KUNINGAN (MASS) – Pemilu 2024 sudah ditetapkan, yaitu pada tanggal 14 februari 2024 mendatang. Hal ini memiliki makna tersendiri, khususnya bagi generasi muda atau para remaja yang sedang beranjak dewasa. Bahkan, tanggal itu pun bertepatan dengan hari kasih sayang (Hari Valentine), momen yang sangat spesial mungkin bagi sebagian orang, khsusunya untuk kawula muda.
Bahwa, penentuan tanggal tersebut seolah kode keras, yang telah menunjukan pemilu 2024 ingin diciptakan dalam suasana damai, sesuai pesan hari kasih sayang. Kita sudah cukup memiliki pengalaman soal bagaimana mengenai panasnya suasana menjelang pemilu pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan masih terbawa suasana ketika pemilu sudah selesai. Segala pengalaman pahit pada pemilu sebelumnya harap sama-sama kita sudahi dengan optimisme baru.
Bagi generasi muda atau generasi milenial, perlu diketahui bahwa perhelatan pemilu 2024 mendatang menjadi krusial, karena mereka tidak sekadar sebagai pemilih saja, namun ada sebagian dari mereka yang akan tampil sebagai caleg (calon legislatif/parlemen). Dan tidak menutup kemungkinan sudah ada yang masuk dalam formasi pasangan capres-cawapres nantinya.
Sedikit kembali pada masa orde baru, yang memakai konsep politiknfloating mass (massa mengambang). Bahwa benar, generasi muda hari ini bukan lagi hanya sekadar menjadi pemilih pasif, namun kini mereka sudah pada posisi game changer, bahwa disini bukti menunjukan bagaimana posisi generasi muda telah mewarnai panggung politik nasional.
Menjaga Kestabilan Negara
Pelaksanaan pemilu 2024 yang bebas dan damai, sama artinya dengan menjaga kestabilan negara terhadap masa depan demokrasi di indonesia. Mengingat pemilu yang bebas dan aspiratif, adalah kriteria penting dalam sistem politik yang demokratis.
Setelah jadwal pemilu disepakati, tentunya ada ruang partisipasi bagi generasi muda. Bahwa, sebagai generasi muda yang akrab dengan informasi digital dan media sosial, kompetensi ini akan menjadi modal penting dalam pemilu 2024 mendatang, termasuk pilkada pada tahun yang sama.
Melalui banyak platform, ada banyak anak muda yang tergerak aktif untuk menyuarakan kepedulian mereka atas berbagai isu, mulai dari isu nasional, hinggal isu-isu kedaerahan.
Dalam konteks pemilu, yang perlu dilakukan adalah tingkat penngawasan, terutama dalam proses rekapituasi suara sejak masih di TPS, baik di tingkat kelurahan, hingga ke tingkat nasional. Penggunaan tekonologi bisa menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan pemilu.
Permasalahan terbesar dalam pemilu di indonesia adalah bukan pada pemungutan suara, tetapi pada proses rekapitulasi yang berjenjang. Berkaca pada pemilu tahun 2019 lalu, potensi manipulasi biasanya terjadi pada saat perhitungan suara secara manual. Itu sebabnya dibutuhkan instrument teknologi elektronik untuk bisa meminimalisir kemungkinan manipulasi.
Bahwa, pada fase ini sangat dibutuhkan partisipasi generasi muda dalam fungsi control, tentunya secara informal, sebagai bagian dari elemen masyarakat sipil. Dengan partisipasi generasi muda, tentu sangat diharapkan pengalaman pahit pada pemilu 2019 ini tidak terulang. Pemilu 2019 yang digelar secara serentak, terbukti amat rumit dan melelahkan, ketika mengakibatkan sejumlah petugas KPPS berjatuhan sakit, bahkan cukup banyak yang meninggal dunia. Pemilu yang seharusnya dilaksanakan secara damai dan aman, pada beberapa titik justru berujung duka.
Kemudian, pengalaman suram lainnya adalah kuatnya praktik politik identitas. Dengan ratarata tingkat pendidikan yang lebih baik, rasanya tidak terlalu terbawa bagi generasi muda menyerap spirit toleransi, dan itu adalah sinyal baik untuk mereduksi pendekatan primordial dalam kontestasi pemilu. Dengan mengedepankan nilai perdamaian dalam pemilu, praktik politik identitas akan sirna.
Seperti para pemain sepak bola, bahwa semua atlet tidak bisa naik podium, ada juga yang gagal. Demikian juga dalam perhelatan politik, bagi yang gagal tentunya tetap sportif dan berjiwa besar, sembari bersiap untuk maju pada perhelatan pemilu berikutnya, bisa masih diberi kesempatan dan juga minat.
Dengan penuhnya partisipasi dari generasi muda, pada pemilu 2024 mendatang diharapkan bisa berlangsung damai dan juga aman. Tidak hanya dalam gimick politik, tetapi memang harus bisa direalisasikan di lapangan. Kesepakatan damai di antara para kontestan yang biasa digelar menjelang pemilu, bukan lagi sekadar ritualistik.
Mempunyai Ruang Kesempatan
Secara ilmiah generasi muda tentunya akan memimpin negeri ini, sesuai dengan perjalanan waktu, sementara generasi sebelumnya pastinya akan segera surut ke belakang.
Oleh karenanya apa yang terjadi saat ini, di belahan negeri mana pun, jadi bukan hanya di indonesia saja, sedang terjadi atau akan mengalami transisi lintas generasi.
Agar transisi antar generasi bisa berjalan dengan mulus, perlu adanya semangat mempunyai ruang kesempatan. Di tengah arus perubahan zaman yang begitu sangat cepat, selalu ada tempat bagi generasi baru. Pemilu 2024 adalah pintu masuk bagi generasi muda yang akan memberikan kontribusi signifikan di segala aspek, utamanya sektor energi berkelanjutan dan pendidikan yang berkualitas.
Sebab, satu abad kemudian (2045) indonesia, kelak, bisa menjadi semacam tonggak, ketika generasi muda nya mampu tampil untuk memimpin bangsa dengan segala potensi dan kompetensinya.
Karena, bagi generasi muda yang bergerak pada isu berkelanjutan, dapat berjalan beriringan dengan generasi muda yang bergerak di segala aspek, seperti bisnis rintisan, meniti karir akademis, segala peneliti sains, termasuk bagi yang ingin bergerak di dalam ranah politik, semuanya akan diberi dan mempunyai ruang kesempatan untuk mengembangkan potensinya, dan sejalan dengan konsep mempunyai ruang kesempatan yang di peruntukkan dengan seksama.
Mukh. Balaguna Walungan
(Akademisi)