KUNINGAN (MASS) – Abad 21 menghendaki siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk memenuhi tuntutan kompetensi, sebagai respon terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu kompetitif dalam dunia global (Chalkiadaki, 2018; Rahmawati et al., 2021) Keterampilan berpikir tingkat tinggi mengedepankan nilai-nilai berpikir yang mendalam, pemecahan masalah, dan inovasi sehingga dipandang mampu memberikan solusi dalam menghadapi tantangan zaman (Widiawati et al., 2023). Keterampilan berpikir tingkat tinggi harus dimiliki dan dikembangkan oleh siswa sebagai modal dasar dalam menghadapi kehidupan masa depan.
Pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dapat dilakukan secara efektif dengan menyusun kerangka pembelajaran yang mampu memfasilitasi pengembangan kognitif, diantaranya dengan melibatkan siswa secara langsung dalam memperoleh konsep pengetahuan (Hondrich et al., 2016). Keterampilan berpikir tingkat tinggi menjadi aspek penting dalam pembelajaran karena mempengaruhi proses berpikir siswa selama belajar dan hasil kinerja siswa (Ahmad et al., 2018; Singh et al., 2018). Model pembelajaran inovatif yang digunakan harus menunjukan langkah-langkah belajar yang memfasilitasi siswa untuk aktif, kreatif, pemecahan masalah, mendorong siswa berinovasi dan mengembangkan keterampilan berpikirnya diantaranya adalah Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek.
Apa itu pembelajaran berbasis proyek?
Project Based Learning / pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa berdasarkan teori kontruktivisme yang dikembangkan oleh garden (1995); Piaget dan Inheler (1969); dan vigotsky (1978) termasuk dalam model inovatif. Pjbl memberikan kesempatan yang luas dan merata bagi siswa secara individu dan kelompok untuk merumuskan permasalahan, membuat desain perencanaan dan pelaksanaan proyek hal ini menunjukan peran guru sebagai fasilitator bukan sebagai sumber utuh pengetahuan (Aldabbus, 2018).
Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang dikembangkangan oleh Kilpatrick, model ini menggunakan proyek sebagai inti pembelajaran. Pembelajaran berbasis proyek diyakini mampu mengoptimalkan aktivitas siswa dalam pembelajaran sehingga PjBL menjadi model pembelajaran yang inovatif karena melibatkan siswa secara penuh dalam pembelajaran. PjBL menekankan pada proses pembelajaran dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari (Sinulingga & Moenir, 2022).
Langkah-langkah model Project Based Learning yang dikembangkan oleh George Lucas Educational Foundation (2007): Penentuan pertanyaan mendasar (start with essentiquestion); Menyusun/mendesain perencanaan proyek (design project); Menyusun jadwal (create schedule); Memantau siswa dan kemajuan proyek (monitoring the students and progress of project); Penilaian Hasil (assesse the outcome); Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience).
Mengapa Pembelajaran Berbasis Proyek dapat Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa?
Penerapan model Project Based Learning melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dan penemuan konsep pengetahuan, model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan secara langsung dalam menyelesaikan permasalahan melalui kegiatan belajar dengan menyusun proyek sebagai produk yang dihasilkan atas gagasan yang dikembangkan oleh siswa sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi secara empirik. Tahapan-tahapan (sintak) pembelajaran dalam pembelajaran berbasis proyek mampu memfasilitasi perkembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
Pada tahapan awal siswa diajak untuk berpikir secara mendalam melalui pertanyaan mendasar/pertanyaan esensial yang diberikan oleh guru tentang misalnya “bagaimana mengatasi permasalahan sampah domestik yang kita hasilkan setiap hari?”. Tahap ini akan memberikan kesempatan pada siswa untuk menganalisis sebab akibat yang terjadi dan tindakan yang harus dilakukan dikaitakn dengan siklus energi dalam kehidupan. Hal ini akan memfasilitasi perkembangan keterampilan berpikir pada dimensi menganalisis.
Tahapan berikutnya siswa diajak oleh guru secara kolektif menentukan atau membuat desain perencanaan proyek “pembuatan pupuk kompos” sebagai inti dari pembelajaran dan merupakan alternatif solusi atas permasalahan yang terjadi. Sebelum menentukan desain perencanaan proyek siswa akan melalui proses membandingkan dan memeriksa satu alternatif solusi dengan alternatif solusi lainnya dari beberapa aspek yang menjadi indikator penting dalam penentuan. Tahap ini akan memfasilitasi perkembangan keterampilan berpikir pada dimensi mengevaluasi dan mencipta.
Selanjutnya siswa bersama dengan guru menyusun jadwal kegiatan dalam menyelesaikan proyek. Guru kemudian melakukan pemantauan secara berkala atas kemajuan proyek yang dikerjakan oleh siswa dengan menggunakan logbook aktvitas siswa secara indvidu dan kelompok. Diakhiri dengan memberikan penilaian terhadap proses dan hasil akhir produk serta evaluasi pengalaman sebagai bentuk refleksi bersama untuk memberikan penguatan keterhubungan pembelajaran, ilmu pengetahuan dan realitas kehidupan yang telah dilakukan siswa. Tahap ini akan memfasilitasi peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
Antusiasme siswa sangat tinggi dalam membuat proyek pupuk kompos dengan memanfaatkan sampah anorganik sebagi alat dan bahan yang digunakan, dan memanfaatkan sampah organik domestik rumah tangga dan sampah yang berada dilingkungan sekolah membuat siswa menjalankan dan melaksanakan proyek dengan penuh semangat dan menyenangkan. Pembuatan proyek pupuk kompos adalah aktivitas kongkrit siswa, guru membantu siswa merefleksikan bahwa pembuatan pupuk kompos ini menunjukan daur siklus transfer energi dalam kehidupan sehingga menambah kebermaknaan pembelajaran, sehinga perkembangan dan peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi terfasilitasi dengan optimal.
Apakah Pembelajaran Berbasis Proyek Relevan untuk di Terapkan di Sekolah Dasar?
Pembentukan dan pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat mulai diterapkan pada tingkat sekolah dasar, karena tingkat ini merupakan waktu yang paling baik dalam meletakan dasar kecerdasan dan keterampilan (Hayati, 2021). Siswa yang telah dibiasakan menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi akan lebih mudah mengelola informasi, menyelesaikan permasalahan, dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik (Seman et al., 2017)Pemahaman pembelajaran di sekolah dasar akan memberikan pengaruh yang sangat penting pada jenjang pendidikan selanjutnya karena menjadi pondasi kerangka berpikir siswa.
Pembelajaran di sekolah dasar harus disesuaikan dengan karakteristik siswa sekolah dasar, dengan mempertimbangkan aspek-aspek perkembangan kognitif, fisik dan psikososial karena merupakan landasan utama dalam membangun kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian. Perkembangan kognitif perlu dipertimbangkan dengan matang dalam pelaksanaan pendidikan, agar menjadi pedoman dalam menentukan bahan ajar, model, metode dan media pembelajaran yang tepat, dengan demikian pembelajaran menjadi efektif dan bermakna bagi siswa karena sesuai dengan kebutuhannya (Bujuri, 2018).
Menurut Jean Piaget (1964) terdapat empat fase perkembangan kognitif yang akan dialami oleh manusia: 1) Fase sensomotorik 0-2 tahun; 2) Fase praoperational 2-7 tahun; 3) Fase operasional kongkrit 7-11 tahun; 4) Fase operasional formal 11 tahun keatas. Berdasarkan teori perkembangan kognitif siswa sekolah dasar di Indonesia berada dalam dua fase yaitu fase operational kongkrit kelas I sampai dengan Kelas V, dan fase operational formal yaitu kelas V dan kelas VI. (Bujuri, 2018) Perkembangan kognitif menjadi bagian yang sangat komprehensif karena berkaitan dengan kemampuan berpikir, bernalar, memecahkan masalah dan membuat ide.
Fase operational kongkrit merupakan fase dimana anak sudah dapat memfungsikan akalnya untuk berfikir secara logis terhadap hal yang bersifat nyata. Dalam konteks pembelajaran anak membutuhkan objek nyata untuk diidentifikasi, penyajian masalah yang bersifat empirik, anak sudah dapat berpikir secara rasional, objektif dan memecahkan permasalahan dengan logis. Dengan memahami perkembangan kognitif siswa tentu akan mempermudah guru dalam memfasilitasi pembelajaran agar lebih mudah di terima.
Kesimpulan
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dapat dikembangkan secara optimal dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa dan tahapan perkembangan kognitifnya, model pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tingi siswa adalah project based learning. Model pembelajaran berbasis proyek dapat diterapkan secara optimal dimulai pada tingkat pendidikan sekolah dasar karena pada tahap ini siswa berada pada tahapan kognitif operational kongkrit sehingga membutuhkan pembelajaran yang melibatkan pengalaman langsung dalam memperoleh pengetahuan.
Referensi
Ahmad, S., Prahmana, R. C. I., Kenedi, A. K., Helsa, Y., Arianil, Y., & Zainil, M. (2018). The instruments of higher order thinking skills. Journal of Physics: Conference Series, 943(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/943/1/012053
Aldabbus, S. (2018). Project-Based Learning: Implementation & Challenges. International Journal of Education, Learning and Development, 6(3), 71–79. www.eajournals.org
Bujuri, D. A. (2018). Analisis Perkembangan Kognitif Anak Usia Dasar dan Implikasinya dalam Kegiatan Belajar Mengajar. LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), 9(1), 37. https://doi.org/10.21927/literasi.2018.9(1).37-50
Chalkiadaki, A. (2018). A systematic literature review of 21st century skills and competencies in primary education. International Journal of Instruction, 11(3), 1–16. https://doi.org/10.12973/iji.2018.1131a
Hayati, F. (2021). Karakteristik Perkembangan Siswa Sekolah Dasar : Sebuah Kajian Literatur. 5, 1809–1815.
Hondrich, A. L., Hertel, S., Adl-Amini, K., & Klieme, E. (2016). Implementing curriculum-embedded formative assessment in primary school science classrooms. Assessment in Education: Principles, Policy and Practice, 23(3), 353–376. https://doi.org/10.1080/0969594X.2015.1049113
Rahmawati, Y., Afrizal, A., Astari, D. D., Mardiah, A., Utami, D. B., & Muhab, S. (2021). The integration of dilemmas stories with stem-project-based learning: Analyzing students’ thinking skills using hess’ cognitive rigor matrix. Journal of Technology and Science Education, 11(2), 419–439. https://doi.org/10.3926/jotse.1292
Seman, S. C., Yusoff, W. M. W., & Embong, R. (2017). Teachers Challenges in Teaching and Learning for Higher Order Thinking Skills (HOTS) in Primary School. International Journal of Asian Social Science, 7(7), 534–545. https://doi.org/10.18488/journal.1.2017.77.534.545
Singh, C. K. S., Singh, R. K. A., Singh, T. S. M., Mostafa, N. A., & Mohtar, T. M. T. (2018). Developing a Higher Order Thinking Skills Module for Weak ESL Learners. English Language Teaching, 11(7), 86. https://doi.org/10.5539/elt.v11n7p86
Sinulingga, A. A., & Moenir, H. D. (2022). Project-Based Learning Models in the Development of International Cooperation Framework Course. Proceedings of the 4th International Conference on Educational Development and Quality Assurance (ICED-QA 2021), 650, 389–394. https://doi.org/10.2991/assehr.k.220303.070
Widiawati, W., Sarifah, I., & Nurjannah, N. (2023). Perbedaan Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 9(1), 223–230. https://doi.org/10.31949/educatio.v9i1.4426
Penulis: Okky Ayu Setyowati, M.Pd., Dosen Universitas Islam Al-Ihya Kuningan
