KUNINGAN (MASS) – Sudah lebih dari dua tahun lamanya pandemi covid-19 menyelimuti dunia. Dampak dari adanya pandemi ini sangat dirasakan baik dalam bidang ekonomi, sosial, hingga pada bidang pertanian. Berdasarkan siaran pers komisi IV DPR RI pada 23/4/2020, dampak covid-19 berimbas pada terganggunya produksi petani di seluruh daerah. Dampak tersebut berpengaruh pada harga pasar dan pertanian, rantai pasokan makanan lambat dan kekurangan, kesehatan petani, tenaga kerja pertanian, keselamatan pekerja dan alat pelindung diri, serta kerusakan sumber daya pangan.
Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi dan sudah saatnya kita tidak lagi menyalahkan atau mencari siapa yang harus bertanggung jawab dengan kondisi ini. Sekarang yang perlu kita lakukan adalah berpikir ke depan, mencari ide, gagasan, inovasi dan solusi untuk memecahkan berbagai macam masalah yang terjadi.
Dalam bidang pertanian sendiri, regenerasi petani sangat diperlukan untuk menjamin kemajuan pertanian di Indonesia. Di mana Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah, maka sumber daya manusia yang baik sangat diperlukan untuk mengelola kekayaan alam yang sudah ada agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Begitu sangat dibutuhkannya peran petani untuk kemajuan bangsa ini, namun sayang hanya sedikit pemuda yang berminat untuk terjun dalam bidang pertanian. Walaupun saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan program “Petani Milenial”, namun regenerasi petani tetap harus dilakukan agar generasi setelahnya, yaitu generasi zilenial tetap menjaga dan mengelola kekayaan bangsa ini.
Generasi Zilenial, Generasi Perubahan
Beberapa tahun lalu, kita sering mendengar istilah Generasi Milenial, namun saat ini istilah tersebut sudah basi karena yang akan meneruskan pembangunan negara ini dipegang oleh Generasi Zilenial. Generasi Zilenial atau biasa disebut Genersi Z adalah generasi setelah Generasi Milenial, generasi ini merupakan generasi peralihan Generasi Milenial dengan teknologi yang semakin berkembang. Beberapa diantaranya merupakan keturunan dari Generasi X dan Milenial. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2020 tercatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270,2 juta jiwa, dan Generasi Z yang merupakan penduduk kelahiran tahun 1997-2012 dengan perkiraan usia saat ini 9-24 tahun mencapai 27,94 persen dari total populasi, maka dari itu Generasi Zilenial mendominasi penduduk di Indonesia saat ini dan menjadi generasi penerus untuk pembangunan negara selanjutnya. Generasi Z tersebut sudah beranjak dewasa, mencari dan memiliki pekerjaan, melihat peralihan rezim orde baru ke rezim reformasi, dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bidang-bidang dalam kehidupan sehari-hari seperti ekonomi, politk, sosial, budaya, agama dan lainnya.
Disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan Generasi Milenial, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka. Intinya, mereka banyak mengahabiskan waktu dengan berada di depan layar gadget dan berselancar di internet. Generasi ini disebut sebagai generasi yang paling tahu teknologi karena mereka tumbuh bersama kemajuan zaman.
Menurut Morning Consult, Gen Z diprediksi akan menjadi orang-orang yang cerdas dalam berkarier dan berkaya, serta menghasilkan penghidupan yang layak. Kelompok ini memberi arti hidupnya dengan melakukan berbagai aksi nyata dan menghargai hobi yang disukainya. Oleh karena itu, Generasi Z sangat diperlukan kontribusinya dalam memajukan dan menjadi jawaban atas tantangan yang ada pada sektor pertanian di Indonesia.
Tantangan Pertanian Indonesia di Era Pandemi COVID-19
Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2020 menunjukkan bahwa 64,50 juta penduduk Indonesia berada dalam kelompok umur pemuda. Namun, persentase pemuda yang bekerja di sektor pertanian hanya 21% dibanding dengan sektor manufaktur sebanyak 24% dan sektor jasa sebanyak 55%. Menanggapi hal tersebut, Dr. Ir. Leli Nuryati, M.Sc, Kepala Pusat Pelatihan Pertanian – BPPSDMP, menyampaikan terdapat beberapa faktor penyebab pemuda Indonesia kurang tertarik untuk bekerja di sektor pertanian. Faktor tersebut adalah masalah lahan, prestise sosial, tingginya risiko baik dari sisi alam maupun harga, pendapatan yang rendah dan kurangnya insentif dari pemerintah.
Dr. Jangkung Handoyo Mulyo, M.Ec., Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Faperta UGM, menambahkan adanya beberapa tantangan di bidang pertanian.
“Empat hal yang perlu kita ingat, produksi pangan kita tumbuh 0.56%/tahun (2000-2020), namun perlu diingat bahwa konsumsi beras naik 0.16%/tahun. Jadi, produksi meningkat, namun konsumsi juga meningkat. Lahan pertanian menyusut -0,03%/tahun. Pertumbuhan populasi Indonesia 1.29%/tahun. Jadi, tantangan kita sangat berat sekali. Siapapun presidennya, siapapun menterinya akan menghadapi tantangan yang tidak mudah. Ini bicara fakta bukan excuse,” imbuhnya.
Selain itu, menurut Jangkung, data dari Sensus Pertanian Indonesia 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 74% petani tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali dan 49% petani Indonesia berusia di atas 50 tahun.
“Petani usia di atas 50 tahun kemampuannya pasti berbeda, cara merespons petani ini terhadap tantangan zaman dan teknologi juga berbeda sehingga tidak ada pilihan kecuali melakukan regenerasi. Farmer regeneration is a must kalau kita tetap ingin sustain,” jelasnya.
Jangkung menyampaikan dalam konteks regenerasi ada beberapa hal yang perlu kita lakukan, yaitu membangun kesadaran bersama, perlu adanya gerakan nasional (tidak hanya mengandalkan dana dari pemerintah), gerakan melibatkan banyak sektor, dan memperhatikan kesejahteraan petani.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa kesejahteraan petani sangat rendah, Pupuk mahal dan langka ketika masa tanam, dan ketika masa panen, harga jual anjlok menjadi murah sekali. Ini yang menjadikan petani merugi. Oleh karena itu, membutuhkan sinergi dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun para petani itu sendiri.
Menjadi Petani Zilenial
Profesi sebagai petani sering dianggap remeh, padahal peran petani sangatlah penting bagi keberlangsungan hidup kita. Kurangnya minat pemuda dalam sektor pertanian harus kita perbaiki, karena profesi petani perlu adanya regenerasi. Penyebab para pemuda jarang melirik sektor pertanian karena menganggap dunia pertanian yang katanya identik dengan dunia kotor, kumuh, miskin, dan komunitas yang terpinggirkan, serta dianggap tidak menjanjikan. Padahal sektor pertanian berpengaruh besar dalam menunjang ketahanan pangan, stabilitas nasional, serta penghasil devisa negara. Oleh karena itu, mindset para pemuda harus kita rubah. Pemerintah diharapkan fokus dalam meningkatkan kesejahteraan para petani juga memberikan sarana dan prasarana yang memadai untuk sektor pertanian.
Belajar dari negara Selandia Baru yang sama-sama mendapat titel negara agraris, Selandia Baru mampu memajukan perekonomiannya melalui sektor pertanian. Selain karena kondisi geografisnya yang strategis, faktor lain yang menyebabkan Selandia Baru unggul dalam sektor pertaniannya ialah kesadaran dan kecintaan masyarakat dalam memaksimalkan potensi sumber daya alam. Di Selandia Baru terdapat suatu gerakan pengelolaan lahan atau landcare yang merupakan proses revolusioner dalam pengelolaan lahan, melibatkan petani dan kelompok sosial masyarakat yang bersiafat sukarela. Gerakan landcare dibuat untuk menyelesaikan masalah seperti erosi tanah, rusaknya lahan basah, degradasi lahan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Tiga prinsip utama landcare adalah teknologi tepat guna, kelompok komunitas lokal yang efektif, serta kemitraan dengan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memastikan bahwa gagasan dan inisiatif dapat dibagi dan disebarkan.
Oleh karena itu sebagai Generasi Z, sudah saatnya kita melirik sektor pertanian yang merupakan warisan leluhur bangsa kita. Kita harus menjaga dan melestarikan kekayaan alam dan titel negara kita sebagai negara agraris. Hari ini, saatnya kita bersiap untuk memajukan sektor pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia.
Generasi Z diprediksi akan mempengaruhi perekonomian negara kedepannya, dikatakan akan mempunyai daya beli yang tinggi. Generasi Z juga menjadi angin segar dan pembawa perubahan bagi bangsa Indonesia dengan kreativitas dan inovasi yang gemilang dimasa mendatang. Generasi Z merupakan generasi yang akan menduduki posisi-posisi strategis dimasa depan dan diharapkan bisa memajukan pertanian Indonesia tanpa menghilangkan asas kekeluargaan dan semangat gotong royong.
Penulis : Febriani Nur Sa’adah
Mahasisa asal Cilimus – Kuningan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta