KUNINGAN (MASS) – Setelah BEM Unisa melalui menkesnya Ilyani melancarkan kritik keras soal stunting pada Dinkes Kuningan, muncul babak baru.
Pasalnya, selain adu data di media massa, muncul isu soal pemanggilan mahasiswa oleh dosen yang juga bekerja sebagai pegawai pemerintahan di Dinkes.
Karena hal itulah, belakangan dukungan mulai mengalir untuk Ilyani dan BEM Unisa. Setelah sebelumnya PMII Rayon FIK Komisariat Unisa, kini giliran IMM Komisariat STKIP yang bersuara.
Melalui sekertaris Umumnya, yang juga tercatat sebagai Ketua Bidang Sosial dan Kebijakan Publik Hima Dikbastrada, Handika Rahmat Utama menyebut sikap anti kritik bertolak belakang dengan tujuan pendidikan.
“Berpendapat dan menyampaikan pendapat itu sendiri merupakan hak yang diperoleh setiap warga Negara,” ujarnya.
Hal ini dilindungi oleh Negara lewat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang tertuang pada pasal 28 E ayat 3.
Menurutnya selama bersifat konstruktif dan disampaikan dengan cara yang tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku, maka mengkritik menjadi hal yang sah-sah saja.
“Terlebih jika disampaikan dengan landasan fakta dan data yang valid dan bisa dipertanggung jawabkan,” ujarnya Senin (13/7/2021) sore.
Terkait dugaan hal yang bereda beberapa waktu belakangan ini, Handika mengaku sangat menyayangkan sikap anti kritik.
Apalagi, jika memang berujung intimadasi, seperti yang belakangan beredar, itu dilakukan salah satu dosen terhadap mahasiswanya.
Tentu merupakan hal yang memprihatinkan jika buah fikir dan analisa mahasiswa yang diperuntukan sebagai alarm dan pengingat kebaikan, dibalas dengan ancaman-ancaman yang tidak seharusnya.
Terlebih intimidasi ini dilakukan oleh oknum dosen yang berperan sebagai pendidik. Karena sifat anti kritik amat tidak relevan dengan tujuan pendidikan.
“Yang salah satunya adalah menciptakan atau membangun daya kritis manusia,” ujarnya tegas.
Menurutnya, membungkam kritikan dengan ancaman, sama artinya mengkebiri nalar kritis manusia dan membunuh karakter anak bangsa yang jelas dilindungi undang-undang dasar.
Selain melanggar konstitusional, apa yang dilakukan salah satu oknum dosen ini melanggar kode etik dosen yang telah menyalahgunakan jabatan akademiknya sebagai dosen dengan semena-mena memberikan sanksi untuk kasus yang tidak korelatif dengan kegiatan akademik kepada mahasiswanya.
Dugaan ini, bukan hal yang sepele karena akan berdampak pada mentalitas generasi selanjutnya.
Dirinya mengatakan, sudah sepatutnya semua khawatir, jika mahasiswa yang pada statusnya melekat tanggung jawab moral mengontrol sosial, menjaga nilai-nilai dan menjadi agen perubahan justru apatis terhadap hal-hal yang tengah krisis.
“Juga harus bertanya-tanya, jika mahasiswa sebagai insan akademis kehilangan nalar kritis, tentu ini satu kemunduran,” sentilnya. (Eki)