KUNINGAN (MASS) – Menarik untuk menyimak secara seksama mengenai gerakan dan perkembangan Koperasi di Indonesia. Koperasi bukan barang yang aneh karena sudah dikenal sejak lama, bahkan di sekolah-sekolah sejak kecil para siswa sudah dikenalkan dengan yang namanya koperasi. Koperasi tidak sekedar tataran teoritis, tetapi sudah mulai dipraktikan di sekolah-sekolah.
Persoalannya kenapa pertumbuhan koperasi di Indonesia relatif lambat ? Padahal koperasi memiliki landasan konstitusi yang sangat kuat sebagaimana tertera dalam Pasal 33 UUD 1945. Jadi seharusnya koperasi menjadi pelaku utama dalam perekonomian nasional.
Kedudukan koperasi di Indonesia sebenarnya sudah mendapat dukungan Pemerintah sejak lama. Lihat saja pada masa Orde Baru lahir UU No. 12 Tahun 1967. Lalu tahun 1992 Pemerintah mengesahkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang koperasi yang menempatkan kedudukan koperasi menjadi sejajar dengan PT, CV, Perusahaan perseorangan dan Firma yang merupakan bentuk badan usaha mandiri.
Selain landasan idiil dan landasan konstitusional, koperasi juga memiliki landasan oprasional yang didalamnya memuat dasar-dasar peraturan dan tata tertib yang wajib ditaati dan diikuti oleh semua anggota, baik itu pengurus, manager, badan pengawas dan karyawan koperasi lainnya. Tujuannya adalah agar peraturan-peraturan ini dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing anggota. Ada 2 landasan operasional dalam menjalankan kegiatan koperasi, yaitu UU No. 25 Tahun 1992, dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Koperasi.
Jadi bila merujuk pada landasan hukumnya, koperasi itu memiliki landasan yang kuat. Namun dalam praktik perkembangannya belum menggembirakan. Perlu diketahui bahwa jumlah warga negara Indonesia yang menjadi anggota koperasi masih sangat sedikit apabila dibandingkan dengan warga negara Korea Selatan, Canada atau Amerika Serikat yang menjadi anggota koperasi di negaranya masing-masing.
Bayangkan saja negara yang notabene dikenal sebagai negara kapitalis, tapi dalam praktik perekonomiannya mendorong nyata praktik perkoperasian. Sementara kita yang memiliki landasan hukum yang kuat, dalam praktiknya masih jalan di tempat. Tentu hal ini harus menjadi pemikiran bersama untuk terus menumbuhkembangkan koperasi di Indonesia.
Ada banyak pandangan yang keliru ketika masyarakat menilai tentang koperasi, dimana koperasi seringkali dipandang sebagai kumpulan orang yang susah. Padahal dalam praktik di negara maju, banyak sekali orang-orang kaya yang tergabung dalam koperasi. Bahkan di negara bagian Amerika, tepatnya di Las Vegas yang dikenal sebagai kota judi, justru pertumbuhan koperasinya sangat pesat.
Sekali lagi hal ini hendaknya menjadi bahan renungan bagi seluruh penggiat koperasi agar koperasi di Indonesia semakin tumbuh dengan hebat. Tidak boleh lagi asal tumbuh secara kuantitas formil, tetapi harus tumbuh secara kualitas dan dikelola benar-benar secara profesional. Tentu hal ini bukan lamunan atau impian, karena Koperasi Kredit (Credit Union) di Indonesia sudah mampu membuktikannya. Jika ingin tahu lebih dalam tentang tata kelola manajemen koperasi yang dikelola secara profesional, sesungguhnya tidak perlu pergi jauh ke luar negeri. Cukup kita cari Koperasi Kredit (Credit Union) di sekitar kita, maka akan mudah menemukan jawaban yang praktis.***
Penulis: Dede Farhan Aulawi (Penggiat Koperasi dan UKM)