai sebagai simbolisasi dari kebangkitan moral dan spiritual yang akan melawan keburukan.
Sebelumnya, telah muncul para tokoh modernis Islam seperti Muhammad Abduh, Fazlur Rahman, dan Muhammad Iqbal. Mereka dikenal karena pemikiran kritisnya terhadap tradisi keagamaan, termasuk dalam memaknai figur-figur eskatologis. Berikut ini beberapa pandangan mereka:
Muhammad Abduh, seorang reformis Mesir, dalam karyanya menekankan pentingnya rasionalitas dan simbolisme dalam memahami agama. Menurutnya, figur seperti Dajjal atau Inam Mahdi tidak harus diartikan sebagai individu nyata, melainkan lebih sebagai simbol dari kekuatan kebaikan atau kejahatan yang ada dalam masyarakat.
Fazlur Rahman, dalam bukunya Islam and Modernity, menyatakan bahwa interpretasi harfiah atas tokoh akhir zaman tidak selaras dengan prinsip rasionalitas yang dibawa Al-Quran. Bagi Rahman, Dajjal atau Ya’juj dan Ma’juj adalah personifikasi dari ketidakadilan dan kekacauan sosial yang dapat terjadi kapan saja, bukan hanya di akhir zaman.
Muhammad Iqbal, Filosof dan penyair asal Pakistan juga memandang tokoh akhir zaman secara simbolik. Dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Iqbal mengungkapkan bahwa tokoh-tokoh seperti Mahdi atau Dajjal seharusnya dipahami sebagai representasi perjuangan manusia melawan tirani dan kemunduran spiritual, bukan sebagai entitas fisik.
Penafsiran Eskatologis
Penafsiran eskatologis menggabungkan pemahaman literal dan simbolik dalam sebuah perspektif yang menyeluruh. Tokoh utama dalam pendekatan ini adalah Sheikh Imran Hosein. Dalam pandangannya, tokoh-tokoh akhir zaman seperti Dajjal, Imam Mahdi, dan Nabi Isa memiliki makna literal dan simbolik sekaligus.
Sheikh Imran melihat Dajjal sebagai figur literal yang memiliki agenda global dalam menyesatkan manusia. Tetapi ia juga menafsirkan fenomena modern, seperti globalisasi dan hegemoni ekonomi, sebagai bentuk pengaruh Dajjal.
Pemahamannya mengacu pada realitas modern yang menggambarkan kehancuran moral dan dominasi materialisme. Imam Mahdi dan Nabi Isa, adalah tokoh nyata yang juga membawa pesan simbolik kebangkitan spiritual dan keadilan sosial bagi umat manusia.
Pendekatan ini menekankan pentingnya persiapan spiritual umat Islam dalam menghadapi akhir zaman, bukan hanya dengan menunggu secara pasif, tetapi juga memahami dinamika dunia yang menunjukkan tanda-tanda kedatangan peristiwa besar tersebut.
Dalam bukunya “Yerusalem dalam Al-Qur’an” Syekh Imran menyediakan satu apendix khusus untuk menanggapi pandangan Muhammad Iqbal sebagaimana ditulis dalam bukunya Reconstruction of Religious Thougt in Islam, bahwa pandangan Iqbal dan kaum modernis yang terpengaruh oleh pemikirannya, mengabaikan ancaman nyata yang disebabkan oleh kekuatan global sebagai bagian dari fitnah akhir zaman.
Syekh Imran berpendapat bahwa interpretasi simbolik semata terhadap figur-figur eskatologis, telah mengaburkan realitas historis dan kontemporer tentang ketidakadilan ekonomi dan penindasan geopolitik yang sedang terjadi.
Tokoh-tokoh modernis yang menekankan simbolisme dalam figur akhir zaman, telah gagal memahami ancaman global yang sesungguhnya dihadapi umat Islam. Baginya, esensi ajaran Islam tentang fitnah akhir zaman berakar pada peringatan bahwa akan ada kekuatan global yang menyesatkan dan menindas umat manusia, terutama kaum Muslim.
Pandangan modernis yang melihat figur eskatologis hanya sebagai simbol, telah kehilangan makna yang lebih mendalam tentang bagaimana kekuatan global ini beroperasi dan menghancurkan struktur sosial, moral, dan spiritual.
Dalam perspektif Eskatologi Islam, struktur ekonomi dan politik global saat ini adalah perwujudan dari fitnah akhir zaman. Sistem ekonomi berbasis riba (bunga) yang diterapkan secara global, misalnya, merupakan instrumen kontrol yang dirancang untuk menindas negara-negara dan komunitas Muslim.
Sistem ekonomi ini menjerat banyak negara berkembang dalam utang yang sulit dilunasi, sehingga menyebabkan ketergantungan pada kekuatan ekonomi besar dan menjauhkan mereka dari kemandirian ekonomi.
Oleh karena itu, Syekh Imran menawarkan pemahaman literal-kontekstual atas peristiwa dan figur eskatologis, seperti melihat Dajjal sebagai kekuatan politik dan ekonomi global, yang memberikan kerangka yang lebih relevan bagi umat Islam dalam memahami dan melawan ketidakadilan.
Umat Islam harus waspada terhadap pengaruh global yang mempromosikan ketidakadilan struktural dan kerusakan moral sebagai bagian dari fitnah akhir zaman.
Pandangan ini tidak hanya relevan bagi tantangan spiritual, tetapi juga sebagai bentuk kesadaran politik yang memungkinkan umat Islam memahami strategi penindasan yang dihadapi oleh masyarakat Muslim di seluruh dunia.
Pendekatan simbolik yang diusung oleh Iqbal dan para modernis lainnya, telah kehilangan konteks sejarah tentang sistem global yang menciptakan ketidakadilan. Dengan menganggap figur akhir zaman hanya sebagai representasi spiritual, umat Islam tidak memiliki kesadaran kritis terhadap struktur ekonomi dan geopolitik yang merugikan.
Pendekatan literal-kontekstual yang diusung Syekh Imran akan membangkitkan kesadaran bahwa akhir zaman bukan hanya sebuah konsep teologis, tetapi juga peringatan tentang bahaya nyata yang mengancam umat manusia, terutama dalam bentuk penindasan dan manipulasi global.
Dengan begitu, Syekh Imran mendorong umat Islam untuk tidak hanya fokus pada persiapan spiritual, tetapi juga untuk memahami dan mengidentifikasi sistem ketidakadilan ekonomi dan politik sebagai fitnah yang disebutkan dalam nubuat eskatologis dalam Islam.
Dengan pendekatan ini, ia berharap umat Islam dapat lebih waspada dan responsif terhadap tantangan global, sambil tetap memperkuat iman sebagai benteng spiritual.
Kesimpulan dan Implikasi
Perdebatan tentang tokoh dan peristiwa akhir zaman dalam Islam menunjukkan kompleksitas dalam memahami teks agama. Pendekatan literal, simbolik, dan eskatologis masing-masing memberikan wawasan yang berbeda tetapi saling melengkapi.
Pendekatan konservatif menekankan kepercayaan pada wahyu, sementara pendekatan kaum modernis yang simbolik menawarkan relevansi kontemporer. Sedangkan pendekatan eskatologis menggabungkan keduanya untuk memberikan pemahaman yang lebih holistik.
Syekh Imran sebagai perintis Eskatologi Islam mengembangkan pendekatan eskatologis yang unik dalam merespons pandangan kaum Islam modernis terhadap figur akhir zaman. Ia menggabungkan pendekatan literal dan kontekstual, dan menempatkan figur-figur seperti Dajjal dan Ya’juj-Ma’juj sebagai entitas nyata, namun dengan pemahaman bahwa mereka hadir dalam konteks sosial, politik, dan budaya tertentu yang melambangkan kerusakan moral dan spiritual di dunia modern.
Tokoh-tokoh eskatologis ini merupakan simbol kekuatan destruktif yang nyata dalam sistem dunia yang sedang berlangsung, dan berusaha mengaitkan makna simbolisnya dengan peristiwa aktual sebagai tanda-tanda dekatnya akhir zaman.
Syekh Imran memberikan respon yang cukup kritis terhadap pemahaman simbolik kaum modernis. Ia menilai bahwa pendekatan simbolik berpotensi mengaburkan makna dan memisahkan umat dari realitas spiritual yang terkandung dalam ajaran eskatologis Islam.
Pemahaman literal-kontekstual membantu umat Islam melihat figur-figur akhir zaman tidak hanya sebagai konsep, tetapi juga sebagai tanda dan peringatan yang dapat dipahami melalui realitas sosial yang terjadi saat ini.
والله اعلم
Maman Supriatman (Akademisi/Penulis Buku Eskatologi Islam)
MS 28/10/24