KUNINGAN (MASS) – Meski telah bersusah payah “memaksakan” rencana pembangunan Jalan Lingkar Timur Selatan (JLTS), namun hingga masa bakti berakhir Desember 2023 nanti, nampaknya Bupati H Acep Purnama MH tidak bisa menuntaskan. Justru sebaliknya, dengan kondisi keuangan yang “gagal bayar” sekarang, jalan-jalan di pinggiran yang rusak berat pun malah tambah “ancur”.
Terbukti untuk pembebasan lahan saja, menurut keterangan Kepala DPKPP, Ir Putu Bagiasna MT, baru sampai Citangtu. Itu pun masih menyisakan PR kepada 6 orang pemilik lahan yang belum dibayar. Untuk sampai Winduhaji saja, kebutuhan anggarannya masih besar. Apalagi sampai membebaskan jalur Sindangsari dan desa lainnya yang nanti akan menembus ujung Jalan Lingkar Timur Utara (JLTU).
Wakil Bupati HM Ridho Suganda saat menyampaikan Laporan Realisasi Semester I APBD 2023 pekan kemarin menyebut angka realisasi belanja modal tanah. Dari rencana 29,4 M yang terealisasi hanya 11,1 M atau 37,89%.
Satu sisi, pembebasan lahan untuk JLTS belum tuntas akibat “terseok-seoknya” anggaran. Disisi lain banyak ruas jalan yang kerap dimanfaatkan masyarakat di pedesaan, dalam kondisi memprihatinkan. Muncul juga sisi lain, anggaran pilkada yang hendak dihelat 2024, hingga saat ini belum dianggarkan cadangan dananya. Padahal kebutuhan anggaran untuk pilkada 2024 mencapai 23,5 M.
Angka ini disebutkan Wabup Ridho di paripurna yang saat itu ia dipanggil bupati oleh Ketua DPRD Nuzul Rachdy.
Akibat “carut marut” keuangan yang dinilai beberapa kalangan merupakan buntut dari “ketidakbecusan” mengelola pemerintahan itu Pemkab Kuningan berencana merasionalisasi APBD 2023 memasuki semester II. Anggaran yang belum direalisasi bakal dipangkas 40% di semua SKPD/instansi. Tak terkecuali dana pokir yang dulu akrab disebut dana aspirasi anggota dewan.
Dengan rasionalisasi tersebut, bisa dipastikan porsi kerja para pejabat dan ASN lingkup Pemkab Kuningan lebih kecil. Bisa dipastikan juga masyarakat yang selama ini kecil dalam menikmati “kue pembangunan”, akan semakin kecil lagi. Akhirnya, legacy H Acep Purnama sebagai bupati dan HM Ridho Suganda sebagai wakil bupati akan lebih sedikit.
JLTS yang notabene murni dilakukan diera kepemimpinan Acep bisa “menggantung” jika memang ikut dirasionalisasi. Berbeda dengan JLTU yang masih ada sangkut paut dengan era kepemimpinan bupati sebelumnya yaitu Alm H Aang Hamid Suganda yang dilanjutkan Almrh Hj Utje Ch Suganda. JLTU menjadi legacy beramai-ramai, tak bisa diklaim hanya oleh H Acep Purnama saja.
Tertundanya pembebasan lahan, ditambah kekurangpastian pengalokasian anggaran pembangunannya dari pusat, akan membuat para pemilik lahan di jalur tersebut tak bisa langsung mewujudkan rencananya masing-masing. Semisal buka toko, minimarket, obyek wisata, rumah makan atau rencana lainnya. Mereka masih harus menunggu waktu yang cukup lama. Termasuk para pejabat yang telah investasi membeli tanah di jalur JLTS.
Sejak beberapa pekan kebelakang, komisi 1 dan 3 DPRD Kuningan diperintahkan oleh ketua dewan untuk meninjau lapangan. Entah apakah termasuk menginventarisasi lahan-lahan yang sudah dimiliki pejabat atau tidak. Yang jelas, peninjauan dua komisi tersebut hanya ke lokasi rencana JLTS saja, tidak melangkah ke Jalan Baru Cisantana. Tidak pula meninjau perijinan obyek wisata di kaki Gunung Ciremai yang kian menjamur, termasuk obyek wisata milik H Acep Purnama.
Apakah peninjauan itu hanya sebuah “gertak sambal” dari legislatif saja? Ketua komisi 1 dan 3 belum bisa dikonfirmasi. Ponsel kedua wakil rakyat tersebut tidak aktif. (deden/bersambung)