KUNINGAN (MASS) – Polemik longsor yang terjadi di jalur Lembah Cilengkrang, Kabupaten Kuningan, terus menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk LSM AKAR (Aktivitas Anak Rimba) Kuningan.
Ketua AKAR, Rizki Rama Eka Saputra, menyampaikan pandangannya. Menurutnya longsor yang terjadi bukan semata-mata fenomena alam biasa, melainkan indikasi adanya kegagalan harmonisasi antara manusia dan lingkungan.
“Ada yang salah, baik dari sisi perilaku maupun pembangunan. Kalau hubungan manusia dan alam seimbang, bencana seperti ini tidak akan terjadi,” ujarnya, Minggu (18/5/2025) di Basecamp AKAR.
Rizki menekankan meskipun skala bencana terlihat kecil, hal tersebut tidak boleh dianggap remeh. Itu bisa menjadi peringatan awal sebelum bencana yang lebih besar muncul.
“Harus ada respon cepat, terutama karena titik longsor berada di kawasan Arunika,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rizki mengungkapkan tim AKAR telah melakukan survei awal pada Sabtu sebelumnya. Tim terdiri dari empat anggota, dan akan kembali melakukan pendataan lebih lanjut untuk memastikan penyebab longsor dan mencari solusi jangka panjang.
“Kami tidak ingin asal menyalahkan tanpa data atau terpengaruh berita-berita hoax. Makanya, AKAR turun langsung ke lapangan untuk mengetahui awal mula terjadinya longsor seperti apa. Kami punya tanggung jawab untuk tidak hanya mengkritisi, tetapi juga memberi solusi,” jelasnya.
“Saya pribadi sebelum jauh-jauh kebelakang belum pernah dengar longsor yang terjadi sebesar ini. Rentetan longsor terjadi setelah adanya pembangunan yang masif di kawasan atas,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pembangunan berwawasan ekologi, terutama di kawasan penyangga Gunung Ciremai. Ia menegaskan bahwa aktivitas pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan dapat menjadi bom waktu bagi wilayah sekitar.
“Itu menjadi titik fokus bagi instansi terkait, masyarakat umum dan bagi pengusaha diatas. Bukan hanya Arunika tapi bagi para pengusaha yang ada disana,” tuturnya.
“Pengusaha tidak kami anggap musuh. Tapi bisa tidak, mereka membangun usahanya berdampingan dengan lingkungan hidup? Harus ada kesadaran bahwa dampaknya bisa dirasakan hingga bertahun-tahun ke depan,” katanya.
Longsor yang terjadi saat ini berdampak pada tiga desa Pajambon, Sukamukti, dan Gandasoli. Ia berharap para pemilik usaha yang berada di kawasan rawan longsor bersikap responsif dan mengakui jika wilayahnya terdampak, serta berkomitmen mencari solusi.
“Ini bukan soal menyalahkan, tapi soal tanggung jawab bersama. Kami ingin semua pihak pemerintah, masyarakat, dan pengusaha berpikir dan bertindak berdasarkan data, bukan asumsi atau berita yang belum tentu benar,” pungkas Rizki.
Di akhir pernyataannya, Rizki mengutip pesan dari salah satu sesepuh Akar “Mari kita suarakan apa yang diderita alam semesta. Karena mereka tidak bisa berbicara lewat kata, tetapi dengan bahasa bencana.” (didin)
