KUNINGAN (MASS) – Sebagai seorang kepala desa, meski bisa membangun jalan atau infrastruktur lainnya, diminta agar jangan merasa bangga. Sebab kinerja seorang kades tidak hanya diukur dari infrastruktur saja.
Pesan ini disampaikan Ketua Apdesi Jabar, Dede Kusnidar SE kala menghadiri Pelantikan DPK Apdesi kecamatan se Kabupaten Kuningan di Hotel Montana Rabu (24/7/2024).
“Kades yang berhasil jangan cuma infrastruktur. Karena kan anggarannya sudah ada. Yang berhasil itu bisa meningkatkan IPM, Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. Kalau daya beli masyarakatnya sudah kuat, Bumdesnya sudah menghasilkan PADes (yang besar). Itu baru kita bangga jadi kades,” tandas Dede.
Ia bicara seperti itu dalam upaya mendorong kinerja para kades di Kuningan agar lebih baik lagi. Sehingga kelak tidak jadi cemoohan masyarakat.
“(Terlebih, red) masa bakti kades jadi 8 tahun. Meskipun kalau dihitung sebetulnya berkurang 2 tahun. 8×2 periode = 16 tahun. Sedangkan kalau 6 tahun x 3 = 18 tahun. Poinnya, ini yang harus kita buktikan ke masyarakat bahwa kita bertanggungjawab,” serunya.
Sebelumnya, pria yang lolos nyaleg DPRD Jabar tersebut membahas sejarah Apdesi. Termasuk sejarah lahirnya UU Desa dengan konsekuensi kucuran dana desa yang besar.
Dijelaskan, untuk menggoalkan UU Desa tidak mudah. Dulu Parade Nusantara dan Apdesi yang punya peranan penting. Sehingga ketika sekarang terjadi dinamika pecah organisasi, dia meminta agar organisasi tidak ditumpangi kepentingan politik dan pribadi.
“Karena mereka tidak merasakan bagaimana perjuangan melahirkan UU Desa,” ungkapnya.
Kendati begitu, Dede mengatakan, tantangan pasca UU Desa lahir itu begitu berat. Di Garut dulu, ia mencontohkan, para mantan kades yang nyaleg sebagian besar lolos. Dari 50 kursi yang ada, 20 nya itu diduduki oleh mantan kades.
Berbeda dengan sekarang, untuk 3 kursi saja berat. Menurut Dede perlu ditelaah apakah ada semangat kegotongroyongan yang hilang atau kenapa.
Padahal untuk bisa sukses menjadi seorang kades, setiap lini politik harus dikuasai. Netralitas kades, menurutnya, bukan berarti alergi terhadap politik. Ketika sekarang menghadapi pilkada serentak, kades harus hadiri kunjungan calon bupati.
“Gimana mau tau visi misi calon bupati kalau gak hadir. Cabup siapapun. Yang dilarang itu jadi pengurus parpol dan timses. Kalau ada cabup ke desa mah wajib hadir, jangan ngumpet. Kan tadi juga dikatakan bahwa yang menguasai anggaran itu eksekutif dan legislatif,” serunya lagi.
Ia juga menyoal fungsi organisasi. Kerap ia mendengar kades jadi korban oknum “pemerasan” atau “penipuan”. Tapi sayang kades tersebut baru ngomong setelah kejadian. Padahal ada organisasi Apdesi yang berfungsi untuk mencegahnya agar jangan sampai jadi korban. Ini persoalan mindset yang perlu diperbaiki.
Menyikapi fenomena di Kuningan dimana ada mantan ketua Apdesi yang gagal nyaleg, justru membuat Dede heran. Ia menyayangkan hal itu terjadi. Kesetiakawanan antar kadesnya perlu jadi bahan evaluasi. (deden)