Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Social Culture

Mengapa Setiap Malam Jumat Kliwon Selalu Ada Congcot dan Kopi Pahit?

KUNINGAN (MASS) – Saya sudah lama ingin menulis  tentang malam Jumat Kliwon. Namun entah mengapa selalu ada saja halangan sehingga gagal saja.

Entah itu hasil percakapan saya dengan narasumber hilang karena whatsapp meminta pemulihan atau juga memang saya yang malas karena banyak berita  lebih penting yang harus ditulis.

Malam ini saya kembali memberanikan diri bertanya kepada tiga sahabat saya.  Mungkin mereka bosan dengan pertanyaan saya setiap datang malam Jumat kliwon.

Tapi saya juga selalu penasaran karena ada beberapa teman yang kerap membagikan kegiatan malam Jumat kliwon, seperti ziarah ke makam, melakukan sesaji dan juga doa bersama.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Yang saya sampai saat ini selalu bertanya adalah kenapa selalu ada kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis dan air putih. 

Selain tentu congcot (tumpeng), telor asing, kue apem, rokok dan “bakakak hayam”. Belum juga ada aneka kembang-kembangan dan wangi-wangian.

“Saya rutin  berdoa di orang yang dituakan baik kakak atau pun siapa saja. Biasa berdoa dan mengaji. Setelah beres langsung makan bersama,” ujar Andi Kurniadi warga Kecamatan Cigugur ketika saya bertanya.

Ia mengaku, pada saat mengaji dan berdoa semua hidangan disajikan termasuk kopi, air teh dan air putih.  Terkait minuman ia pun  hingga saat ini belum begitu paham.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Saya juga tidak mengetahui, kan namanya juga tradisi. Yang penting tidak musrik,” ujarnya.

Meski mendapatkan jawaban, namun saya tidak puas sehingga bertanya kepada penggiat sejarah dan budaya Nding Masku. 

Hal ini saya tanyakan karena ketika kecil  hingga dewasa di kampung saya tidak banyak yang melakukan hal itu.

“Susuguh atau sasajen  itu mah tradisi sebelum Islam masuk yang dikolaborasikeun antara budaya sebelumnya dengan, Islam,” ujar Nding.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Ia menerangkan, tradisi yang hingga saat ini masih bertahan  merupakan tata cara penyebaran Islam zaman wali, yang  mengolaborasikan dengan kebiasaan agama lama.

Namun lanjut dia, banyak perubahan yakni “mantranya” membaca bismilah dan juga hadroh menggunakan ayat-ayat  Al-Quran yang diajarkan oleh para wali.

Diterangkan, di budaya lama  susuguh atau sasajen merupakan  tata cara agama lama.  Jangjawokan salah satu bentuk tata cara agama lama  sama dengan pantun .

“Traidisi ini tidak akan lekang oleh waktu. Bahkan di beberapa tempat juga ada  seperti panjang jiat, Kiayi Slamet (Muding Bule) Jogja, bubur putih dan merah serta banyak lagi,” jelasnya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sementara itu, Dedi Ahimsa pegawai Kemenag Kuningan tidak mempermasalahkan adanya congcot dan minuman pada malam Jumat Kliwon. Asal jangan dianggap sebagai bagian dari ibadah atau syariat.

“Yang salah itu menganggap ini sebagai bagian dari syariat/ibadah dan mengkhususkan waktunya di waktu tertentu,” tandasnya. (agus)

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement