KUNINGAN (MASS) – Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) merupakan fasilitas vital yang menyokong mobilitas dan perekonomian masyarakat sehari hari. Namun, potensi terjadinya kebakaran yang mengintai membuat fasilitas ini menyimpan risiko tinggi karena bahan bakar cair seperti bensin dan solar memiliki sifat mudah menguap dan mudah terbakar. Sedikit kelalaian saja, seperti percikan api, tumpahan BBM, atau kesalahan prosedural, dapat menyebabkan insiden serius dengan konsekuensi fatal. Itulah mengapa operasi di SPBU harus didukung oleh standar operasional prosedur (SOP) yang ketat, sistem deteksi dini, serta kesiapsiagaan penanganan insiden.
Kebakaran di SPBU tidak terjadi dalam hitungan jam, sebagian besar berkembang dalam kurun waktu menit, bahkan detik. Jadi, deteksi paling dini menjadi kunci. Segera setelah terlihat asap, percikan, atau tanda api, petugas wajib menekan tombol Emergency Stop untuk menghentikan aliran listrik ke dispenser dan memutus suplai bahan bakar. Alarm kebakaran kemudian diaktifkan untuk evakuasi cepat. Keputusan cepat semacam ini kerap menjadi pembeda antara insiden terkendali dan yang berkembang menjadi tragedi besar.
Evakuasi menjadi prioritas utama begitu sistem dihentikan. Semua orang, pengendara, penumpang, maupun karyawan dieksekusi ke titik kumpul aman. Jika aman untuk dilakukan, kendaraan kendaraan di sekitar area api dipindahkan menjauh. Sementara itu, akses masuk ke SPBU ditutup sepenuhnya agar tidak memungkinkan kendaraan baru mendekat. Ini penting karena keberadaan bahan bakar cair memperbesar potensi ledakan jika kebakaran tak dikendalikan.
Pemadaman awal hanya diperbolehkan jika api masih kecil dan terkendali. SPBU wajib menyediakan APAR jenis Dry Chemical Powder (DCP) atau COâ‚‚ di setiap dispenser, dan setidaknya 1 unit APAR DCP 50kg. Petugas mesti menerapkan APAR secara tepat, menyemprot ke sumber api bukan asal disebar ke seluruh area dengan memperhatikan arah angin. Penggunaan air jangan sampai dilakukan karena bisa menyebarkan bahan bakar. Namun jika api melebar, upaya mandiri harus dihentikan; penanganan lebih lanjut diserahkan kepada Unit Pemadam Kebakaran. Dalam hal ini saat kejadian segera menghubungi Unit Pemadam Kebakaran dan pihak berwajib. Serta melaporkan pada pihak Pertamina.
Insiden terbanyak yang mencuat di media adalah kebakaran saat pengisian kendaraan. Sebagai contoh beberapa insinden yang dikutip dari media-media nasional antara lain di SPBU Gedongtengen, Yogyakarta (Mei 2025), kebakaran disertai ledakan hebat terjadi saat pompa hisap sedang diperbaiki. Api pertama muncul dari area pompa, memicu ledakan yang merusak kaca hotel di depan SPBU. Investigasi menyatakan penyebab bukan korsleting listrik, melainkan kerusakan pompa yang tak bekerja maksimal sehingga menimbulkan percikan api. Dua orang teknisi terluka, dan investigasi berlanjut untuk mendalami apakah prosedur pemeliharaan dijalankan sesuai standar. Begitu pula di Jambi (April 2025), kebakaran SPBU dipicu dari nosel pengisian BBM untuk sepeda motor. Seorang mobil yang sedang mengisi ikut terbakar, dan api pun cepat membesar disertai ledakan. Tim Damkar menyiram foam cair (liquid foam) hingga api padam setelah hampir satu jam, sementara Pertamina dan pihak berwenang melakukan investigasi menyeluruh.
Mari kita perhatikan juga kasus di SPBU Antasari Bandar Lampung serta beberapa SPBU lain yang terbakar di area penampungan BBM. Beruntung tidak ada korban jiwa dilaporkan. Sebelumnya, pada Januari 2025 terjadi insiden di SPBU Jambi dan sebelumnya lagi banyak laporan kebakaran SPBU di berbagai daerah: Rokan Hulu (2024), Pati (2024), Colomadu (2024), dan lainnya. Kebanyakan menyebutkan tumpangan BBM, percikan api dari kendaraan, atau ketidaksesuaian prosedur sebagai pemicu utama. Insiden terakhir yang terkait adalah di Kabupaten Kuningan, 19 Agustus 2025 dimana sebuah minibus terbakar saat mengisi BBM.
Rekaman video menunjukkan petugas menyemprotkan APAR dari jarak yang terlalu jauh, sehingga api sulit dikendalikan meskipun jumlah alat pemadam memadai. Kasus kasus tersebut mempertegas pentingnya prosedur teknis yang terstruktur dan latihan rutin. Begitu pula prosedur penanganan kebakaran tak bisa diabaikan. Termasuk pemutusan listrik total, penutupan katup darurat, penggunaan media pemadam yang tepat, dan evakuasi korban. Bila kendaraan masih terbakar saat pengisian BBM, langkah kritis harus dilakukan: tekan Emergency Stop, putus pasokan listrik dari panel utama, tutup katup darurat dari tangki bawah tanah, dan segera evakuasi area. Manhole tangki harus tertutup rapat; karena jika api sampai ke tangki, risiko ledakan besar (BLEVE) meningkat drastis. Media pemadam seperti foam (AFFF) sangat penting untuk menahan aliran BBM dan prepreasi penyebaran. Penggunaan pasir atau tanah juga efektif untuk menutup tumpahan BBM. Aspek ini sering tidak diperhatikan dalam pelatihan, padahal berperan vital menghentikan perambatan api di permukaan.
Penanganan korban tidak kalah penting. Bila terdapat korban luka bakar atau terpapar asap, langkah pertolongan pertama adalah menjauhkannya, memadamkan nyala api pada pakaian dengan COâ‚‚ bila diperlukan, dan segera menghubungi ambulans. Perhatian medis profesional wajib dilakukan, terutama pada luka bakar dan inhalasi asap. Tahapan pasca kejadian juga penting area harus didinginkan, kronologi dicatat, dan laporan serta investigasi dilakukan secara menyeluruh. Pihak SPBU bersama otoritas dalam hal ini Pertamina melakukan evaluasi SOP dan menyusun pelatihan agar kelemahan tidak terulang.
Secara keseluruhan, kasus nyata kebakaran SPBU dengan berbagai penyebab seperti kerusakan pompa, percikan api, tumpahan bahan bakar, dan kekurangan pelatihan menggarisbawahi bahwa risiko hanya bisa dikontrol melalui prosedur teknis yang matang, respon dini, dan pelatihan berkala. Prinsip utama adalah: deteksi dini, evakuasi manusia, pemutusan pasokan energi dan bahan bakar, serta penggunaan alat pemadam sesuai standar dan jangan lupa pantau kualitas APAR secara berkala. Bila kendaraan terbakar saat pengisian, penutupan katup darurat dan pemutusan pasokan listrik adalah tindakan krusial untuk mencegah tragedi besar. Keselamatan manusia tetap menjadi prioritas utama, jauh di atas keselamatan peralatan atau kendaraan. Dengan kesadaran tinggi dan pelaksanaan SOP yang disiplin, risiko kebakaran di SPBU dapat ditekan seminimal mungkin demi keamanan pengguna, petugas, dan masyarakat luas.
Oleh: Yasir Maulana (Ex-General Manager Divisi SPBU Puspita Cipta Group)
