KUNINGAN (MASS) – Ulama kenamaan yang juga petinggi MUI pusat, KH Muhammad Cholil Nafis Lc Ph D, nampak datang ke Yayasan Pondok Pesantren Husnul Khotimah Kuningan, Kamis (1/6/2023) kemarin. Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, datang ke Husnul Khotimah untuk menyampaikan orasi ilmiah.
Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah Depok itu, menyampaikan orasi ilmiah pada acara Haflah Attakharruj (kelulusan) dan Wisuda hafidz serta hafidzah MA Husnul Khotimah bertajuk “Peran Alumni Bersinergi Membangun Negeri”.
Di hadapan santri, ustadz serta jajran pemerintahan yang hadir, lelaki yang juga menjabat sebagai Ra’is Syuriah PBNU itu menyampaikan beberapa hal penting. Pertama, ia mengucapkan selamat pada segenap keluarga besar Pesentren Husnul Khotimah yang telah berhasil menghasilkan lulusan baru yang akan menambah modal bagi bangsa Indonesia dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Dalam orasinya, KH Cholil Nafis menyampaikan peberubahan cepat di era globalisasi. Dan untuk meresponnya, diperlukan paradigma baru untuk membangun sumber daya manusia yang unggul.
Ia mengibaratkan, pengembangan sumber daya manusia bukanlah merupakan suatu produk manufaktur yang sekali jadi, tetapi seperti layaknya pengembangan tanaman yang harus dipilih bibitnya dengan tekun, dipilih tanahnya yang subur, atau kalau perlu dikerjakan tanahnya lebih dahulu agar tanamannya bisa tumbuh subur, dan secara tekun harus disiram, dipupuk, dan dijauhkan dari tanaman liar yang bisa mengganggunya.
“Karena itu, sumber daya manusia harus dikembangkan dengan pemeliharaan sejak dini dengan sebaik-baiknya, dibangkitkan motivasi dan kemauannya untuk maju, dipompa kemampuannya, dan diberikan dorongan yang positif agar sanggup membangun dan bekerja keras. Mereka harus sadar bahwa hanya dengan ilmu yang luas dan bekerja keras mereka berhak mendapatkan kesuksesan dan meraih kesejahteraan untuk masa depan pribadi dan bangsanya,” pesannya.
Selanjutnya, KH Cholil Nafis juga menekankan pentingnya pondok pesatren sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia yang sudah barang tentu, tumpuan harapan dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks dilingkungan masyarakat.
Fungsi pesantren tidak hanya sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (center of exellence), sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (human resource), tetapi juga diharapkan menjadi lembaga yang dapat melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of development).
“Kedudukan pesantren bukan hanya dalam fungsi pendidikan, namun juga dalam fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren,” sebutnya.
Belakangan, lanjutnya, terjadi sintesa antara pondok pesantren dengan perguruan tinggi, yang dapat dipandang sebagai perkembangan yang konstruktif. Sekarang ini, banyak pondok pesantren yang mendirikan perguruan tinggi, dan sebaliknya. Bahkan terjadi integrasi Pendidikan umum dan pendikan agama.
Panjang lebar, KH Cholil Nafis memaparkan bagaimana histori dan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, pun yang terjadi di Indonesia sejak zaman penjajahan belanda. Karena historis itulah, berujung pada tiga tipologi pesantren di Indonesia.
Pertama, pesantren Salaf. Yaitu pesantren yang menyelenggarakan Pendidikan agama semata. Pesantren salaf menurut Zamakhsyari Dhofier, adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Muatanya kurikulumnya tentang pendalaman ilmu agama (tafaqquh fiddin) yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa Arab (kitab kuning) yang ditulis oleh para ulama abad pertengahan. Santri disiapkan hanya menjadi tokoh agama. Bahkan ijazah lulusan pesantren tersebut tak diakui oleh pemerintah.
Kedua, pesantren modern. Yaitu pesantren yang menyelenggarakan pendikan formal sesuai kurikulum pemerintah atau kurikulum mandiri namun tinggal dipesantren dengan muatan ilmu agama, baik Pendidikan formalnya maupun Pendidikan pesantrennya.
Ketiga, Pendidikan integratif. Yaitu pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formalnya menginduk pada kementerian Pendidikan dan Kebudayaan namun juga menyelenggarakan pendidikan formal SMP dan SMA berasrama di pesantren dengan muatan pendidikan agama.
“Kini jumlah pesantren meningkat pesat pasca ditetapkannya Undang-undang Pesantren. Berdasarkan pendataan Kementerian Agama RI pada bulan April 2022, terdapat 36.600 Pondok Pesantren seluruh Indonesia. Sedangkan jumlah santri aktif sebanyak 3,4 juta dan jumlah pengajar (kiai/ustad) sebanyak 370 ribu,” sebutnya.
Dalam paparannya, KH Cholil Nafis menjelaskan bagaimana peranan pondok yang mencetak tokoh-tokoh nasional, dan bahkan mendirikan organisasi pergerakan islam seperti NU dan Muhammadiyyah. Begitu juga saat ini, banyak alumni pondok yang menjadi tokoh penting di bidang politik, sosial dan ekonomi budaya. Tidak hanya 1 warna, tokoh-tokoh tersebar di berbagai partai dan jabatan. Ia juga mencontohkan Kh Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden.
“Untuk memaksimalkan pengabdian dan membangun negeri maka kunci utamanya bagi para alumni pesantren adalah ta’wun (sinergi). Yaitu bekerjasama dengan seluruh komponen bangsa yang lintas suku, etnis dan agama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mendapat ridha Allah SWT dan membangun negeri yang maju dan sejahtera, Baldatun Thayyibatun wa Rabbun ghafur, gemah ripah loh jinawi,” pesannya. (eki)