KUNINGAN (MASS) – Sebagai bagian dari lembaga DPRD Kuningan, dr Toto Taufikurohman Kosim merasa dikhianati oleh pimpinan dewan. Pasalnya, ketua Fraksi PPP tersebut sama sekali tidak diajak bicara kaitan dengan pengusulan tiga nama kandidat Pj Bupati Kuningan.
“Itu (usulan Pj Bupati, red) kan keputusan strategis buat Kabupaten Kuningan. Yang namanya Pj bupati itu jabatan politis. Aturannya kan jelas, diusulkan oleh DPRD secara lembaga. Dan DPRD itu ada fraksi-fraksi yang mengejawantahkan partai-partai. Dan partai bagian dari roda demokrasi. Masa tidak dilibatkan,” kata Toto, Kamis (16/11/2023).
Lantaran Pj merupakan jabatan politik maka proses usulannya dianggap cacat jika tidak melibatkan fraksi. “Kalau suratnya sih legal. Prosesnya yang cacat,” tandas Toto yang nampak emosional.
Diksi “melalui” itu, imbuh Toto, harus berproses. Bukan malah keputusan ada di tangan pimpinan. Pihaknya meminta agar jangan menganggap semua anggota dewan planga-plongo alias ceuleupeung.
“Kami taunya dari media setelah ada berita. Kami coba tanyakan hal itu ke pimpinan, tapi diabaikan. Sebetulnya sering kejadian kaya gini, seakan-akan DPRD itu PT (Perseroan Terbatas),” ketusnya.
Toto mengingatkan, semua anggota dewan itu dipilih oleh masyarakat. Artinya, keberadaan mereka merupakan titipan suara masyarakat. Jika lembaga dewannya seperti ini maka dianggap tak mampu menjaga marwah.
“Kami sudah berusaha menjaga marwah dewan, ko pimpinannya ga menjaga,” ujarnya.
Seharusnya, tandas Toto, sebelum mengusulkan nama berproses terlebih dulu dengan mengajak bicara fraksi. akan lebih hebat lagi jika diparipurnakan.
Kemunculan nama Deni, Indra dan Ofik, dirinya pun tidak mengerti. Mestinya ada fit and propertest, paling tidak ada pemaparan mau diapakan Kuningan dalam 1 tahun kedepan. Karena sebetulnya banyak PR.
“Anggota dewan itu pada melek semua sekarang. Mungkin 1 tahun pertama, ada yang planga plongo. Tapi sekarang sudah pada ngerti,” ungkap Toto.
Ia mengingatkan, lembaga DPRD bukan hanya milik pimpinan saja. Terlebih jika memang dijumlahkan, itu tidak mencapai 2/3 dari total 50 anggota dewan. Menurut Toto, ini bahaya buat lembaga. Dengan cacat proses maka bisa berujung rame karena memicu disharmonisasi antara pimpinan dan anggota.
“Kami sayangkan kalau pimpinan dewan kayak direktur PT. Kami juga punya anggota yang dipilih oleh masyarakat. Masa gak diajak bicara. Nanti ada anggapan, ada apa dengan para ketua fraksi. Kami semua tidak ceuleupeung,” pungkas Toto. (deden)