KUNINGAN (MASS) – Disebutnya Kuningan sebagai wilayah yang masuk dalam kategori miskin ekstrim, dan nampaknya belum keluar sampai sekarang, membuat banyak orang bertanya.
Salah satunya dari kalangan akademisi, mahasiswa yang tergabung dalam GMNI. Setelah pada November 2021 lalu menggelar Focus Group Discussion, ternyata dari diskusi yang dieskpos itu, masih belum dirasakan hasilnya untuk mendorong keluar dari kemiskinan ekstrim.
Karena merasa belum optimal itulah, DPC GMNI Kuningan datang ke Dinas Soaial Kabupaten Kuningan, pada Senin (07/03/2022) sore untuk bertanya dan audiensi.
Audiensi sendiri, dipandu oleh Hendra Nur’ Rochman. Dijelaskannya bahwa, kedatangan kader GMNI ini sebagai bentuk tindak lanjut mencari solusi dalam upaya menarik Kuningan keluar dari lingkaran miskin ekstrim. Hadir dalam audiensi itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kuningan Dr Deni Hamdani M Si.
“Seperti yang kita ketahui, pada September 2021 lalu Kuningan diumumkan sebagai salah satu kabupaten miskin ekstrim di Jawa Barat. Lalu pada bulan November lalu, kami adakan Focus Group Discussion sebagai respon serius isu tersebut dengan ikut serta mengundang SKPD terkait, mahasiswa, akademisi dan Wakil Bupati sebagai ketua tim percepatan penanganan kemiskinan,” ujarnya menerangkan.
Namun, lanjutnya, yang menjadi sorotan pihaknya saat audiensi kali ini adalah langkah-langkah Dinsos dalam upaya menarik keluar Kuningan dari lingkaran miskin ekstrim dengan program-program yang memang bukan hanya efektif tapi juga tepat sasaran dalam pelaksanaan programnya.
Lebih lanjut, kata Hendra, Dinsos ini menjadi salah satu leading sector dalam upaya penanganan miskin ekstrim di kabupaten Kuningan.
“Sebagai contoh program strategis dalam upaya penanganan miskin ekstrim adalah Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang menurut pak kadis mampu meningkatkan tingkat konsumtif masyarakat sehingga membantu perekonomian masyarakat untuk tumbuh. Namun sangat disayangkan pada saat pelaksanaanya masih banyak desa-desa yang tidak taat terhadap Kepdirjen PFM No 29 Tahun 2022,” ujarnya.
Kader GMNI lainnya, Zio Rahaden Ranu mengatakan pihaknya mendorong Dinsos untuk melakukan evaluasi dan monitoring terhadap desa karena hasil temuan pihaknya, masih banyak KPM yang tidak tepat sasaran.
“Harus ada sanksi yang tegas dan nyata terhadap desa yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan BPNT atau bantuan bantuan yang lain,” tuturnya.
Bahkan, lanjut Zio, hasil observasi di Desa Paninggaran Kecamatan Darma, pihaknya menemukan adanya pengondisian oleh pihak desa untuk berbelanja disalah satu e-warung.
“Bahkan ada indikasi intimidasi oleh desa kepada masyarakat. (Dan kejadian ini) bukan hanya di Paninggaran, tetapi beberapa desa di wilayah Darma pun sama halnya seperti Paninggaran. Seolah-olah sudah sistematis dan terintegrasi satu sama lain,” tuturnya.
Kader GMNI lainnya, yang juga warga Desa Paninggaran Dimas mengiyakan adanya ketidaksesuaian pelaksanaan dengan Kepdirjen PFM No 29 Tahun 2022, untuk penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai di desanya.
“Mulai dari pemerintahan desa tidak mengetahui juklak juknis dalam penyaluran BPNT, padahal seharusnya kan pihak desa menerima sosialisasi dari Dinsos atau kantor pos untuk teknis pelaksanaan penyaluran BPNT periode Januari-Maret,” imbuhnya.
Dimas mengaku sangat menyayangkan ada usaha pengarahan dari salah satu aparatur desa terhadap masyarakat untuk berbelanja ke salah satu e-warung. Dan e-warung ini, tudingnya, bersifat dadakan atau hanya ada pada saat ada program bansos saja.
“Ditambah dengan harga yang sangat mahal tidak sesuai dengan harga di pasaran, adanya rasa takut juga di masyarakat dikarenakan masyarakat merasa takut apabila tidak berbelanja di e-warung tersebut akan dicoret atau tidak akan mendapatkan bantuan lagi,” keluhnya.
Dirinya berkesimpulan, ada rasa ketidakpercayaan pemerintah desa terhadap masyarakat sehingga dalam pembelanjaan diatur oleh pemerintah desa.
Kader lainnya, yang juga satu desa Sarinah Nadia
“Menanggapi isu ini saya selaku teman dari Dimas dan yang terlibat khusus dalam kasus ini yang memang asli masyarakat Paninggaran yang sedang berusaha untuk berontak untuk meningkatkan suatu keadilan yang dialami,salah satunya terhadap BPNT, bantuan yang ditunjukkan kepada KPM,” ujarnya mengawali.
Dengan adanya peraturan Pemensos nomor 20 tahun 2019 dan kepDirjen PFM nomor 29 Tahun 2022, koordinator wilayah dilarang mengarahkan, memberikan ancaman atau paksaan kepada KPM BPNT untuk melakukan pembelanjaan di e-warung tertentu serta membeli bahan pangan dalam jumlah tertentu di e-warung dan membentuk e-warung dan juga menjadikan pemasok bahan pangan di e-warung dan menerima imbalan dari pihak manapun baik dalam bentuk uang maupun barang terkait penyaluran BPNT.
“Sedangkan yang saya tahu saat penelitian, masyarakat Paninggaran mengalami pengarahan dan adanya bentuk Intimidasi terhadap KPM. Jadi di mana bentuk tanggung jawab Dinsos ?” tanyanya.
Dirinya menilai, Kadinsos dalam audiensi itu hanya melontarkan jawaban pembelaan bahwasannya kerja Dinsos sudah semaksimal mungkin. (eki)