KUNINGAN (MASS) – Pernyataan mahasiswi cantik yang tergabung dalam Gerimis beserta mantan presiden BEM UNIKU dibalas oleh Ketua HMI Cabang Kuningan, Arip Syamsul Aripin. Ia mengawalinya dengan menceritakan sejarah perjuangan gerakan mahasiswa yang identik dengan memperjuangkan rakyat.
“Pada tahun 1966 mahasiswa mengangkat isu ‘Bahaya Laten PKI’, dilanjut pada 1973 yang memperjuangkan rakyat dengan menolak produk impor dan sinisme warga keturunan. Puncaknya pada tahun 1998 yang merupakan agenda besar mahasiswa yakni melengserkan penguasa otoriter yang merugikan rakyat,” bebernya kepada kuninganmass.com, Minggu (22/4/2018).
Kaitan dengan Kabupaten Kuningan ini, lanjutnya, dalam menentukan seorang pemimpin bukan ditunjuk bapaknya atau ibunya sebagai penguasa ataupun pengusaha yang bisa membeli kekuasaaan. Akan tetapi ditentukan oleh rakyat.
Arip juga menjelaskan dengan tegas tentang apa yang dimaksudkan dengan pelacur yang mengaku mahasiswa itu. “Pelacur yang dimaksudkan itu ialah seorang intelektual yang menggadaikan idealismenya karena buta melihat recehan dan janji manis calon penguasa,” tegasnya.
Kepada kuninganmass.com, dia pun menyanggah pernyataan yang dilontarkan oleh mantan Presma UNIKU, Indra Adila Pratama. Dirinya tidak habis pikir kenapa gerakan itu muncul atas nama paslon dan munculnya saat momentum pilkada.
“Gerakan ‘mahasiswa’ jaman now, haruskah atas nama paslon? Kenapa perjuangannya baru muncul saat momentum pilkada? Yang terkesan menjadi ‘pejuang karbitan’ mengatas namakan rakyat! Harga beras naik melebihi HET, BBM, TDL naik yang jelas-jelas dampaknya terasa oleh masyarakat kecil. Yang mengatasnamakan ‘mahasiswa’ kemana aja?,” sanggahnya.
Selain itu, dia bingung dan mempertanyakan apakah dibenarkan membuat suatu gerakan “mahasiswa” atas dasar meruntuhkan dinasti. “Saya pertanyakan gerakan atas nama “mahasiswa” itu atas dasar idiologi atau tendensi?,” ketusnya.
Dia menyarankan, lebih baik membuat gerakn atas nama “Gerakan Siswa” yang mendukung salah satu paslon. Kalau offside “gurunya” bisa ditegur oleh kepala sekolah dibanding dengan Gerakan Mahasiswa/i.
“Jika “mahasiswa” dikatakan milik semua, jangan menyalahkan kalau dikata mengklaim “mahasiswa” secara general. Karena kata “mahasiswa” adalah kata yang melembaga dan mengikat. Jika gerakannya atas nama rakyat itu tidak jadi soal. Jadi, Mahasiswa Rakyat Yes, Mahasiswa Paslon No!,” tandasnya. (argi)