KUNINGAN (MASS) – Salah satu mitra pelaksana pengerjaan proyek revitalisasi Waduk Darma, Anang, meminta agar Waduk Darma ini jangan dulu diresmikan.
Hal itu, diutarakannya pada Rabu (18/1/2023) siang kemarin.
Bukan tanpa alasan, Bonang sapaan akrabnya, meminta untuk menunda peresmian karena masih ada hal yang belum diselesaikan. Ada beberapa hal yang masih nunggak ke mitra kerja.
“Waduk Darma gagal bayar, (tapi) bukan dari Pemprovnya, yang masalah itu dari pemenang tender. (Anggaran) Darma sudah cair dari pelaksana ke mitra pelaksana,” ujarnya.
Namun ternyata, meski dari Provinsi sudah cair, dari pemenang tender ke mitra pelaksana belum dibayar. Termasuk toko material, kayu dan lain sebagainya yang kini sudah menjadi bangunan.
“Harapan saya disini, karena yang jadi korban masyarakat Kuningan, termasuk kami juga korban invest disana, kalo bisa sebelum permasalahan ini selesai jangan diresmikan,” pintanya.
Saat ditanya kalo tidak segera diresmikan maka tidak ada operasional dan pemasukan untuk PDAU (sebagai pengelola), dalam wawancara itu diungkap justru ada rumor soal Waduk Darma akan ditarik kembali pengelolaanya ke Provinsi.
Karena itu, dirinya berharap dalam permasalahan ini Bupati Kuningan bisa turun tangan.
“Permasalahan ini, harapan saya sebagai salah satunya (mitra pelaksana), akan senang sekali apabila Bupati membantu menangahi masalah ini. Panggil mitra, panggil juga sub subnya mitra pelaksana,” tuturnya.
Kontraktor yang banyak bekerja di berbagai kota se-Indonesia itu menjelaskan kenapa Bupati harus turun tangan.
“Karena korbannya warga Kuningan, turun anggaran juga atas dasar usulan (untuk Kuningan) tujuannya mensejahterakan masyarakat (entah itu PAD atau pemberdayaan),” jelasnya sembari menegaskan, justru karena ada masalah ini, saat ini merugikan masyarakat.
Diceritakan, pihaknya sempat ke SDA Provinsi. Dirinya merasa aneh, sebagai mitra pelaksana. Pasalnya, ada yang janggal dari isi kontrak antara Provinsi dan pemenang proyek (pemenang tender).
“Waktu pelaksanaan (proyek revitalisasi Waduk Darma) itu 110 hari (di kontrak). Tapi adendumnya itu 237 hari. Artinya ada yang aneh, waktu pelaksanaan kontrak (jauh lebih sedikit dari waktu perpanjangannya),” kata Bonang.
Dicontohkan jika pertandingan sepakbola berjalan 2 kali 45 menit, maka perpanjangan waktunya tidak mungkin lebih dari itu. Ini, kalo diibaratkan sepakbola, pertandingan utamanya hanya 90 menit, tambahan waktunya 100 menit.
Belum lagi, lanjutnya, dalam pengerjaan itu terdapat denda untuk pelaksana sampai 6,5 Milyar saat pengerjaan kedua. Padahal, total anggaran 28 Milyar itu, 50%nya sudah dianggap beres.
Karenanya, pengerjaan 50% sisanya (sekitar 14 Milyar) akan dikurangi denda 6,5 Milyar. Itu dianggapnya tidak masuk akal.
“Harapan kita, mungkin pembayaran itu akan dibayarkan dari pencairan 100%,” imbuhnya sembari mengaki pertanyakan juga fungsi PPK dan pengawas, kenapa bisa adendum dikabarkan sampai 7 kali.
“Padahal kalo dirasa tidak layak, diputus kontrak aja (pemenang tendernya). Ibarat saya tinju sama mike tyson, kalo saya sudah tidak kuat ya wasit bertindak,” sebut Bonang.
Denda sebesar 6,5 Milyar juga harusnya bisa negosiasi. Jika dihitung 1/1000 atau sesuai suku bunga pun, dari pekerjaan yang tinggal 50% harusnya tidak sebesar itu.
Di akhir, dirinya kembali meminta Bupati dan DPRD bisa turun tangan. Apalagi, soal rumor kalo ini diresmikan akan diambil alih sama Provinsi.
“Jangan sampai diresmikan untuk diberikan,” teranganya sembari mencontohkan TNGC, diresmikan untuk diberikan sampai ditanami masyarakat aja susah. (eki/deden)
Video :