KUNINGAN (MASS) -Mencetak anak sukses bukan hanya tergantung pada lembaga pendidikan formal saja, melainkan bisa kita mulai dengan memberikan pendidikan di dalam keluarga sejak usia dini untuk mencetak generasi yang berkualitas. Sebab sebelum anak mengenyam pendidikan formal anak sudah terlebih dulu mendapatkan pendidikan dalam keluarga, pendidikan ini dapat berupa melihat contoh-contoh kehidupan dari keluarga, mengamati keadaan keluarga yang kemudian ia akan menirukannya. Peran keluarga sangat mempengaruhi kualitas anak kelak terutama peran seorang ibu.
Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ibu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dalam keluarga. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan satu-satunya jenis kelamin yang mampu untuk melahirkan anak. Menikah atau tidak mempunyai kedudukan atau tidak, perempuan adalah seorang ibu. Istilah ibu diberikan pada seorang perempuan yang telah menikah dan mempunyai anak.
Menurut Gunarsa (2000) ibu adalah sebagai sentral dalam perkembangan awal anak, sedangkan kebutuhan ayah hanya bersifat peran sekunder saja, suami semata-mata sebagai pendorong moral bagi istri. Ibu bisa memberikan air susu nya dan memiliki hormon keibuan yang menentukan tingkah laku anak kelak. Jadi ibu itu adalah seorang wanita yang menikah dan melahirkan seorang anak, menjadi orang yang pertama menjalin ikatan batin dan emosi pada anak dan juga sebagai sentral dalam perkembangan awal anak dengan memiliki sifat-sifat keibuan yaitu memelihara, menjaga dan merawat anak.
Oleh karena itu peran ibu sangat mempengaruhi terhadap perkembangan anak termasuk kemampuan kognitif anak yaitu proses berfikir termasuk mengingat, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan sejak kecil menuju remaja hingga dewasa. Jien Pieget mengatakan bahwa Perkembangan Kognitif Anakterdiri dari empat tahapan perkembangan, yaitu: Periode Sensorimotor (usia 0-2 tahun) yaitu belajar dengan reflek dan rangsangan; Periode Praoperasional (usia 2-7 tahun) yaitu tahapan anak mulai mengembangkan daya ingat dan imajinasinya, juga mulai memahami sesuatu secara simbolik; Periode Operasional Konkrit (usia 8-11 tahun) ditahap ini anak sudah memahami konsep sebab-akibat secara rasional dan sistematis, sikap egosentrisnya mulai berkurang dan mulai memahami jika tidak semua orang dapat mengutarakan pemikiran dan perasaannya; dan Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa) yaitu memasuki usi pra-remaja, anak sudah memiliki kemampuan logika dalam menyelesaikan masalah, bisa menarik kesimpulan terhadap sesuatu dan merencanakan masa depannya.
Satu diantara faktor penentu keberhasilan mencetak anak yang berkualitas adalah dengan memanfaatkan suatu kesempatan emas, atau masa keemasan dalam periodisasi tumbuh kembangmanusia atau yang dalam kajian periodisasi pertumbuhan dan perkembangan manusia yang dikenal dengan istilah The Golden Age. Pada masa Golden Age in ibu sangat berperan penting dalam menentukan kualitas anak kelak. Dalam kajian mengenai The goldenage yang berarti masa keemasan dalam periodisasi kehidupan ini, ternyata peranannya mengambil porsi yang cukup besar dalam menentukan kualitas anak.
Dari berbagai penelitian diketahui bahwa the Golden Age merupakan masa yang sangat efektif dan urgen untuk dilakukannya optimalisasi berbagai potensi kecerdasan yang dimiliki oleh anak manusia untuk menuju Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Keberhasilan ataupun kegagalan pengembangan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual seorang anak sering terletak pada tingkat kemampuan dan kesadaran orang tua dalam memanfaatkan peluang pada masa keemasan ini. Tingkat optimalisasi peran pengasuhan orang tua yang kontinyu dan konsisten terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak pada priode tersebut sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari. Pengasuhan yang dimaksud adalah perawatan dan pendidikan , selain dengan pemberian nutrisi makanan yang memadai untuk pengembangan kecerdasan intelektual, juga nutrisi pemberian non materi untuk pengembangan kecerdasan emosi dan spiritual yang dilakukan melalui kontinuitas dan konsistensi pengasuhan, pendidikan serta penerapan disiplin dalam internalisasi dan sosialisasi ajaran agama , nilai-nilai moral, sosial dan budaya pada periode thegoldenage tersebut.
Namun pada kenyataannya banyak orang tua yang tidak sadar akan peranannya dalam mendidik anak, kebanyakan orang tua itu menuntut kepada pendidikan formal untuk mendidikanak nya supaya menjadi anak yang pintar dan berkualitas. Mindset orang tua sekarang ini kebanyakan tujuan disekolahkannnya anak itu supaya pintar . Padahal jikalau kita telaah lebih dalam yang sangat berhak memberikan pendidikan dan merubah kualitas anak itu adalah ibu. Sebab ibu lah orang yang pertama kali anak kenal dan yang selalu ada disamping anak, apapun yang ibu lakukan, tuturkan itu akan di tiru oleh sang anak.
Menjadi seorang ibu itu harus pintar, harus memahami perannya , harus memahami bagaimana cara mendidik anak yang benar, bagaimana cara memperlakukan anak dan mengarahkan anak. Terutama pada masa golden age ini ibu dituntut keras untuk mendik anak dengan sebaik dan sebenar mungkin karena ini akan menentukn kualitas anak kelak di kemudian hari. Jikalau pada masa ini ibu tidak mengetahui peranan nya juga tidak bisa mendidik anak dengan baik maka sudah dapat dipastikan kualitas anak suatu saat akan rendah. Inilah yang menjadi permasalahan dinegara kita terhadap pencetakan generasi yang berkualitas, yaitu kurangnya kesadaran seorang ibu terhadap perananya dalam memeberikan pendidikan bagi anak sehingga menyia-nyiakan masa golden age ini.
Inilah yang harus kita rubah sebagai generasi penerus bangsa, sebab bagaimana anak akan menjadi manusia yang berkualitas jika ibunya tidak sadar akan perananya. Rubahlah mindset bahwa yang mempunyai kewajiban untuk mendidik anak itu bukan hanya guru saja bukan mengandalkan pendidikan formal saja untuk mencerdaskannya tapi juga peran seorang ibu dalam pengoptimalan pada masa golden age inilah yang akan menentukannya. Untuk bisa mengoptimalkan pendidikan anak pada masa golden age ini dibutuhan pendidikan seorang ibu yang tinggi juga berkualitas agar tahu bagaiamana cara mendidik anak yang baik dan benar.
Maka sebagai calon ibu kita haruslah paham sadar akan kewajiban-kewajiban ini, sadar betapa pentingnya pendidikan bagi seorang perempuan yang kelak menjadi seorang ibu. Perempuan berpendidikan tinggi bukan untuk menyaingi laki-laki tapi untuk mengembangkan dirinya juga untuk membangun generasi yang berkualitas. Jikalau perempuan tidak ingin berpendidikan tinggi lalu bagaimanakah nasib generasi penerus bangsa kita kelak ?
Seperti yang kita ketahui bersama kualitas generasi anak zaman sekarang ini bisa dikatakan sangat rendah. Kebanyakan anak remaja itu asyik dengan dunia nya sendiri, asik dengan gadgetnya, dan dengan pergaulannya sendiri tanpa memperhatikan batasannya. Mereka tidak memikirkan bagaimana nasibnya kelak dan tidak berfikir visioner untuk masa depannya, tapi asik hura-hura menghabiskan waktu di masa muda nya dengan hal-hal yang kurang berfaedah, akibatnya masa depan mereka terancam oleh kelakuannya sendiri, apalagi para remaja yang berpacaran menikah muda tanpa memperhatikan kesiapan dan modalnya untuk menjadi seorang ibu tapi hanya memperhatikan hawa nafsunya semata akhirnya tidak banyak remaja yang menikah muda lalu mengaborsi anak nya, menggurkannya atau bahkan membuangnya. Padahal sudah kodratnya seoarang perempuan jika menikah itu akan di karuniai seorang anak, namun tidak sedikit generasi kita yang menyalah gunakan arti pernikahan bagi kehidupannya. Ironinya lagi orang tua zaman sekarang itu bukan menasihati tapi malah sama-sama terjerumus kedalam dunia gadget dan hura-huranya. Kebanyakan orang tua zaman sekarang itu menuntut anaknya harus pintar dan berkualitas tanpa introspeksi diri apakah didikannya kepada anaknya itu sudah benar atau belum.
Miris sekali jika dijabarkan satu persatu permasalahan yang ada di Negara kita ini. Namun merujuk pada permasalahan di atas kita bisa kita introspeksi diri sudah sejauh mana persiapan kita dalam mempersiapkan menjadi seorang ibu yang sadar akan peran dan kewajibannya mendidik anak yang kelak akan mempersiapkan anaknya untuk menjadi generasi yang berkualitas. Melihat pada permasalahan di atas juga kita dapat mengetahui akar permasalahan anak dalam kenakalan remaja itu dipengaruhi oleh bagaimana pengoptimalan orang tuanya dalam masa golden age, sebab seperti pepatah mengatakan “Sesuatu itu bisa karena terbiasa” artinya anak akan berkualitas jikalau dari sejak kecilnya sudah dibiasakan dengan hal-hal yang baik dan di didik dengan benar oleh ibunya. Semuanya tergantung didikan dari sejak kecilnya.
Maka sudah tidak patut dipermasalahkan lagi jikalau perempuan ingin berpendidikan tinggi walaupun nantinya hanya akan menjadi seorang ibu rumah tangga, karena tadi sudah dibuktikan bahwa perempuan itu sangat membutuhkan pendidikan untuk mendidik anaknya kelak agar menjadi anak yang pintar dan berkualitas. Tapi yang patut kita permasalahkan adalah perempuan yang tidak ingin berpendidikan tinggi dan tidak memperhatikan peranannya kelak sebagai pencetak generasi penerus bangsa. Pendidikan tinggi seorang Wanita bukan semata-mata untuk karirnya, Tapi Untuk Kualitas Keturunannya.***
Penulis:
Shelma Oktavia
Mahasiswi Prodi PGSD
STKIP Muhammadiyah Kuningan
