KUNINGAN (MASS) – Gunung Ciremai, yang selama ini menjadi kebanggaan masyarakat Jawa Barat, kembali menunjukkan “luka” yang kian menganga. Kerusakan hutan di kawasan Ciremai—mulai dari pembukaan lahan ilegal, perambahan, hingga aktivitas wisata tak terkendali—menjadi ancaman nyata bagi keseimbangan ekologi Kabupaten Kuningan.
Dalam beberapa tahun terakhir, tutupan hutan di sejumlah blok kawasan konservasi mengalami penurunan. Vegetasi yang dahulu rapat kini menyisakan ruang terbuka yang rentan longsor dan mempercepat aliran permukaan. Kondisi ini tidak hanya merusak habitat satwa endemik, tetapi juga mengganggu sistem hidrologi yang memasok air bersih bagi ribuan warga di lereng hingga dataran Kuningan.
Kerusakan ini ibarat luka di punggung Ciremai. Jika tidak ditangani segera, dampaknya akan berlipat. Perubahan pola aliran air sudah mulai dirasakan masyarakat, terutama saat kemarau panjang dan musim penghujan ekstrem.
Pemerintah daerah dan pengelola Taman Nasional Gunung Ciremai diharapkan memperkuat pengawasan, mempertegas aturan pendakian, serta mengembangkan program rehabilitasi hutan yang melibatkan masyarakat sekitar. Edukasi berkelanjutan dinilai krusial untuk memastikan bahwa kegiatan ekonomi tidak mengorbankan kelestarian lingkungan.
Gunung Ciremai bukan sekadar objek wisata atau simbol daerah—ia adalah penyangga hidup bagi Kuningan. Melindunginya berarti melindungi masa depan ekologi dan kehidupan masyarakat yang bergantung padanya.
Oleh: Nuradiat, kordinator BEM Pesantren seluruh Indonesia Zona Kuningan.












