KUNINGAN (Mass) – Seminar Jurnalistik tahun 2017 yang digelar Bagian Humas Setda Kuningan menghadirkan narasumber dari dewan pers Muhammad Ridlo Eisy. Selain itu juga menghadirkan Dr Aceng Abdullah, M.Si, Ketua Program Studi Televisi dan Film Fakultas Komunikasi Unpad Bandung.
Dalam seminar jurnalistik Muhammad Ridlo Eisy membahas kode etik jurnalistik dan hukum yang berkaitan dengan pers. Dengan penyampain yang lugas para peserta mampu menyimak dan memahami materi yang disampaikan.
Salah satu materi yang disampaikan adalah terkait beberapa UU yang mengancam media. Ridlo menyebutkan, undang-undang itu adalah UU ITE, UU Anti pornografi, KUH Pidana, KUH Perdata, UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, UU perlindungan konsumen dan UU perseroan terbatas.
Ridlo juga membahas mengenai media yang menjadi tempat bekerja. Ia menekankan agar media tersebut terdaftar di dewan pers. Sebab jika media sudah terdaftar dan terverifikasi maka UU pers dan Kode etika jurnalistik yang jadi pedoman apabila terjadi kesalahan. Tapi jika sebaliknya maka yang menanganinya adalah UU di luar pers.
Selain itu juga dibahas standar kompentensi wartawan dan juga kode etik jurnalistik. Acara yang digelar di Hotel Montana itu diikuti ratusan wartawan yang meliput di wilayah Kuningan.
Sementara narasumber lainnya yakni Dr Aceng Abdullah. Narasumber dari Unpad ini membahs kebebasan Pers dan Etika Jurnalsitik.
Diterangkan, era kebebasan pers sudah dimulai sejak Reformasi 1998. Pers Indonesia sudah luar biasa bebasnya. Saking bebasnya, tidak sedikit yang malah jadi kebablasan.
Semua bisa diberitakan, semua bisa jadi wartawan, mengkritik pemerintah bukan sesuatu yang tabu lagi, kepala negara pun bisa “di-bully” padahal mengolok-olokan kepala negara merupakan ranah hukum pidana.
“Karena makin mudahnya menerbitkan media, siapa pun bisa membuat media (cetak dan on-line) dan semua bisa jadi jurnalis tanpa dibekali keterampilan dan pemahaman jurnalistik yang mumpuni. Akibatnya, lambat laun media yang diterbitkan tak bertahan lama karena tidak laku di pasaran dan tidak menguasai seluk beluk bisnis media. Pelanggaran etika jurnalistik pun terus berlangsung,” ucapnya.
Diterangkan, perubahan di bidang sosial budaya masyarakat sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan informasi membuat semua pihak harus meredefinisi ulang pengertian wartawan. Ini karena akan berpengaruh terhadap persyaratan calon jurnalis.
Selain itu media massa juga harus lebih meningkatkan profesionalisme awaknya. Sebab dengan perubahan masyarakat dan makin majunya teknologi IT serta di era konvergensi media, ke depan tidak menutup kemungkinan, sebuah media tidak perlu lagi membutuhkan jumlah wartawan yang banyak. Tetapi kualitas dan produktivitas wartawan yang menghasilkan karya jurnalistik bermutu yang dibutuhkan oleh sebuah media. (agus)