KUNINGAN (MASS) – Rokok merupakan produk tembakau yang telah banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Tembakau memiliki efek negatif terhadap kesehatan .
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa tembakau tidak merugikan kesehatannya, terlebih bagi perokok yang telah mengalami kecanduan. Bagi perokok dengan mengisap sebatang rokok makadapat memberikan ketenangan. Seiring dengan makin maraknya perokok. Isu asap rokok dan perokok telah menjadi permasalahan nasional bahkan internasional.
Menurut Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Prijo Sidipratomo, dua dari tiga lelaki di Indonesia adalah perokok. Data Kemenkes pada 2013, prevalensi konsumen rokok laki-laki dengan umur di atas 15 tahun adalah 66% dan meningkat terus sejak tahun 1995.
Salah satu Dosen Kesehatan Masyarakat STIKes Muhammadiyah Kuningan yang mengamati rokok, Nourima Nurjannah S KM , mengatakan, konsumsi rata-rata perokok di Indonesia itu 10,5 batang per hari. Dengan asumsi angka yang seperti itu maka bisa dibayangkan bahwa suatu ketika perokk akan mengalami penyakit stroke, jantung, dan kanker paru. Tentu pengobatannya sangat mahal.
“Memang, sampai saat ini, infeksi penyakit di kelompok itu belum dominan. Tapi bukan mustahil 10 tahun lagi peringkat 10 besar penyakit akan ditempati penyakit akibat rokok. Negara kita ini ketiga terbesar dalam hal jumlah perokok laki-laki terbanyak (56,8 juta) setelah Cina (264 juta), dan India (106 juta)”, ujarnya, Jumat (19/10/2018).
Ia menjelaskan, dalam PP RI No 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan pada pasal 25 tentang peredaran berbunyi, Setiap orang dilarang menjual Produk Tembakau: a. menggunakan mesin layan diri b. kepada anak di bawah usia 18 (delapan belas) tahun dan c. kepada perempuan hamil.
Pada realitas yang terlihat, banyak anak yang dibawah usia 18 tahun dapat membeli dan mengonsumsi rokok secara bebas. Ada peraturan itu namun dalam penegakannya masih sangat lemah. Padahal di luar sana, rokok tidak diperjualbelikan secara mudah dan murah. Karena, kesadaran akan hidup sehat semakin tinggi serta penegakkan aturannya cukup tegas.
Selain itu lanjutnya, dari hasil penelitian RS Persahabatan didapatkan bahwa anak-anak menjadi perokok pemula disebabkan oleh dua hal yaitu karena iklan dan role model, sehingga, mereka menganggap bahwa laki-laki itu harus merokok.
“Bagaimana tidak? Yang mereka dapati dalam kehidupan sehari-hari memang seperti itu. Sehingga untuk memutus mata rantai ini diperlukan kesadaran yang tinggi terutama dikalangan para lelaki dewasa khususnya orang tua agar tidak memberikan contoh yang buruk kepada anak-anaknya,” lanjut Nourima.
Sementara itu, diperlukannya juga penguatan dari sisi regulasi. Sangat diharapkan adanya perda yang dibuat oleh pemerintah daerah untuk ketegasan dalam penerapannya terkait dengan peraturan pemerintah tersebut, terutama pada poin peredaran dan kawasan tanpa rokok (KTR).
Dirinya berharap, Kuningan bisa menjadi pelopor terciptanya kabupaten yang sehat dan bebas asap rokok. Bukan untuk melarang tapi ini harapan secara pribadi seperti itu. Namun aturan ini hanya berfungsi untuk mengendalikan. Agar orang-orang yang tidak merokok mendapatkan haknya yakni menghirup udara segar tanpa kontaminasi asap rokok.
“Sehingga dipersilahkan merokok tapi pada tempatnya. Dimana? Di smoking area atau jika tidak ada yang penting bukan tempat umum . Yang perlu diperhatikan juga tidak dihadapan anak-anak dan ibu hamil, sesuai dengan peraturan yang ada. Jadilah perokok yang bijak atau berhentilah merokok,” harapnya. (argi)