KUNINGAN (MASS) – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM, dipaksa “menjilat air ludah sendiri” soal pajak. Pasalnya, di Kabupaten Kuningan, hampir setengah milyar APBD terbuang ke tong sampah, lantaran hasil seleksi jabatan Sekda yang sudah menelan anggaran ratusan juta, kini dibatalkan. Bahkan rencananya, Pemkab Kuningan akan segera menggelar ulang Open Bidding (OB) Sekda.
Kritik keras itulah yang disampaikan Sadam Husein, aktivis muda yang juga mantan Ketua PD Pemuda Muhammadiyah Kuningan, Jumat (15/8/2025) siang ini. Ia melontarkan kalimat pedas tersebut, pasca Bupati Kuningan Dr H Dian Rachmat Yanuar, secara terbuka memastikan pembatalan hasil OB Sekda sebelumnya.
“Bayangkan uang setengah miliar rupiah yang anda bayar dari keringat dan jerih payah yang seharusnya kembali untuk memperbaiki jalan rusak, menambah pasokan air bersih ke desa yang sering mengalami kekeringan , atau membiayai beasiswa anak-anak yang terlahir dari keluarga yang serba terbatas hilang begitu saja,” kata Sadam Husein, mengawali paparan.
“Bukan karena bencana alam, bukan karena krisis ekonomi, tapi karena keputusan Bupati Kuningan yang membatalkan hasil seleksi jabatan tinggi (open bidding) yang sah secara hukum, hanya karena tidak sesuai selera Bupati terpilih,” imbuhnya lagi.
Uang setengah miliar rupiah untuk OB Sekda itu, kata Sadam, merupakan pajak yang dibayar dari sawah-sawah petani yang setiap tahun harus menebus PBB meski hasil panen tak seberapa, dari pedagang pasar yang tiap subuh membuka lapak dengan resiko dagangan tak laku tapi tetap disapu retribusi.
Pajak itu juga diambil dari sopir angkot yang setoran harian makin tipis karena penumpang sepi, dari warung kopi di pinggir jalan yang diam-diam dipotong pajak daerah, hingga dari setiap butir beras, setetes air galon, dan selembar tagihan listrik yang terus merangkak naik.
Padahal, lanjutnya, proses seleksi jabatan tinggi (open bidding) sebelumnya juga diklaim sah secara hukum danmemenuhi semua prosedur resmi. Hasil seleksi kemarin, kata Sadam, menghasilkan tiga nama terbaik untuk mengisi kursi strategis pemerintahan. Semua terlihat rapi, terukur, dan legal.
“Tapi pada akhirnya, semua itu dihantam palu politik dan dibuang ke tong sampah kekuasaan hanya karena tidak sesuai selera penguasa baru,” tudingnya.
Menurut Sadam, keputusan ini bukan sekadar pembatalan teknis namun bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat dan pelecehan terhadap jerih payah pembayar pajak. Dalam logika kepemimpinan seperti ini, lanjutnya, jabatan bukan amanah untuk diisi oleh yang terbaik, tapi kursi untuk menampung loyalis.
“Apalagi keterangan Bupati Kuningan pembatalan sudah dapat persetujuan Kemendagri, artinya gubernur jawa mengetahui. Ibarat dipaksa menjilat air ludahnya sendiri terkait pengelolaan uang pajak,” sindir Sadam, pedas.
Dan lebih tragisnya, masih kata Sadam, sampai hari ini tidak ada alasan hukum yang kokoh. Tidak ada pertanggungjawaban kepada publik.
“Yang tersisa hanyalah fakta: uang rakyat sudah habis, manfaatnya nol, dan harga diri daerah ini dipermainkan di meja kebijakan Bupati. Jika kita diam, itu artinya kita setuju diperas tanpa hak bicara. Hari ini yang dibatalkan adalah hasil seleksi jabatan. Besok bisa janji pembangunan yang ikut dibatalkan. Kuningan harus sadar: uang rakyat bukan mainan, dan demokrasi bukan panggung untuk memuaskan selera penguasa,” tudingnya. (eki)