KUNINGAN (Mass) – Dana besar yang digelontorkan ke desa-desa rupanya menyimpan risiko tinggi. Pengawasan berlapis tidak menjamin penggunaan dana tak melenceng dari aturan. Justru ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan situasi demi meraup sebuah keuntungan.
Ini dialami para kades se Kuningan sebanyak 361 desa. Beredar kabar, adanya keharusan bagi mereka untuk menyetor “Dana Kebersamaan” sebesar Rp3,5 juta per desa. Namun entah karena sebab apa, penyetoran “Dana Kebersamaan” tersebut batal.
Anehnya, tidak ada yang mengaku siapa inisiator dibalik pemunculan “Dana Kebersamaan” tersebut. Sekda Drs H Yosep Setiawan MSi kala dikonfirmasi kuninganmass.com tempo hari mengaku belum menerima laporan.
“Demi Allah saya belum mendapat laporan mengenai masalah itu,” ucapnya.
Bukan hanya Yosep, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Deniawan MSi pun mengaku tidak mengetahuinya. Jangankan berinisiatif, dia menegaskan, tahu pun tidak. “Justru saya baru tahu dari anda,” kata Deniawan saat dikonfirmasi portal ini.
Terlebih Kepala Inspektorat, Drs H Kamil Ganda Permadi MM, sudah sering kuninganmass.com mencoba konfirmasi berbagai hal, namun tidak direspon.
Sementara di kalangan kades, berhembus isu adanya “Dana Kebersamaan” senilai Rp3,5 juta. Kabarnya, dana tersebut untuk Inspektorat agar para kades terhindar dari belenggu pemeriksaan yang berbelit-belit kaitan dengan penggunaan ADD (Alokasi Dana Desa) maupun DD (Dana Desa).
Namun muncul informasi lain, dana tersebut hendak dialokasikan untuk biaya operasional MoU dengan Sie Datun Kejari Kuningan. Kebutuhan Legal Opinion atau bantuan konsultasi hukum bagi para kades agar tetap berada pada koridornya, melekat pada MoU tersebut.
Hingga akhirnya, portal ini mendapat keterangan dari Kades Jalaksana, Linawarman SH. Ia yang kebetulan menjabat ketua APDESI Kuningan itu mengakui adanya wacana pengumpulan dana masing-masing RP3,5 juta.
“Itu bukan dana kebersamaan tapi operasional untuk MoU dengan Kejaksaan yang sekarang dipending. Kan begini, di legal opinion itu ada semacam seminar yang sifatnya pembinaan bagi para kades. Tentu itu membutuhkan biaya, untuk narasumber dan lain-lain,” jelas Linawarman.
Namun dia menegaskan, itu bukan masuk program ataupun rencana APDESI secara kelembagaan. Menurutnya, itu baru sekadar rembukan yang diperkirakan membutuhkan alokasi anggaran sebesar Rp3,5 juta. Jika tidak dipending, penandatanganan MoU langsung dengan kades masing-masing.
Dengan ucapan yang terkesan ragu, Linawarman mengatakan, rembukan tersebut dilangsungkan di kantor DPMD. “Kita dilibatkan. Itu inisiatif bagus,” ungkap dia dengan mata agak menerawang.
Kepada awak media Linawarman menegaskan agar jangan salah pengertian. Apa yang disepakati oleh para kades tersebut untuk pembinaan, bukan hal-hal lain. Dia mengakui isu “Dana Kebersamaan” berhembus cukup cepat hingga dirinya sempat dilaporkan ke Tipikor.
“Tak semua kades paham mengenai masalah ini. Jadi jangan salah persepsi. Yang jelas APDESI ingin yang terbaik bagi para kades yang kebetulan masuk di kepengurusan dan keanggotaan APDESI,” ucapnya.
Sekarang, perihal “Dana Kebersamaan” itu dipending. Padahal para kades berkeinginan adanya pembinaan hukum agar dana yang dikelola tidak melenceng. Bisa dilaksanakan per kecamatan atau teknis yang nanti diatur lebih lanjut.
“Dana Rp3,5 juta itu hasil rembukan. Pengalokasian dananya nanti masuk APBDes masing-masing. Jadi itu resmi, bukan bersifat pungli atau apa. Tapi kan sekarang dipending dan MoUnya belum ditandatangani,” ungkap Linawarman.
Terpisah, Kasi Datun Kejari, Redy Zulkarnaen SH belum memberikan keterangan gamblang terkait MoU dengan para kades. Dia hanya menyebutkan penjelasan sementara bahwa MoU batal. (deden)