KUNINGAN (MASS) – Kekerasan merupakan tindak kriminal yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain-Nya. Kekerasan, baik personal maupun kelompok merupakan pelanggaran hukum.
Ada dua kemungkinan tindak kekerasan fisik terhadap manusia; pertama penganiayaan, dan kedua percobaan pembunuhan.
Jika demikian, hal itu tercantum dalam Bab XX buku II pasal 351 s/d 358 KUHP mengenai penganiayaan (misbandeling). Dan kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolusmisdrijven) ialah kejahatan yang di muat dalam Bab XIX KUHP, pasal 338 s/d 350.
Maka tidak dianjurkan seseorang itu melakukan tindak kekerasan, sebab sudah jelas tercantum dalam aturan hukum pidana Negara. Selain itu, tindak kekerasan adalah melanggar hak individu karena telah mengganggu ruang bebas diri orang lain.
Seperti yang di tanggas Johan Galtung; “kekerasan tejadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya”.
Jika diamati, Galtung mencoba memaknai arti kekerasan bahwa dimana keadaan orang tersebut sedang dalam keadaan tidak baik atau bermasalah baik pengaruh internal maupun eksternal. Sikologi yang terganggu hingga kadang bisa lepas kontrol dari keadaan sadar.
Tidak sedikit kekerasan itu timbul karena terjadi permasalahan-permasalahan hidup yang menimpa, seperti permasalah ekonomi, sosial atau ketidak puasan dalam diri sehingga ia salurkan masalah itu dengan amarah, kriminalisme dan melukai orang lain.
Bentuk kekerasan bermacam-macam jika dipaparkan, tidak saja melekat pada hal yang berbau fisik; penganiayaan maupun pembunuhan saja. Namun juga muncul pada masalah sosial dan lainnya.
Orang tua, muda-mudi yang menelantarkan anak karena hubungan gelap atau faktor lain tidak mau mengurus atau mengasuh layaknya seorang ibu, adalah termasuk dari tindak kekerasan.
Para koruptor yang memakan uang rakyat, sehingga merugikan Negara adalah bagian dari kekerasan. Negara atau petinggi eksekutif yang dzholim pada rakyatnya, sehingga banyak terjadi kemiskinan atau bahkan menimbulkan kematian karena busung lapar juga termasuk dari kekerasan, disengaja atau tidak hal itu rakyat menjadi korban.
Orang yang meneror atau melecehkan dalam bentuk apapun baik secara langsung atau di media maya sekalipun sama juga tindak kekerasan, sebab kekerasan tidak hanya pada sifat fisik saja, namun perasaan dalam batin yang dirugikan adalah termasuk juga kekerasan.
Prilaku yang sifatnya menyinggung atau meresahkan termasuk juga kekerasan, karena telah mengganggu kenyamanan orang lain.
Berbagai bentuk yang menyulut api kekerasan salah satunya bisa disebabkan oleh pengaruh minuman keras dan obat-obatan. Pada hal demikian dapat merubah karakter sikap, sifat dan prilaku penggunanya.
Berbicara obat-obatan jenis narkoba tentunya sangat berbahaya, dampaknya dapat merusak sel otak. Kerusakan sel otak tersebut menyebabkan kelainan pada tubuh (fisik) dan jiwa (mental dan moral) seseorang. Narkoba pula dapat merubah manusia menjadi kejam, dan berakhlak buruk.
Demikian pula dengan minuman keras, bagi orang yang mengkonsumsinya akan kehilangan kesadaran, sehingga apapun tindakan-Nya sering di luar batas kendali. Sebabnya tindak prilaku kekerasan perlahan akan mendarah daging terhadap si pengguna, merubah moral menjadi amoral, dibutakan oleh pengaruh minuman keras dan obat-obatan.
Dari itulah selain obat terlarang, pemerintah berupaya menyusun RUU tentang larangan minuman beralkohol yang dimana jika melanggar maka masuk pada tindak pidana, baik yang mengkonsumsi bahkan yang meproduksinya juga akan kena denda.
Akhir-akhir ini tidak sedikit informasi maupun berita yang mengabarkan tentang tindak kekerasan dalam rumah tangga maupun kekejaman oleh oknum pelaku pemerkosaan dibawah umur, pengeroyokan, tawuran antar kampung, pembegalan bahkan pembunuhan sadis kerap kali terjadi. Dan yang lebih mirisnya lagi jika hal itu dilakukan oleh keluarganya sendiri, atau marak di kalangan generasi muda-mudi.
Memang tak heran, sebab generasi muda labil adalah masa-masa dimana timbul pengekspresian diri, sifat alami usia muda adalah menunjukan jati diri dan eksploratif. Namun sayang sekali jika sikap ini sering di salah gunakan, bukan untuk hal positif akan tetapi lebih pada sikap yang menyimpang atau negatif.
Kasus-kasus kekerasan ini berharap jangan sampai terus terjadi, hal itu perlu adanya konsistensi pemerintah dan kepala daerah, jajaran tokoh masyarakat, LSM, organisasi-organisasi maupun instasi lainnya untuk saling menguatkan dalam menjaga keamanan, kenyamanan dan selalu terus mengingatkan kepada masyarakat dengan kebijakannya demi meminimalisir berbagai ancaman kriminalisme di lingkungan masing-masing, tentunya agar tidak ada kasus-kasus kekerasan yang terulang dari waktu kewaktu.
Sebab orang sudah merasa bosan dan sangat prihatin tentunya terhadap fenomena hidup yang gelisah apalagi dalam kondisi pandemi saat ini. Bisa juga karena faktor masyarakat heterogen masa kini yang individualis serta acuh tak acuh terhadap keadaan sosial, hal itu menjadi pemicu timbulnya ketidakpedulian terhadap keadaan lingkungannya.
Maka pantas saja berbagai kasus yang terjadi tidak akan mudah larut begitu saja, namun akan terus terulang kembali sebelum adanya kesadaran berupaya mencegahnya bersama-sama.
Bagaimana mematahkan lingkaran kasus kekerasan yang sering terjadi dan mencoba membangun masyarakat tanpa adanya kekerasan? mungkin sulit dan perlu proses panjang.
Merubah sikap, membangun moral humanis secara global, merekosntruksi cara pandang terhadap sesuatu dengan sikap positif dan lain-lain. Dari mulai hal terkecil yakni dari diri sendiri, salah satunya menjadi pionir perdamaian, Bagaimana setiap permasalahan dapat ditangani dan terurai dengan baik, tentunya dengan penanganan konstruktif, perlu membangun kerjasama yang baik antara pihak satu dan lainnya.
Pemerintah, aparat kepolisian dengan rakyatnya untuk saling percaya, menjaga dan melindungi, berbagi informasi dan menyatu dalam gerakan terarah, terpadu, guna menanggulangi para pelaku tindak kekerasan dan kejahatan, agar segala sifat yang mengganggu kepentingan umum dapat cepat ditangani dengan sebaik-baiknya.***
Penulis: Suhendra (Pembimbing di Asrama ITUS Kuningan/Warga Desa Ragawacana Kramatmulya)