KUNINGAN (MASS) – Ricuh yang berawal dari debat alot terjadi pada saat rapat paripurna mengenai pembahasan perombakan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPRD Kabupaten Kuningan, viral di media pemberitaan online dan media sosial.
Viralnya video yang beredar itu, ditanggapi netizen dengan berbagai komentar. Hal itulah, yang menarik perhatian peneliti lembaga Asep Saepudin untuk melakukan analisa keragaman pendapat dari para netizen tersebut.
Dirinya mengambil pendapat netizen itu, dari berbagai halaman berita baik itu lokal, regional sampai pemberitaan nasional.
“Dari variasi pendapat, umumnya menyayangkan kejadian insiden tersebut. Masyarakat geram dan menilai bahwa perilaku tersebut tidak pantas dipertontonkan kepada masyarakat bak seperti anak – anak TK atau SD atau kekanak-kanakan,” sebut Asep, Jumat (8/4/2022) sore.
Konotasi negative lain, kata Asep, menilai bahwa hal itu hanya dagelan politik yang berkonotasi haus akan kekuasaan. Kemudian banyak juga yang berpendapat bagaimana mungkin anggota DPRD sebagai perwakilan rakyat akan memikirkan masyarakatnya, sementara dalam mengurusi internal organisasi sendiri masih ricuh dan berantakan.
“Beberapa netizen lain juga berpendapat bahwa dalam kondisi perekonomian yang serba sulit misalnya terkait naiknya harga bahan pokok, kelangkaan minyak sawit dan naiknya bbm seharusnya wakil rakyat dapat berempati terhadap keadaan di masyarakat Kuningan. Mereka berharap, DPRD mampu bersama eksekutif dalam mendorong serta menjaga kestabilan perekonomian masyarakat di Kuningan,” ujarnya.
Disamping itu, imbuhnya, banyak yang menilai bahwa hal tersebut menandakan rendahnya kualitas karakter SDM di lingkungan DPRD dan Partai Politik. Mereka yang duduk di DPRD adalah pilihan rakyat, sarana dan prasarana termasuk kursi dan meja adalah uang rakyat.
Beberapa kutipan diantaranya “”Mohon maaf, yang duduk di situ sedang mewakili rakyat atau mewakili kepentingan pribadi dan golongan? Karena kami merasa tidak terwakili, semoga kami jauh dari sikap arogan demikian”, “Rusak aja semua fasilitas pak enggak apa-apa tenang, pajak naik buat mengenyangkan perut kalian,”.
“Kutipan tersebut dapat dimaknai bahwa kedewasaan mereka didalam menyelesaikan masalah tergolong kurang baik, gaya premanisme dan anarkis. Apalagi saat ini berada di bulan suci ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan, makna dari puasa tidak sekedar menjaga makan dan minum saja, tapi menjaga hawa nafsu termasuk didalamnya adalah nafsu amarah,” terangnya.
Asep juga kemudian menyebutkan beberapa netizen lain juga menilai bahwa perilaku tersebut adalah ulah oknum legislative berbaju preman dari partai Gerindra.
Beberapa kutipan netizen seperti diantaranya “Paripurna Perombakan Akd DPRD Kuningan Ricuh , Fraksi Gerindra “Ngamuk” Gulingkan Meja kek anak kecil aja”, Ketua umumnya Prabowo Subianto dulu gebrak meja , eh anak buahnya malah lebih bar-bar,”, “Pileg jangan pilih lagi gerindra”.
“Namun ada juga yang mendukung sikap tersebut dengan menilai bahwa protes-proses perombakan AKD merupakan bagian dari demokrasi yang harus diperjuangkan. Atau berkata Partai Gerindra mempunyai hak di dalam memperjuangkan kursi di posisi ketua di salah satu AKD karena gerindra mempunyai 7 kursi legislatif,” ujarnya menirukan pendapat netizen.
Secara umum, lanjutnya, dari berbagai komentar para netizen dapat dirangkum bahwa keributan rapat paripurna dalam perombakan komposisi AKD dinilai bukan pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat Kuningan.
“Seharusnya semua pihak mengutamakan proses demokrasi yang terbuka yaitu pemilihan bukan paket yang diarahkan. Kemudian menjaga netralitas proses dan menghindari dari budaya nepotisme jabatan,” ucapnya menyimpulkan di akhir. (eki)