KUNINGAN (MASS) – Bahasa Indonesia tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga cerminan perjalanan panjang sejarah bangsa. Dalam setiap katanya, ada jejak interaksi lintas budaya, termasuk pengaruh dari bangsa Portugis dan Belanda. Dengan menggunakan metode grotokronologi, peneliti kini dapat menelusuri bagaimana pengaruh asing tersebut masuk dan bertahan dalam bahasa lokal.
Ketika Portugis tiba di Nusantara pada abad ke-16, mereka tidak hanya membawa rempah-rempah, tetapi juga kata-kata yang kemudian melebur dalam percakapan masyarakat lokal. Kata seperti mesa untuk meja dan igreja untuk gereja mulai digunakan, seolah menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Peneliti linguistik mencatat bahwa kosa kata ini menjadi bukti awal pengaruh budaya asing terhadap bahasa Nusantara.
Pengaruh serupa juga terjadi di masa penjajahan Belanda. Selama lebih dari tiga abad, interaksi yang intens menghasilkan asimilasi bahasa yang lebih luas. Kata-kata seperti kantor, faktur, dan rekening kini terdengar akrab, bahkan menjadi bagian integral dari bahasa administrasi modern. Dengan grotokronologi, ahli bahasa mampu menghitung waktu integrasi kata-kata ini dan menyimpulkan bahwa pengaruh Belanda mencapai puncaknya pada akhir abad ke-19.
Proses ini melibatkan analisis statistik untuk mengukur persentase kesamaan kata antara bahasa lokal dan asing. Data tersebut digunakan untuk memperkirakan kapan serapan bahasa terjadi. Metode ini juga membantu memetakan seberapa besar dampak interaksi budaya terhadap evolusi bahasa lokal.
Selain itu, bahasa Indonesia adalah potret dinamis bagaimana sebuah bangsa mampu menyerap pengaruh luar tanpa kehilangan identitas. “Bahasa kita ini adalah bukti ketahanan budaya. Meski banyak menerima pengaruh asing, esensinya tetap khas Nusantara,” katanya.
Kini, dengan bantuan teknologi dan data yang lebih luas, grotokronologi menawarkan wawasan baru untuk mengungkap sejarah panjang interaksi bahasa di Indonesia. Jejak Portugis dan Belanda hanyalah sebagian kecil dari cerita besar perjalanan bahasa Nusantara yang terus hidup dan berkembang.
Penulis : Aditia Fahrul Fauzi
Mahasiswa PBSD UMK