KUNINGAN (MASS) – Setelah akademisi dan para pelaku design yang angkat bicara, kini giliran para entrepreneur yang sangat dekat dengan penggunaan logo dan branding, juga bersuara.
Seperti M Juang, yang menyoalkan tidak adanya perlombaan yang mengikut sertakan peran masyarakat dan pelaku profesional.
“Padahal itu acara spesial tahunan. Kenapa tidak dilombakan, padahal antusias warga sangat tinggi. Kalau buru-buru gini, terkesan tidak profesional,” sebutnya beberapa waktu lalu.
Entrepreneur lainnya, Indri menyebut keresahannya soal simbol atau makna dari bagian-bagian logo yang seharusnya benar-benar mendasar dan mempunyai arti yang kuat didalamnya.
“Maka dari itu seharunya ada kajian atau riset mendalam sebelumnya, bila perlu ada team khusus yang menggarap,” tuturnya.
Mahasiswa S2 Desain FSRD ITB, Rifky Nugraha menerangkan dengan cukup detail. Menurutnya, karena proses cepat, tidak heran jika ada beberapa langkah yang terlewat.
“Ada beberapa langkah yang sering terlewat dalam ranah mendesain, yang pertama, ‘defining problem’, gunakan oleh desiner itu sendiri,” ujarnya.
Tapi tentu saja, terlepas dari itu, ia paling menyoroti etika penggunaan logo PON Jabar 2016.
Si pembuat terindikasi mencomot bagian kujang yang terdapat dalam logo pon 2016 dengan mengurangi ‘opacity’ elemen kujang tersebut. (eki)