KUNINGAN (MASS) – Lagi dan terus berulang. Permasalahan korupsi tak kunjung selesai, walaupun dengan berbagai penanganan ataupun pencegahan yang dilakukan pemerintah, tetap saja korupsi masih menggurita di negeri ini. Betapa tidak, modusnya sudah sangat kompleks, melibatkan banyak aktor dari berbagai tingkatan, mulai dari pusat hingga desa.
Fakta mengejutkan bahwasannya Kepala Desa Mancagar, Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten Kuningan, ZS (66) ditangkap Polres Kuningan karena diduga korupsi dana desa mencapai Rp 1M dalam waktu dua tahun. Dia melakukannya dari tahun 2022 hingga tahun 2023, dengan cara memalsukan data laporan pertanggungjawaban kegiatan. Dan yang lebih parahnya, uangnya digunakan demi kepentingan pribadinya, termasuk membayar utang.
Menurut Kapolres Kuningan AKBP Muhammad Ali Akbar mengatakan bahwa ZS melakukan korupsinya dengan hati-hati. Yaitu dengan melakukan empat kegiatan, seperti kegiatan konstruksi yang tidak dilaksanakan dan non konstruksi yang tidak dilaksanakan. Kemudian ada kekurangan volume dari kegiatan konstruksi serta adapula kelebihan pembayaran. Sehingga jika ditotal, angkanya mencapai Rp 1.091.541.699,50. (www.detik.com/10/11/2025)
Sistem Rusak, Korupsi Merajalela
Korupsi di ranah penguasa memang sudah tak asing. Hanya saja menjadikan rakyat tak percaya lagi dengan janji-janjinya dalam hal kesejahteraan. Pasalnya seorang penguasa haruslah betanggung jawab dalam mengemban tugas yang mulia ini, bukan untuk meraih keuntungan demi kepentingan pribadi. Sungguh keterlaluan!
Menurut Carole Nicolaides, Progressive Leadership mengatakan bahwa pemimpin yang tak bertanggung jawab bisa dikategorikan sebagai pemimpin tidak kompeten. Karena kredibilitas seorang pemimpin tervisualisasikan dari derajat tanggung jawabnya. Sehingga jelas sekali, bahwa pemimpin yang berkuasa seharusnya fokus melayani kebutuhan rakyatnya.
Idealnya, untuk memberantas korupsi terutama pada tatanan penguasa, harus memiliki kekuatan memegang kepercayaan rakyat dengan baik. Bukan haus akan materi ataupun peluang yang nampak didepan pelupuk mata. Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Zainal Arifin Mochtar menilai ada tiga faktor utama yang menjadi akar permasalahan korupsi di Indonesia yang sulit diberantas, yakni pragmatisme, keserakahan, dan kegagalan dalam membangun sistem yang baik.
Inilah gambaran betapa sudah menggurita sekali korupsi di berbagai kalangan. Mulai dari para pejabat, hingga penguasa. Korupsi tidak akan selesai pada sistem tatanan sosial yang buruk. Dimana dibangun atas asas manfaat dan materi. Sehingga bisa menjadi jembatan bisnis bagi para korporat yang mengeksploitasi manusia.
Para korporat berupaya menciptakan sistem pemasaran yang menstimulasi naluri konsumtif secara terus menerus. Melalui promosi masif yang diiringi opini bahwa produk mereka erat kaitannya dengan citra diri pejabat dan konglomerat, para korporat itu mempromosikan berbagai produk sebagai wacana kebutuhan gaya hidup modern.
Hal ini diperparah oleh sanksi yang tidak membuat jera pelakunya. Jual beli hukum adalah kritik tajam atas realitas di mana keadilan dapat tunduk di bawah kendali pemilik cuan. Akibatnya, banyak pelaku korupsi tetap melenggang bebas.
Akidah Islam Berantas Korupsi
Sungguh nyata bahwa aturan manusia tidak akan berhasil memperoleh solusi. Yang terjadi hanya tambal sulam semata. Karena aturan yang digunakan adalah memisahkan agama dari kehidupan, yang menimbulkan kerusakan dan kezaliman di tengah-tengah masyarakat.
Apabila dikaitkan dengan maraknya korupsi oleh para pejabat dan penguasa, sejatinya ini bukan sekadar masalah moral individu. Melainkan lahir dari sistem sekuler yang memberikan ruang hidup untuk melakukan apapun semaunya.
Maka, dari itu akidah Islam menekankan perihal kapabilitas dalam sosok seorang pemimpin/pejabat, tetapi kapabilitas itu harus dibalut oleh sifat yang dapat melindunginya dari kejahatan tirani. Caranya dengan menanamkan Islam sebagai akidah ruhiyah dan siyasiyah sehingga para penguasa akan menonjolkan sikap takwa sekaligus takut berkhianat saat menjalankan amanahnya.
Sebab, para penguasa itu sadar bahwa ia wajib menjalankan kekuasaan secara amanah karena sikap amanah adalah salah satu wujud ketakwaannya kepada Allah Taala.
Selain itu, Islam akan mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelaggaran tindak pidana korupsi. Dimana Islam mampu berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Tujuannya agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. Insya allah. Wallahu’alam bishshawab.
Penulis : Citra Salsabila (Pegiat Literasi)






















