Abah Casim, atau kadang dipanggil babeh ini juga memiliki profesi sampingan sebagai penjaga dan membersihkan kostan di sekitar sana.
Itu juga, mungkin salah satu sebab Casim tak pernah jauh menjajakan dagangannya.
“Ayeunamah (corona, red) paling 20 sampe 25 porsi. Tapi kamari sampe 30 pernah,” ujarnya bercerita.
Abah Casim memang orang yang cukup ramah. Meski bukan orang Winduhaji asli, tapi sudah 9 tahun terakhir memang berdagang dan menetap disana.
“Tos 9 tahun di Winduhaji, kapungkur mah pernah dagang di Wijaya 2 tahun. Lami di Jakarta oge dagang, aya 20 tahunan. Terus pas teu tyasa dagang di Jakarta deui, nya ka lembur. Tapi di lembur mah kan jauh pisan, hese. Jadi aya putra nu nikah ka orang Awirarangan, naros we aya tempat henteu di dieu,” ceritanya panjang lebar kenapa bisa berdagang disana.
Obrolan ngalor-ngidul menemani malam kami dengan Abah Casim. Obrolan tak karuan untuk menambah kehangatan, berlindung dari dinginnya angin malam.
Sembari mempersiapkan beberapa nasi goreng untuk pelanggan lain, Abah Casim tetap bisa diajak ngobrol. Malam itu, kuninganmass.com juga memesan kwetiew dengan tambahan nasi.
KUNINGAN (MASS)- Selain dikenal sebagai pencetak “karyawan” “BRI” (Bubur Rokok Indomi) dan “BCA” (Bubur Cai Asongan). Warga Kuningan juga dikenal sebagi penghasil koki nasi...