KUNINGAN (MASS) – Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat, namun memiliki pengaruh yang besar terhadap institusi yang lebih besar. Bahkan, maju dan mundur sebuah institusi yang besar seperti bangsa dan negara bergantung dari institusi yang terkecil yaitu keluarga.
Keluarga tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya suami, istri, dan anak. Lebih dari itu, keluarga memiliki fungsi dan peranan yang penting dan strategis dalam menentukan nasib suatu bangsa. Jika keluarga baik maka bangsa akan menjadi baik. Sebaliknya, jika keluarga rusak, maka rusak pula tatanan kehidupan suatu bangsa.
Karena itu, untuk membangun sebuah keluarga dibutuhkan visi yang tanpa batas. Dalam artian, visi itu tidak sekedar yang bersifat duniawi, tetapi lebih jauh daripada itu, yaitu visi yang bersifat ukhrawi.
Visi merupakan sesuatu yang didambakan untuk dimiliki di masa depan (what do they want to have). Visi itu menggambarkan aspirasi masa depan tanpa menspesifikasi cara-cara untuk mencapainya, dan visi yang efektif adalah visi yang mampu membangkitkan inspirasi.
Secara sederhana, visi itu sebuah cita-cita atau keinginan yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Visi keluarga hendaknya menggambarkan masa depan keluarga yang akan turut menentukan segala gerak langkah dari hari ke hari. Dan, visi keluarga orang yang beriman itu jauh ke depan yang mencakup kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat.
Visi Keluarga
Adapun visi orang beriman berkaitan dalam upaya membangun keluarga sehidup sesurga itu adalah “Terwujudnya Keluarga Surga di Dunia dan Surga di Akhirat”. Visi ini terinspirasi dari firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Baqarah [2] ayat 201.
Yaitu, doa yang senantiasa dilantunkan oleh umat Islam. “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
Ibnu Katsir menyatakan bahwa permintaan hasanah (kebaikan) di dunia meliputi nikmat sehat, rumah yang lapang, istri yang penuh dengan kebaikan, rezeki yang luas, ilmu yang bermanfaat, amal saleh, kendaraan yang menyenangkan, serta kebaikan-kebaikan lainnya yang mencakup seluruh kebaikan di dunia.
Adapun hasanah (kebaikan) di akhirat adalah masuk ke dalam surga, dibebaskan dari rasa khawatir, diberi kemudahan dalam hisab (perhitungan amal) di akhirat serta berbagai kebaikan di akhirat.
Dengan visi yang mencakup hasanah di dunia dan di akhirat ini, sudah barang tentu setiap agenda keluarga sudah semestinya harus mampu memberikan manfaat untuk kehidupan di dunia dan di akhirat. Orientasi setiap program kerja dalam keluarga yang dijalankan mencakup untuk kemanfaatan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam kehidupan keluarga, visi harus diinternalisasikan dengan kuat pada masing-masing anggota keluarga. Kemudian, dikristalisasikan dan diimplementasikan dalam kehidupan keluarga.
Misi Keluarga
Setelah memiliki visi ke depan yang jelas, tujuan pun terbangun, maka telah jelas pula ke mana langkah keluarga akan diarahkan. Untuk mencapai itu semua, perlu dibangun misi keluarga yang membicarakan langkah strategis yang akan dipergunakan. Dan, misi keluarga bagi orang yang beriman itu adalah.
Pertama, berketurunan untuk memelihara eksistensi umat manusia, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat An-Nisa [4] ayat 1. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Pembentukan keluarga dalam Islam adalah untuk memelihara keturunan atau menjaga eksistensi manusia agar bisa memakmurkan bumi dan menjamin kesinambungan generasi. Karena itulah Allah SWT menjadikan nafsu seksual sebagai fitrah pada setiap orang agar menjadi sarana natural bagi kelahiran yang disyariatkan, dan bukan menjadikan tujuan akhir.
Untuk merealisasikan hal itu, Islam membatasi pernikahan yang disyariatkan hanya antara laki-laki dan perempuan. Islam mengharamkan semua jenis “perkawinan” di luar yang disyariatkan. Islam juga mengharamkan hubungan tidak normal yang tidak membawa kelahiran.
Kedua, terbagunnya fungsi tarbiyah (pendidikan) sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat At-Tahrim [66] ayat 6. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Agar keberlangsungan bangunan keluarga dapat bertahan (langgeng) hingga sampai di akhirat (surga), ada sebuah tanggung jawab untuk memeliharan dan melindungi keluarga bukan hanya di dunia saja namun juga di akhirat. Maka, di sinilah pentingnya fungsi tarbiyah (pendidikan) dalam keluarga sehingga hak dan kewajiban dari masing-masing anggota keluarga dapat direalisasikan,
Ketiga, menjalankan peran dakwah dan kepemimpinan di tengah masyarakat, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Furqan [25] ayat 74. “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
Keluarga merupakan bagian dari masyarakat. Maka, keluarga hendaknya dijadikan sebagai tempat (sekolah pertama) untuk mempersiapkan dan tumbuh berkembang anak sebagai generasi dakwah yang dipersiapkan untuk sebagai pemimpin di tengah-tengah masyarakat (umat).
Dengan visi misi keluarga yang dijelaskan di atas maka menikah itu menjadi pintu gerbang terwujudnya sesuatu yang berharga dan mulia untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Fiddunya hasanah wa fil-akhirati hasanah.
KH Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI
dan Hj Siti Mahmudah, SPdI, MPd
Pembina dan Penceramah Majelis Taklim Ibu-Ibu di Kuningan, Jawa Barat