KUNINGAN (MASS) – Tidak terasa kini kita kembali melewati pergantian tahun baru Hijriyah, dari tahun 1445 H berganti menjadi 1446 H. Momentum pergantian tahun baru ini hendaknya dijadikan sebagai pelajaran berkolaborasi dalam membangun bangsa dan negara.
Peristiwa hijrah Nabi SAW dan para sahabatnya bukan suatu kebetulan. Ini merupakan sebuah proses pematangan tanggung jawab kepemimpinan umat dalam pengelolaan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Pemilihan Madinah sebagai tempat hijrah pun berdasarkan wahyu Ilahi.
Nabi SAW bersabda, “Tempat hijrah kalian sudah diperlihatkan kepadaku. Aku telah melihat tanah bergaram dan ditumbuhi pohon kurma berada di antara dua gunung yang berada di Harrah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kemudian Nabi SAW memerintahkan umat Islam berhijrah secara sembunyi-sembunyi dan bertahap agar tidak mendapatkan gangguan dari kaum kafir Makkah. Perjalanan hijrah Nabi SAW dilakukan dengan berkolaborasi yang melibatkan banyak pihak.
Pertama, Ali bin Abi Thalib. Ia mendapatkan tugas untuk mengecoh orang-orang kafir Quraisy yang hendak menghalangi hijrahnya Nabi dan berencana membunuhnya. Ia tidur di tempat tidur Nabi dan berselimut dengan mantel Nabi berwarna hijau berasal dari Hadhramaut.
Kedua, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia bertugas menemani Nabi, yang sebelumnya telah menyiapkan dua ekor unta untuk hijrah dan menemani Nabi sembunyi di gua Tsur selama tiga hari.
Ketiga, Abdullah bin Abu Bakar. Ia bertugas sebagai pencari informasi, jika malam hari membersamai Nabi dan Abu Bakar serta menyampaikan informasi terkait situasi di luar Tsur. Ia meninggalkan keduanya pada akhir malam dan pagi harinya menyelusup ke tengah orang-orang Quraisy untuk menyadap informasi.
Keempat, Amir bin Fuhairah. Ia bertugas menggembalakan domba. Pada petang hari ia menggembala di dekat gua Tsur agar Nabi dan Abu Bakar dapat meminum susu domba dan menggiring domba untuk menghapus jejak langkah kaki Abdullah bin Abu Bakar.
Kelima, Abdullah bin Araiqath. Ia orang kafir yang mengetahui seluk beluk jalan dan dibayar oleh Abu Bakar yang diberi tugas untuk memandu perjalanan menuju ke Madinah.
Keenam, Suraqah bin Malik. Ia mengejar Nabi untuk mendapat hadiah, namun akhirnya menyerah karena mengetahui kerasulan Nabi dan diminta merahasiakan pertemuan tersebut. Bergitulah Suraqah, yang pada pagi harinya bersemangat mencari Nabi namun pada sore harinya ia menjaga Nabi SAW.
Ketujuh, Asma binti Abu Bakar. Ia bertugas merahasiakan hijrahnya Nabi SAW dan Abu Bakar serta membawakan makanan ke gua Tsur setiap hari padahal dalam kondisi sedang hamil.
Mengapa perjalanan hijrah Nabi SAW dilakukan dengan kolaborasi banyak pihak? Hal ini sebagai pelajaran berharga bahwa untuk mengelola suatu bangsa tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, namun diperlukan kerja sama dan sama-sama kerja. Inilah yang disebut dengan kolaborasi dalam membangun negeri. Wallahu a’lam.
Imam Nur Suharno