KUNINGAN (MASS)- Mahasiswa Fakultas Hukum Uniku, Selasa pagi mendapatkan kunjungan spesial dari Kajari Kuningan Adyaksa Darma Yuliano MH. Mereka mendapatkan ilmu yang sangat penting terkait penegakan hukum.
Kajari sendiri hadir sebagai dosen tamu. Bagi dia, Uniku bukan tempat baru karena pernah hadir sebagai dosen universitas, dosen fakultas dan sekarang dosen tamu.
“Saya hadir diundang sebagai dosen tamu oleh Pak Dekan Haris. Saya Memberikan kuliah dengan materi kekuatan alat bukti dalam proses persidangan pidana,” jelasnya Adyaksa kepada kuninganmass.com, Selasa (27/11/2018).
Dalam kesempatan itu kajari memberikan penjabaran kepada 50 mahasiwa dari semester 1 hingga 5. Ia terangkan bahwa ada dunia akademisi dan dunia praktisi
“Jadi saya sampaikan bagaimana antara akademisi dan praktisi. Bagimana proses persidangan, pengutan alat bukti dipersidangan,” sebutnya.
Juga lanjut dia, bagaimana merekayasa ala bukti. Bukan dalam pengertian negatif. Sebagai contoh keterangan saksi.
Dikatakan, proses kejadian laka lantas, biasanya dalam terjadi perjalanan bukan warga Kuningan. Tentu kesulitan menghadirkan mereka suatu saat, makanya keterangan saksinya biasanya diambil sumpahnya.
Hal ini supaya menjadi kuata alat buktinya. Apabila diajukan dipersidangan saksi tidak hadir semua boleh membaca, dibacakan.
“Sehingga BAP yang dibuat dengan kekuatan sumpah dan dibacakan dipersidangan, itu sama dengan kekuatan alat bukti,” tambah kajari yang baru bertugas di Kuningan itu.
Diterangkan, contoh –contoh seperti itu yang biasanya penegak hukum manfaatkan untuk mengantispasi kesulitan pengumpulan alat bukti supaya mereka tahu.
Dalam kuliah umum itu juga, kajari membahas bagaimana pengertian saksi. Dulu berdasarkan KUHP sebelum 2010, keterangan saksi orang adalah orang yang mendengar , mengalami sendiri dan melihat.
“Pasca putusan MK nomor 65 2010 tahunnya sebenarnya putusannya adalah 2011. Orang yang mendengar dari orang yang mengetahui peristiwa pidana bisa sebagai keterangan saksi. Ini untuk melindunga hak-hak tersangkan dan terdakwa,” jelasnya.
Termasuk alat bukti eletronik dan dokumen eletronik berdasarkan UU ITE dan tindak pidana pencucian uang. Disitulah ada perluasan alat bukti.
“Jadi Kalau kita hanya melihat alat berdasakran 183 dan 184 itu hanya menceritakan alat bukti yang lima itu. Termasuk juga mengenai laporan hasil audit PPATK itu juga bisa menjadi bukti awal untuk mencari alat bukti,” tandasnya.
Poin-poin itu contoh-contoh dalam perkembangan praktis penegakan hukum. Dengan pemaparan yang gampalang itu selama dua jam mahasisa menjadi paham.
“Saya bukan hanya menjadi dosen tamu. Tapi kedepannya ingin Kejari dan Uniku MoU sebagai sinergitas antara kejaksaan dan dunia pendidikan,” pungkasnya. (agus)