KUNINGAN (MASS)- Babinsa Acaran Kecamatan Kuningan Pelda Edi bersama warga setempat melakukan renovasi Petilasan Embah Buyut Gunung. Renovasi dilakukan karena kondisi petilasan kurang terawat.
Renovasi ini dilakukan sebagai salah satu upaya melestarikan nilai-nilai sejarah dan keagamaan di Desa Ancaran. Sebab, tempat ini sarat dengan sejarah.
Renovasi petilasan Keramat Embah Buyut Gunung Desa Ancaran di kompleks pemakaman Sadilem Desa Ancaran, Rabu (17/11/21) pagi. Perbaikan ini sebagai bentuk penghormatan dan agar pengunjung nyaman saat melakukan ziarah.
Awalnya kata Edi, ada yang membedah bahwa ini petilasannya Pangeran Pasarean atau Sultan Kedua Kacirebonan. Nama aslinya Raden Muhammad Arifin, putra Kanjeng Sunan Gunung Djati dari Nyimas Tepasan Majapahit, istri keenam.
“Petilasan ini dijaga oleh Syekh Maulana Muhammad Badruddin, yaitu murid kesayangan kedua Pangeran Pasarean,” jelasnya.
Ia menuturkan, renovasi tempat Tafakkurnya Kanjeng Sinuhun Gunung Djati saat berada di Kuningan tersebut ditujukan agar lebih representatif.
Dikatakan, Pangeran Pasarean selama hidupnya hanya berusia 34 tahun. Pangeran Pasarean lahir tahun 1518 masehi dan wafat tahun 1552 masehi saat pemberontakan Arya Penangsang mengambil alih kekuasaan Sunan Prawata sebagai Sultan Demak ke-4.
Posisi tanah Buyut Gunung tersebut, lanjut Pelda Edi, dimiliki oleh keluarga Almarhum Kiai Abdullah, tokoh Desa Ancaran.
Kiai Abdullah mengurus petilasan ini selama 35 tahun, dan meninggal tahun 2012. Sebagai kehormatan, Almarhum dikebumikan disamping petilasan Embah Buyut Gunung.
“Sekarang diteruskan kepengurusannya oleh putra tunggal Almarhum Kiai Abdullah, yaitu Bapak Maksum,” imbuhnya.
Pelda Edi menjelaskan, di Desa Ancaran terdapat puluhan makam Auliya, termasuk keturunan dari Keraton Kasepuhan Cirebon yang mengungsi saat zaman terbunuhnya Sultan Matangaji.
“Ini semua ditelusuri berdasarkan cerita-cerita dari Kasepuhan dan masyarakat Ancaran,” ungkapnya.
Diterangkan, Desa Ancaran dipercaya berdiri sejak tahun 1727 dengan diberikannya Surat Keputusan (SK) Kuno berupa mandat yang dibungkus kain putih, dan ditempatkan dalam bumbung bambu dari Embah Kuwu Sangkan Cirebon Girang kepada Embah Kuwu Mare sebagai Kepala Desa Pertama.
Dengan usianya yang hampir mencapai 300 tahun, kata Pelda Edi, Desa Ancaran memiliki sejarah yang cukup panjang, menjalani dan bahkan dipercaya terkait dengan beberapa tonggak sejarah serta sepak terjang beberapa tokoh besar di masa lalu.
Hal ini terlihat dari banyaknya makam, petilasan, serta situs bersejarah yang tersebar di Desa Ancaran, dan salah satunya adalah Petilasan Embah Buyut Gunung.
“Salah satu dari beberapa cerita turun temurun tentang asal mula nama Ancaran berasal dari Petilasan ini. Diceritakan bahwa nama Ancaran berasal dari pancaran sinar karomah putih yang tembus ke langit yang berasal dari Petilasan Keramat Embah Buyut Gunung,” ujarnya.
Sebagai Babinsa, Pelda Edi pun ikut bergerak sebagai bentuk kepeduliannya terhadap warisan sejarah tokoh ulama. Dengan keikhlasan dan niatnya yang tulus, ia terjun langsung bersama sejumlah warga yang sama-sama peduli terhadap keberadaan petilasan keramat di Desa Ancaran itu.
“Setelah direnovasinya petilasan Embah Buyut Gunung ini, kami berharap peziarah yang datang akan merasa lebih nyaman karena tempatnya sudah representatif. Diharapkan masyarakat, khususnya Desa Ancaran akan lebih peduli lagi terhadap makam-makam karuhunnya,” harap Pelda Edi.
Sementara itu, Pj Kepala Desa Ancaran, H Ikin Sodikin SSn, mendukung penuh atas ide dan gagasan yang sedang dilaksanakan Babinsa Ancaran tersebut. “Kita Pemdes sangat mendukung penggalian sejarah dan budaya leluhur di Desa Ancaran. Kami ucapkan terima kasih karena sudah mau menggali sejarah,” tandasnya. (agus)