KUNINGAN (MASS) – Berita terkait pencopotan Dr. Iip Hidayat dari jabatannya sebagai Penjabat (Pj) Bupati Kuningan, dan munculnya laporan kinerja yang disoroti oleh sejumlah partai politik, menyoroti ketegangan politik yang kerap terjadi di tingkat lokal. Situasi ini sangat relevan, mengingat pentingnya peran Pj Bupati sebagai pemegang kendali pemerintahan daerah, terutama di masa transisi menuju pemilihan kepala daerah.
Pencopotan ini terkesan tidak sederhana, terutama ketika kita mendengar kabar tentang adanya surat yang dikirim oleh tiga partai politik besar—Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai NasDem—kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan permohonan eksplisit agar Dr. Iip dicopot dari jabatannya pada bulan Oktober 2024. Hal ini menimbulkan berbagai spekulasi, terutama dalam konteks politik jelang Pilkada.
Ketiga partai ini mengajukan berbagai alasan dalam laporan kinerja yang mereka susun, yang menyoroti kebijakan-kebijakan Dr. Iip yang dianggap tidak sejalan dengan misi mereka. Alasan-alasan ini beragam, mulai dari kebijakan perizinan hingga upaya pemekaran daerah yang kontroversial. Tindakan melaporkan seorang pejabat dengan alasan kebijakan yang dianggap “berdosa” memang lumrah dalam dinamika pemerintahan. Namun, fakta bahwa laporan ini mencuat hanya beberapa waktu sebelum Pilkada menimbulkan tanda tanya besar: Apakah alasan-alasan tersebut murni administratif, ataukah ada permainan kekuatan politik yang lebih besar di baliknya?
Sebagai latar belakang, posisi Pj Bupati sangat strategis karena ia memegang kekuasaan administratif dan memiliki wewenang yang hampir sama dengan Bupati definitif. Keputusan yang diambil seorang Pj Bupati dalam mengelola pemerintahan daerah dapat berdampak besar, termasuk pada arah pembangunan, distribusi anggaran, dan kebijakan pelayanan publik. Dengan demikian, kehadiran seorang Pj Bupati yang “netral” atau berpihak menjadi isu penting bagi partai-partai politik yang memiliki kepentingan dalam pemilihan bupati mendatang.
Keterlibatan tiga partai besar ini menunjukkan betapa panasnya persaingan politik di Kuningan. Dengan Pilkada di depan mata, partai-partai ini tentu memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa keputusan dan kebijakan Pj Bupati sejalan dengan visi mereka dan tidak merugikan kepentingan politik mereka. Keputusan untuk melaporkan Dr. Iip dan meminta pencopotannya kemungkinan adalah bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempengaruhi dinamika politik dan mendapatkan keunggulan kompetitif di masa pemilihan.
Namun, di tengah permainan politik yang begitu kompleks, ada kekhawatiran bahwa kepentingan masyarakat Kuningan akan terabaikan. Pergantian Pj Bupati yang diwarnai dengan pertarungan politik dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam pemerintahan daerah, yang pada akhirnya berpotensi merugikan warga. Ketika politik menjadi panglima, ada risiko bahwa kebijakan-kebijakan penting yang seharusnya berfokus pada kesejahteraan rakyat malah terabaikan atau dijadikan alat tawar-menawar.
Oleh karena itu, situasi ini menuntut perhatian dan kesadaran yang lebih besar dari masyarakat. Warga Kuningan harus tetap kritis dan memantau perkembangan ini dengan seksama. Mereka berhak menuntut transparansi dari semua pihak yang terlibat, baik itu dari Kemendagri, partai-partai politik, maupun dari pemerintah daerah. Masyarakat perlu memastikan bahwa siapa pun yang menjabat sebagai Pj Bupati benar-benar berkomitmen pada pelayanan publik, pembangunan yang inklusif, dan kebijakan yang memperbaiki kualitas hidup warga.
Kedepannya, penting bagi semua pemangku kepentingan untuk memperhatikan etika politik dan menempatkan kepentingan rakyat di atas ambisi politik mereka. Pj Bupati yang baru, siapa pun yang dipilih untuk mengisi posisi ini, harus diharapkan menjaga integritas, bertindak adil, dan menghindari terlibat dalam permainan politik yang dapat merusak kepercayaan masyarakat. Di saat yang sama, partai-partai politik juga perlu mempertimbangkan dampak dari tindakan mereka dan bertanggung jawab atas setiap keputusan yang mereka dorong.
Pergantian Pj Bupati Kuningan ini memang menjadi ujian, tidak hanya bagi integritas birokrasi dan partai politik, tetapi juga bagi masyarakat Kuningan dalam memperjuangkan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan benar-benar pro-rakyat.
Oleh: Kang Affan, Akademisi dan Pengamat Politik