KUNINGAN (MASS) – Surga dijelaskan atau digambarkan sebagai tempat yang memiliki keindahan dan kenyamanan. Tentu hal itu, dapat menimbulkan kebahagiaan bagi para penghuninya. Begitu juga dengan kota Kuningan, memiliki keindahan dan kenyamanan yang dapat menimbulkan kebahagiaan bagi para penghuninya. Namun kebahagiaan tersebut, sirna dengan adanya kawanan hama tikus yang hidup merusak kehidupan surga kecil tersebut.
Para kawanan Tikus melakukan deforestasi kebahagian dengan memasuki dan
mencoba mengatur kehidupan penghuninya. Dalam sistem kehidupan di surga kecil itu, mengenal sistem ketatanegaraan yang disebut dengan pemerintahan. Dalam system pemerintahannya terdiri dari Lembaga Eksekutif dan Legislatif yang saling bersinergi untuk merusak kehidupan penghuni surga kecil ini.
Deforestasi kebahagiaan terlihat pada masa akhir jabatan dari para Tikus Eksekutif dan Legislatif berkuasa. Deforestasi kebahagiaan terlihat dengan adanya mekanisme kegagalan para Tikus membayar tunjangan jasa para manusia (Gaji tunjangan) dalam pemerintahannya. Penyebab kegagalan itu diduga kuat karena para Tikus mengalihkan dana tunjangan jasa para manusia untuk membeli lahan yang diproyeksikan sebagai jalan baru di surga kecil itu. Tak sampai disitu, dugaan kuat lahan yang dibeli oleh Tikus tersebut merupakan lahan-lahan para kawanannya. Artinya, pembelian lahan dengan uang tunjangan jasa para manusia tentu menguntungkan kawanan dan golongannya.
Apabila melihat hal tersebut dalam perspektif ketatanegaraan manusia terutama di Indonesia, hal itu melanggar adanya Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). AUPB dalam kehidupan manusia di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Dikatakan dalam pasal 1 ayat 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan bahwasannya AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Lebih jelas lagi, dalam pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, AUPB meliputi asas : a. kepastian hukum; b. kemanfaatan; c. ketidakberpihakan; d. kecermatan; e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan; g. kepentingan umum; dan h. pelayanan yang baik. Tentu apabila melihat peristiwa para Tikus di surga kecil tersebut, dapat dianalisis bahwasannya keputusan yang mereka ambil tidak memiliki asas ketidakberpihakan, tidak menyalahgunakan kewenangan dan kepentingan umum. Asas ketidakberpihakan tidak terlihat dalam kebijakan para Tikus tersebut, buktinya mereka tidak mempertimbangkan para pegawainya dan tentu hal itu sangat diskriminatif terhadap pegawainya. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan tidak terlihat dalam keputusan para Tikus tersebut, buktinya mereka mencampuradukkan kepentingan diri para Tikus dan kawanannya untuk mendapatkan uang dari keputusan tersebut. Terakhir, asas
kepentingan umum tidak terlihat dalam keputusan tersebut, buktinya para Tikus tidak mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum, kemanfaat yang kini terlihat hanya bagi dirinya dan golongannya.
Terlihat dalam paragraf diatas, bahwasanya Kepemerintahan para Tikus tersebut tidak sesuai dengan AUPB dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Namun dalam hal ini, hukum tidak bisa bertindak leluasa layaknya bertindak kepada para subjek hukum yang lemah, hal itu karena hukum merupakan produk dari para penguasa itu sendiri. Terlebih lagi peristiwa ini terjadi di surga kecil dan dilakukan oleh para Tikus. Sebagaimana yang kita ketahui, Tikus yang merupakan hewan dan tidak memiliki hati nurani serta akal, bukanlah subjek hukum yang dapat dihukum. Untuk itu, apabila kebahagiaan di surga kecil tidak ingin di deforestasi secara terus
menerus oleh kawanan para Tikus Eksekutif dan Legislatif, maka haruslah ada
malaikat-malaikat kecil yang menabur serbuk-serbuk anti hama tikus di surga kecil tersebut.***
Wildan Nurmujaddid Erfan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Uha Nasuha
1 Maret 2023 at 09:12
Semoga paratikus melek huruf, dan meluangkan waktu membaca karya tulis ini.
Robi Kosasih
1 Maret 2023 at 13:22
Disamping menyangkut pembebasan lahan untuk jalan lingkar baru , pelanggaran asas pemerintahan yang baik, ketidak berpihakan, kemungkinan juga juga bisa menyangkut pemilihan proyek yang bisa terealisasi pencairan dan yang belum bisa cair atau gagal bayar. Perlu penelitian proyek yang sudah bisa cair dan yang gagal bayar punya siapa saja.