KUNINGAN (MASS) – Alasan Pemerintah Daerah dan pimpinan DPRD Kuningan yang berdalih pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2017 untuk tetap menerima tunjangan transportasi, meski sebelumnya menolak pengadaan mobil dinas, menuai kritik keras dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari salah satu Inisiator Aliansi Persaudaraan Islam Kuningan (APIK), Farid Arief menanggapi berita yang sebelumnya sempat viral karena kritik publik terhadap pimpinan dewan yang dinilai tidak konsisten dan minim integritas.
Menurut Farid, dalih bahwa PP 18 Tahun 2017 mewajibkan pemberian tunjangan transportasi apabila mobil dinas tidak diberikan, tidak sepenuhnya tepat secara substansi maupun logika anggaran.
“PP 18/2017 tidak mewajibkan pemberian tunjangan transportasi secara mutlak. Itu hanya sebagai substitusi jika mobil dinas tidak disediakan. Tapi kalau para pimpinan dewan dari awal memang serius sudah menolak mobil dinas demi efisiensi, maka secara moral dan logis, mereka juga harus menolak tunjangannya. Jangan menolak satu bentuk fasilitas tapi tetap menerima bentuk lainnya yang bahkan lebih besar nilainya,” tegas Farid.
Farid menambahkan bahwa *tunjangan transportasi bukanlah hak absolut yang harus diterima, melainkan hak bersyarat* yang sangat bergantung pada keputusan dan komitmen pimpinan DPRD itu sendiri.
“Kalau memang niat efisiensi dan solidaritas terhadap rakyat sedang diuji, ini waktunya untuk membuktikan. Tunjangan itu bisa ditiadakan lewat Keputusan bersama DPRD dan Pemda. Dana itu bisa dialihkan ke pendidikan, layanan kesehatan, atau penanggulangan kemiskinan. Jangan sampai rakyat menilai penolakan mobil dinas itu cuma pencitraan semata,” kata Farid.
Lebih lanjut, salah satu Inisiator APIK ini mendorong agar pimpinan DPRD membuat surat pernyataan resmi yang menyatakan tidak hanya penolakan terhadap mobil dinas, tetapi juga terhadap tunjangan transportasi. Menurutnya, langkah ini akan menjadi preseden positif dan mengembalikan kepercayaan publik yang selama ini tergerus.
“Jangan hanya viral sesaat lalu kembali ke pola lama. Kami mendesak ada surat pernyataan resmi. Publik ingin bukti, bukan retorika. Kalau memang wakil rakyat, harus tunjukkan keberpihakan ke rakyat, bukan ke kenyamanan pribadi,” pungkas Farid.
Sebelumnya, polemik pengadaan mobil dinas untuk pimpinan DPRD Kuningan mencuat setelah muncul penolakan dari sebagian pimpinan dewan. Namun belakangan, penolakan itu berubah arah menjadi penerimaan tunjangan transportasi dengan dalih aturan PP 18 Tahun 2017, yang justru nilainya disebut-sebut lebih tinggi dibandingkan pengadaan kendaraan operasional. (didin)
