KUNINGAN (MASS) – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi program unggulan Presiden RI membawa harapan besar bagi anak-anak Indonesia, khususnya di daerah seperti di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Terutama untuk menekan angka stunting dan memperkuat kualitas sumber daya manusia di masa depan menuju Indonesia Emas 2045. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada kualitas pelaksanaan di lapangan.
Kasus yang baru – baru ini kita tau yaitu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menjadi peringatan serius. Ditemukan 138 porsi makanan MBG dalam kondisi basi, sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh penerima manfaat. Peristiwa ini bukan sekadar soal teknis distribusi, tetapi juga menyangkut hak anak – anak untuk mendapatkan makanan sehat yang layak. Bayangkan kekecewaan anak-anak sekolah yang menanti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan gembira, namun justru menerima makanan yang tidak layak santap. Rasa kecewa ini dapat mengikis kepercayaan terhadap program yang sejatinya ditujukan untuk melindungi, mensejahterakan dan mencegah stunting pada siswa/i diseluruh Indonesia khususnya di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Kasus ini menegaskan adanya persoalan dalam:
- Proses pengadaan dan distribusi yang kurang terjaga.
- Pengawasan mutu gizi dan keamanan pangan yang lemah.
- Minimnya transparansi dan akuntabilitas dari pihak penyedia maupun pelaksana.
Solusi yang menurut kita perlu dilaksanakan dan di evaluasi untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang, kita menggagas bahwasannya diperlukan langkah solutif yang bukan hanya teknis melainkan juga untuk kepentingan anak – anak sebagai penerima manfaat utama dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) tersebut, adapun langkah solutif yang sudah kita kaji dari kasus ini antara lain:
- Penguatan standar gizi dan keamanan pangan
Setiap penyedia wajib mematuhi standar nasional gizi dan kebersihan. Makanan harus diproses dengan prinsip higienis, dikemas dengan baik, dan diuji kelayakannya sebelum dibagikan. - Pengawasan kolaboratif
Tidak cukup hanya pemerintah yang mengawasi. Guru, orang tua, bahkan siswa bisa dilibatkan sebagai pengawas langsung kualitas makanan. Dengan begitu, pengawasan lebih partisipatif dan transparan. - Sistem distribusi berbasis teknologi
Pemanfaatan aplikasi sederhana dapat digunakan untuk mencatat jumlah, kualitas, hingga foto makanan sebelum dibagikan. Hal ini bisa menjadi alat kontrol publik yang efektif. - Pelatihan penyedia lokal
Daripada menggantungkan pada vendor besar, melibatkan UMKM kuliner lokal yang diberi pelatihan gizi dan higienitas bisa menjadi solusi. Selain memberdayakan ekonomi masyarakat, kualitas lebih mudah diawasi karena dekat dengan sekolah. - Mensejahterakan ketahanan pangan khususnya yang ada di Kabupaten Kuningan, Bahan pangan mulai dari sayuran, daging serta segala hidangan sebaiknya lebih diawasi dan ditekankan agar diprioritaskan dari hasil produksi lokal, bukan membeli dari luar daerah. Langkah ini akan memperkuat ketahanan pangan daerah, menekan biaya distribusi, menjaga kesegaran bahan makanan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dan pelaku usaha tani setempat.
- Sanksi tegas bagi pelanggar
Kita menuntut kepada Pemerintah Daerah dan Juga DPRD Kabupaten Kuningan untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang menimbulkan kerugian bagi siswa/I penerima Makan Bergizi Gratis (MBG) agar ada efek jera dan mencegah kasus serupa terulang.
Pada akhirnya, regulasi yang ketat bukan semata-mata untuk mengikat, tetapi untuk melindungi hak anak-anak agar mereka tumbuh sehat dan bahagia untuk mencapai Indonesia yang lebih baik sumber daya manusianya. Karena di balik setiap kotak makan yang basi, ada senyum kecil yang hilang. Dan tugas kita bersama memastikan bahwa ke depan, setiap anak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat khususnya, dan seluruh Indonesia benar-benar mendapatkan makanan bergizi yang pantas mereka terima.
Oleh : Aril Ardiansyah
Menlu BEM UM Kuningan
