KUNINGAN (MASS) – Dikukuhkannya logo hari jadi Kuningan yang ke 522, menuai banyak reaksi. Hal itu terlihat di postingan Instagram @kuninganmass, setelah berita diterbitkan pada Senin (24/8/2020).
Reaksi ketidakpuasan, banyak ditunjukan terutama soal proses dan metode yang disebut-sebut hanya 10 menit. Selain kesan yang terburu-buru, tidak adanya nilai yang kuat di belakang logo, menjadi bahasan.
Komentar komentar bernada satire seperti kata ‘sungkem’ terlihat bertebaran di kolom komentar. Beberapa komentar juga terlihat panjang lebar menyoroti prosesi pembuatan logo serta hal-hal di belakangnya.
Kuninganmass.com mencoba bertanya langsung pada praktisi yang juga akademisi di bidangnya. Dosen Design Komunikasi Visual UPI asal Kuningan, Arief Johari yang juga sempat menulis di kolom komentar.
Dalam komentarnya, alumni ITB ini menyebut memang tidak ada design yang sempurna. Tapi setidaknya, ada hal penting yang harus diperhatikan, soal Metodologi.
“Karena metodologi yang baik, akan menghasilkan visual yang kokoh dan strong,” sebut Arief dalam komentar.
Logo, menurutnya harus berangkat dari metodologi dan riset. Dijelaskannya, logo bukanlah produk seni, tapi produk design berbasis ‘problem solving’. Setidaknya, ada dua metode dalam pembuatan design logo, Thinking dan Making.
“Melihat logo HK522, nampaknya tidak ada konektifitas antara metodologi dan hasil akhir penggarapan visual,” tulisnya.
Saat dikonfirmasi secara langsung, Arief menyebut Kuningan itu perlu sentuhan ‘branding’, karena sampai hari ini, tidak satukalipun Kuningan disentuh oleh desainer profesional.
Atas inisiatif dan kepedulian pada Kuningan, dirinya bahkan sudah meminta pemerintah daerah untuk review logo untuk hari jadi Kuningan.
“Betul saya sudah mengajukan itu, tadi sempet komunikasi namun belum ada jawaban lanjutan. Saya sebagi akademisi/praktisi desain sebetulnya tidak terlalu mempersoalkan visual, selama riset dan metodologinya sesuai dengan metode produksi desain,” tuturnya.
Praktisi juga akademisi lainnya, Ajay Ahdiat, pengajar di Design Komunikasi Visual Uniku yang juga mempertanyakan hal serupa.
“Risetnya seperti apa, tahapan kreatifnya seperti apa dan lain-lain yang saya sendiri gak terbayang dengan waktu sesingkat itu bisa membuat/menyelesaikan desain logo,” ujarnya pada kuninganmass.com (25/8/2020) malam.
Terlepas dari bagaimana hasil visual dan siapa yang membuatnya, Ajay mengaku tidak terlalu surprise.
“Jikapun harus berpendapat tentang hasil visualnya, yang mengganjal adalah adanya elemen kujang dari logo Pon Jabar yang ditempelkan ke logo hari jadi Kuningan. Itu sudah jelas keliru dalam proses dan hasil sebuah desain logo,” imbuhnya lebih lanjut.
Ajay mengaku, siapa dan dari kalangan manapun yang membuatnya tidak masalah, selama memiliki kredibilitas di bidang desain khususnya desain komunikasi visual / desain grafis.
“Hanya setelah melihat hasil dan sekilas tentang prosesnya itulah yang menjadi pertanyaan, khususnya mengenai kredibilitas/profesi/jabatan yang bersangkutan,” tulisnya dalam pesan singkat. (eki)