KUNINGAN (MASS) – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kuningan terlihat menyambangi gedung DPRD Kuningan pada Jumat (25/3/2022) siang.
Ketua Umum HMI Kuningan Toto Sunarto menyebut kedatangan mahasiswa ini bertujuan untuk bertanya, audiensi kepada legislatif, soal hutang jangka pendek pemda di tahun 2019.
“Kami mau menanyakan fungsi kontroling DPRD soal pinjaman daerah,” ujarnya saat diwawancara.
Dirinya menyayangkan, saat pihaknya datang ke rumah legislatif , tidak ada yang menerima satupun dari 50-an anggota.
“Kita datang untuk menyampaikan aspirasi, karena menurut kami ini urgent,” tuturnya.
Toto mengaku, pihaknya sudha bersurat dan mengurus administrasi. Namuna, dari DPRD ditunda. Toto juga menpertanyakan, di komisi 1 itu ada 13 orang, masa tidak ada yang menguasai soal pinjaman pemda.
“Bagaimananmau menyelesaikan persoalan, kalo persoalannya juga tidak tahu. Terus, apa dong gunanya dewan ?” tanyanya.
Selanjutnya, Toto menjamin pihaknya akan terus mengawal hal ini. Dirinya juga akan melakukan hal yang sama bukan hanya ke legislatif, tapi juga akan bertanya ke eksekutif. Karena soal pinjaman pemda yang dikemukakannya itu, adalah kritik kontstruktif.
“Kalo ini tidak direspon cepat, kita akan aksi. Masa harus nunggu (ditunda-tunda) ?” ucapnya.
Sebelumnya, HMI sendiri memang melontarkan kritik perihal pinjaman daerah senilai 15 Milyar yang dilakukan ke BJB untuk pembayaran THR dan pembayaran gaji ke-13 serta TPP ke-13 dan ke-14.
Padahal, lanjutnya, THR dan gaji ke-13 sudah dianggarkan di APBD melalui DAU. Pinjaman itu dirasa aneh, karena kondisi keuangan sedang surplus dan posisi kasda/RKUD diantara Rp 4.341.234.624 – Rp 125.855.873.047 .
Hal yang dikritisi HMI lagi adalah, tidak segeranya melunasi pinjaman, padahal kondisi keuangan tidak menujukan adanya kekurangan pada rekening kas umum daerah.
Karena tidak segera dilunasi itulah, mengakibatkan bunga bank menumpuk 3 bulan yaitu sebesar Rp 473.958.337. Hal ini dianggap sebagai pemborosan.
“Ketika pemborosan anggaran, bisa jadi itu juga jadi faktor kemiskinan (tidak menurun, red),” imbuhnya.
Pihaknya, kata Toto, melihat faktor kemiskinan dari sisi lain, termasuk dari sisi kebijakan anggaran yang tidak berpihak, malah boros. Anggaran yang tidak optimal itu, padahal bisa saja untuk meng-cover kemiskinan. (eki)