KUNINGAN (MASS) – Dengan kita memahami budaya maka harapannya dapat membuka kemudahan dalam keberlangsungan hidup kita sebagai makhluk sosial.
Apalagi kita berada di lingkungan sosial yang padat akan kebudayaan antar suku, etnis, agama, bahasa, dan lain sebagainya.
Maka dari itu, penting kita memahami budaya dalam berkomunikasi. Misal, dalam sebuah hubungan terdekat bila tidak sefrekuensi dalam hal pengetahuan dan gaya hidup saja akan sulit menemui persamaan makna dikeduanya.
Jadi, dalam tulisan kali ini saya mengajak pembaca untuk mengkaji bersama, pentingnya belajar komunikasi antarbudaya melihat tujuannya sejalan dengan tujuan komunikasi yaitu untuk mencapai keefektifan dalam sebuah hubungan.
Sebelumnya ada beberapa contoh fenomena sosial dalam sudut pandang Komunikasi antarbudaya yang beberapa kurun waktu belakangan ini cukup hype di portal media pemberitaan.
Bahkan konsistensi kehadiran sebuah konten yang fokus dalam penerapan komunikasi antarbudaya di media sosial.
Yang pertama, ada channel Youtube Fikinaki, yang sudah beberapa tahun menggunakan Youtube sabagai saluran ekspresinya membuat konten interaktif antar pengguna di Ome TV dengan latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda-beda.
Namun, Fikinaki ini dapat menyesuaikan diri dengan keberagaman yang secara random Ia jumpai.
Nah, itu dia pentingnya bahasa dan penggunaan media yang tepat dalam praktik komunikasi antarbudaya di era masyarakat digital seperti sekarang ini.
Mungkin Ia tidak cukup paham dengan seluk beluk kebudayaan orang lain yang random Ia jumpai tadi, bisa tiba-tiba dari Rusia, Jepang, Korea, Thailand, dan sebagainya.
Namun dengan Ia memahami bahasa, at least bahasa Inggris sebagai bahasa internasional yang diakui.
Ia bisa diterima dan menarik ketersediaan lawan bicaranya tersebut untuk saling sharing sebagai bahan konten video-nya dia.
Bahkan ada yang sampai viral ya saat Ia bertemu dengan Dayana, sampai kalau ga salah Dayana tertarik mempelajari kebudayaan kita, Indonesia.
Nah itu dia contoh penerapan bahasa dan penggunaan media yang tepat dalam praktik komunikasi antarbudaya
Kemudian yang ke-2, ada Apriliani R dan Greysia Polli, pemenang ganda putri di ajang bergengsi oliympic Jepang kemarin.
Mereka berdua kalau tidak dipersatukan dengan frekuensi tujuan dan proses sebagai bentuk komunikasi transaksional yang sama bisa saja tidak akan menemui kefektifan dalam mencapai tujuan mereka tersebut.
Lagi-lagi semua bermula dari komunikasi, mengingat komunikasi adalah kebutuhan fundamental yang sangat dasar dan penting dimiliki manusia sebagai makhluk sosial.
Grey dari Jakarta, Apriliani dari Sulawesi, dari sisi agama mereka juga berbeda, namun mereka dapat menemukan kemudahan dengan saling menghargai melalui sebuah komunikasi yang efektif dan dapat diterima satu sama lain.
Bahkan menjadi jembatan untuk kita sebagai warga Indonesia juga yang menonton dan ikut merasakan kebanggaan atas perolehan medali emas oleh mereka berdua, ya.
Dan contoh yang terakhir, bahwa komunikasi antarbudaya erat kaitannya dengan era globalisasi.
Di massa pandemi seperti sekarang ini saja contohnya, kita tidak bisa melakukan peran secara egois tanpa membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak dan sektor industri terutama dalam bidang kesehatan, kerjasama untuk tujuan keberlangsungan negara juga diperlukan aspek dukungan dari negara lain.
Indra Rudiansyah, salah satu mahasiswa yang patut diapresiasi, di tengah studinya di Oxford dan kemampuan Ia dalam menciptakan sebuah awal komunikasi dengan tim peneliti vaksinasi.
Pada akhirnya Ia dipercaya untuk bergabung sebagai salah satu tim vaksinasi dari Indonesia di Universitas Ocxford, bersama ketua timnya yaitu Sarah Gilbert pada saat itu.
Dalam melakukan perannya sebagai tim dengan anggota yang pasti jelas memiliki kebudayaan yang sangat berbeda yaitu mayoritas budaya barat.
Pasti butuh penyesuaian dari sudut pandang budaya agar dapat diterapkan sebagai bentuk komunikasi yang efektif.
Nah itu dia beberapa contoh fenomena komunikasi antarbudaya yang masih banyak lagi sebetulnya karena pentingnya kita belajar komunikasi antarbudaya juga bukan hanya dari ke-tiga ini saja.
Sebelum kita memahami interaksi antarbudaya maka kita harus paham dulu komunikasi manusia.
Jadi objek kajian kita dalam memahami komunikasi antarbudaya tentu adalah manusia dimana memiliki akal dan budi terutama saat dia mengambil tindakan dalam sebuah proses komunikasi untuk motif komunikasi tertentu.
Dan kita menyadari bahwa komunikasi yang diintrepetasikan melalui pesan yang masih bersifat abstrak ini dapat berupa lambang atau simbol-simbol dari sebuah perilaku manusia itu sendiri.
Ini kita sambil mengulas salah satu dimensi dalam berbagai definisi komunikasi itu sendiri ya, salah satunya adalah pada konteks kesengajaan dengan melibatkan beberapa unsur komunikasi seperti sumber, encoding, pesan, saluran, penerima, decoding, respons penerima, dan umpan balik.
Nah, unsur-unsur ini nantinya untuk apa? Tentu banyak faktor yang berperan dalam suatu peristiwa komunikasi.
Apalagi jika kita menuntut tujuan dalam persamaan persepsi antarbudaya, akan ada proses disepanjang peristiwa komunikasi tersebut.
Ada beberapa esensi dari karakteristik komunikasi itu sendiri.
Dimana communication as a procces atau komunikasi sebagai bagian dari proses, dalam proses di sini yaitu pada level sebuah hubungan antar manusia, bahwa memang komunikasi adalah kebutuhan yang mendasar, manusia selalu berkomunikasi, manusia tidak dapat menghindari komunikasi.
Maka, ada beberapa karakteristik yang akan membantu untuk memahami bagaimana komunikasi itu berlangsung yaitu:
Komunikasi itu dinamik
Komunikasi itu interaktif
Komunikasi itu tidak dapat dibalik
Komunikasi berlangsung pada konteks fisik dan sosial.
Nah dari ke-empat karakteristik inilah, salah satu yang menjembatani kita untuk mempelajari faktor lain disepanjang keberlangsungan peristiwa komunikasi adalah di bagian komunikasi berlangsung dalam konteks fisik dan sosial.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa adanya simbol-simbol di luar dari objek manusia itu sendiri dapat mempengaruhi komunikasi.
Contoh simpelnya nih ketika kita sedang berkomunikasi antarbudayaung, akan identik dengan dresscode hitam, menandakan rasa turut berbela sungkawa.
Kemudian, dalam sejarah misal perundingan perdamaian perang dunia ke-2 yaitu antara sekutu dengan jerman di Paris, butuh waktu juga ternyata sekedar menentukan bentuk meja bundar sebagai bentuk persamaan derajat semua pihak terlibat.
Kemudian, dalam konteks sosial, juga ternyata mempengaruhi level hubungan sosial terutama saat kita berada pada dunia bisnis, sangat terlihat hubungan sosial anatara atasan dan bawahan, sikap hormat dan kurang hormat diantara keduanya, gugup dan kepercayaan diri, dan sebagainya.
Nah, kesimpulannya apa. Pada akhirnya, komunikasi manusia itu terjadi di lingkungan sosial yang kompleks yang merefleksikan bagaimana interaktifitas dengan orang lain.
Maka, kalau kata Ahmad Sihabudin dalam bukunya yang berjudul Komunikasi antar budaya (perspektif multidimensi) lingkungan sosial ini adalah budaya, itulah mengapa kita perlu paham budaya untuk bisa paham juga esensi sebuah komunikasi itu sendiri.
Lalu apa keterkaitannya atara budaya dan komunikasi?
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya lah yang menentukan seluruh perbendaharaan perilaku kita.
Maksudnya bagaimana? Peristiwa komunikasi yang kita lalui sehari-hari tak terlepas dari ketergantungan pada aspek budaya, maka konsekuensinya adalah budayalah yang melandasi komunikasi, budaya beragam, maka jangan heran jika beragam pula praktik komunikasinya (Sihabudin, Ahmad, 2011).
Contohnya, kita sebagai orang jawa misal, akan merasa tidak terbiasa dengan aspek budaya dari teman kita dari Medan atau Timur.
Misal dari aspek bahasa dan gaya penyampaian, karena kita terbiasa dengan intonasi yang kalem, lemah lembut, sedangkan teman kita terbentuk dari budayanya yang tegas dan cenderung berkarakteristik keras. Dari sinilah kita akan belajar komunikasi antarbudaya.
Selanjutnya, kita kaji komunikasi antarbudaya sebagai suatu suatu fenomena sosial, ada beberapa pandangan para pakar berkaitan melihat fenomena sosial dari paradigma komunikasi antarbudaya.
Pertama, menurut (Samovar, 1981) menyebutkan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi ketika terdapat pertemuan antara individu dengan latar belakang berlainan.
Ditambah dengan mobilitas orang yang semakin mudah dan sering seperti dalam dunia bisnis jika nanti harus bekerja dalam satu perusahaan dan akan berhadapan dengan client dari negera lain mengingat adanya perdagangan bebas, dengan adanya ekspansi bisnis dari luar ke dalam negeri dan sebaliknya seperti yang disampaikan oleh (Meletzke, 1978) bahwa masyarakat memiliki sifat mobile dan dynamic).
Tidak dapat dipungkiri, hal ini sering memunculkan sebuah resiko yaitu pada kegagalan transaksi bisnis karena kegagalan dalam komunikasi antarbudaya seperti gegar budaya hingga etnosentrisme.
Kegagalan ini dapat berupa perbedaan ekspektasi antar individu dengan kebudayaan berbeda-beda dalam suatu kelompok bisnis misalnya. Seperti yang dikatakan oleh (Hall & White, 1979) bahwa perbedaan ekspektasi yang sering menimbulkan resiko.
Untuk menghindari hal-hal negatif dalam komunikasi antarbudaya maka perlu untuk kita menumbuhkan rasa saling memahami karena sejatinya manusia sebagai makhluk sosial pasti membutuhkan kehadiran individu lain untuk saling melengkapi kebutuhannya.
Seperti yang dikatakan oleh (Scharm, 1976) bahwa Komunikasi sebagai suatu fenomena sosial ini salah satunya untuk menumbuhkan rasa saling membutuhkan di seluruh dunia.
Komunikasi yang efektif tentu menjadi tujuan dalam suatu interaksi dan sejalan dengan komunikasi antarbudaya. Kenapa penting untuk kita belajar komunikasi antarbudaya?
Pertama global village atau desa global
Ada anggapan bahwa komunikasi antarbudaya akan semakin penting dan vital dari masa-masa sebelumnya.
Hal ini didukung dengan semakin kompleksnya perkembangan media komunikasi yang tidak hanya berbentu media massa saja tapi juga media umum seperti perkembangan electronic media seperti telepon, televisi, radio.
Bahkan hingga saat ini era komunikasi semakin interaktif dengan kehadiran portal media online yang menghubungkan dunia secara global.
Maka tidaklah mengherankan, kalau perkembangan dunia saat ini semakin menuju pada suatu global village atau desa dunia, Dimana saya ingatkan kembali bahwa global village ini adalah konsepsi ilmiah Mcluhan yang menjelaskan fenomena keterkaitan antar warga dunia akibat dari perkembangan teknologi informasi.
Jadi, walaupun kita berjarak saat ini misal dalam kondisi pandemi tapi kita masih bisa berinteraksi, banyak juga mahaiswa luar negeri yang melakukan pembelajaran jarak jauh antar negara.
Seperti sekarang saja dengan kebijakan merdeka belajar, kalian sebagai mahasiswa dapat membuka jejaring wawasan dengan mengikuti internship atau pertukaran pelajar bahkan secara virtual.
Kemudian yang kedua adalah, Globalisasi.
Globalisasi ini kemudian memunculkan beberapa aspek yang menterbelakangi kita mempraktikan komunikasi antarbudaya.
Pertama, Bisnis internasional dan perdagangan bebas, yang diawal saya jelaskan bahwa banyak ekspansi bisnis yang masuk baik dari luar maupun dari dalam negeri ke luar.
Tentu ini membuka kesempatan kita bertemu dengan orang asing yang memiliki latar belakang budaya berbeda.
Dalam dunia bisnis yang memiliki manajemen organisasi, kita dituntut penyesuaian di sana, dalam kacamata teori penyesuaian-penyesuaian yang tanpa sadar kita lakukan akan mengakomodasi proses interaksi kita ke arah komunikasi yang efektif sehingga tercapai visi bisnis yang diharapkan.
Kemudian perkembangan teknologi dan travel, kita dimudahkan dengan teknologi dan akses perjalanan ke antar daerah bahkan antar negara juga menjadi jembatan untuk kita bertemu dan berinteraksi dengan banyak individu berbeda budaya.
Kompetisi sumber daya alam Indonesia dengan segala teritorialnya juga perlu untuk membangun hubungan dan kerjasama yang baik antar negara hal ini tentunya untuk menghindari sebuah konflik.
Nah, penting untuk kita belajar komunikasi antarbudaya juga sebagai bagian dari internasional security dan conflict.
Sebagai warga negara dan juga manusia yang sifatnya mobile dan dinamis belum ditambah dengan akssesbilitas teknologi informasi, infrastruktur dan transportasi maka komunikasi antarbudaya ini kemudian akan memancing kesadaran akan masalah-masalah dunia yang harus ditangani bersama.
Seperti yang kita tahu ada beberapa konflik yang melibatkan antar negara, secara langsung kita sebagai warga negara Indonesia tidak terlibat tapi sesama manusia, kita masih bisa memberikan atensi dalam bentuk bantuan internasional.
Semoga dengan kita memahami komunikasi antarbudaya terkhususnya di era serba virtual semenjak masa pandemi seperti sekarang ini dapat menciptakan sebuah sinergitas yang mampu memberikan kemudahan serta kerukunan dalam keberlangsungan hidup antar manusia dengan segala keunikannya.***
Sumber:
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2006. Komunikasi Antarbudaya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: LkiS, 2003
KARIM, Abdul. KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI ERA MODERN. AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, [S.l.], v. 3, n. 2, p. 319-338, jan. 2016.
Penulis : Dessy Kushardiyanti, M.A
Dosen Komunikasi Penyiaran Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon