KUNINGAN (MASS) – Founder Swara Pemoeda, Muhammad Hanif, menyoroti secara kritis pembahasan Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang saat ini sedang digodok di DPR RI. Hanif menilai bahwa beberapa ketentuan dalam RUU ini dapat menciptakan ketimpangan hukum yang serius, terutama dalam pembagian kewenangan antara Kepolisian dan Kejaksaan dalam proses penyidikan dan penuntutan perkara pidana.
RUU KUHAP yang dirancang untuk memperbarui sistem peradilan pidana di Indonesia justru berpotensi melemahkan peran Kepolisian dengan mengurangi kewenangan penyidikannya. Hanif menegaskan bahwa perubahan ini dapat menghambat efektivitas penegakan hukum serta menciptakan dominasi Kejaksaan dalam sistem peradilan, yang berisiko menurunkan independensi penyidikan.
“Revisi ini perlu dikaji lebih dalam agar tidak menimbulkan ketimpangan dalam sistem penegakan hukum. Jika Kepolisian kehilangan sebagian besar kewenangannya dalam penyidikan, maka efektivitas penanganan kasus bisa terganggu. Jangan sampai perubahan ini justru membuat birokrasi semakin berbelit dan merugikan masyarakat dalam mencari keadilan,” tegas Hanif, Selasa (25/2/2025).
Swara Pemoeda juga menyoroti beberapa pasal dalam RUU KUHAP yang berpotensi menimbulkan persoalan hukum, di antaranya:
Pasal tentang Penyidikan oleh Kejaksaan – Memberikan kewenangan penuh kepada Kejaksaan dalam proses penyidikan, yang berisiko menciptakan konflik kepentingan dalam sistem peradilan pidana.
Pasal Pembatasan Penyidikan oleh Kepolisian – Membatasi kewenangan penyidikan Kepolisian sehingga peran mereka lebih terbatas, yang berpotensi menghambat penegakan hukum.
Ketimpangan Hak antara Korban dan Tersangka – Perlindungan hukum yang lebih condong kepada tersangka dibandingkan korban kejahatan, sehingga prinsip keadilan menjadi timpang.
Dalam kesempatan tersebut, tegas Hanif, Swara Pemoeda mendesak DPR RI agar tidak terburu-buru dalam mengesahkan RUU KUHAP tanpa kajian yang komprehensif. Hanif menekankan bahwa revisi harus dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan kewenangan antar-lembaga serta memastikan bahwa kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama dalam sistem hukum nasional.
“Kami mendesak DPR RI untuk membuka ruang partisipasi publik yang lebih luas dalam pembahasan RUU KUHAP. Jangan sampai revisi ini hanya menjadi kepentingan segelintir pihak tanpa mempertimbangkan efek jangka panjang bagi masyarakat dan aparat penegak hukum,” pungkas Hanif.
Sebagai bentuk aksi nyata, tegas Hanif, Swara Pemoeda akan terus mengawal proses legislasi ini dan mengajak seluruh elemen masyarakat, akademisi, serta praktisi hukum untuk bersama-sama mengkritisi dan memberikan masukan konstruktif terhadap RUU KUHAP. (eki)