KUNINGAN (MASS) – Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat kepada hambanya, hingga kini kita dapat istiqamah melaksanakan ibadah puasa sampai di penghujung Ramadhan.
Di Bulan Ramadhan yang suci ini, sekolah –sekolah telah selesai melaksanakan “Milenial Smartren Ramadhan Virtual”. Tentu saja kegiatan ini bertujuan memberikan wawasan keislaman bagi para peserta didik, dan diharapkan dapat menambah pengetahuan peserta didik tentang Agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu pun sekolah pada jenjang SMA telah melaksanakan kelulusan kelas XII tahun ajaran 2020/2021 secara virtual. Semoga angkatan kelulusan tahun 2021 dapat memberikan manfaat yang baik bagi perkembangan Negara Indonesia.
Isu Islam dan Terorisme di Indonesia berlangsung sejak Mei 1948, diawali dengan gerakan DI/TII hingga kini Tahun 2021 dengan berbagai macam jaringan terorisme internasional.
Hal ini haruslah menjadi perhatian bagi kita sebagai pendidik, karena telah banyak sekali generasi-generasi muda yang telah terjerumus dalam pemahaman Islam yang salah, mudah memvonis kafir terhadap saudaranya sesama muslim, bahkan dengan penuh keberanian mereka membunuh dengan alasan jihad menginginkan surga.
Pada tahun 2021 kasus beruntun terorisme di Indonesia dilakukan oleh muda-mudi, dan salah satu dari mereka adalah seorang mahasiswi. Itu artinya mereka belum lama lulus dari sekolah menengah atas.
Bagaimana mungkin hal itu terjadi dengan sangat cepat, mengapa mereka mudah tercuci otaknya hingga dapat berbuat jahat terhadap saudaranya sesama muslim.
Apakah terorisme di Indoneisa tidak dapat dihentikan, mungkinkah sudah tidak ada solusi untuk memberantas terorisme?.
Memberantas terorisme bukan hanya tugas kepolisian melalui Densus 88. Bukankah mencegah itu lebih baik dari pada mengobati?. Sekolah adalah tempat yang strategis untuk memberantas terorisme.
Tentu bukan pula hanya guru PAI yang harus bekerja lebih keras menanamkan keilmuan Islam yang baik, demi menciptakaan generasi yang teguh iman dan baik ahlaknya.
Pada dasarnya tujuan semua bidang keilmuan yang ada di sekolah itu bertujuan untuk kebaikan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Maka semua guru harus mendukung peserta didiknya untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dan menghindari paham radikalisme sejak dini.
Sejarah terorisme di Indonesia diawali oleh gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau yang lebih dikenal DI/TII pada tahun 1948, yang dipimpin oleh Kartosoewirjo sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah Indonesia.
Ia dianggap telah dikuasi oleh orang-orang komunis, Pemberontakan DI/TII yang terjadi di Jawa Barat pada saat itu telah memakan banyak korban, baik dari pihak DI atau TNI dan bahkan masarakat sipil.
Hingga saat ini telah banyak literasi sejarah, seni dan sastra yang menceritakan situasi mencekam pada saat itu. Salah satunya melalui rumpaka kawih “kembang tanjung” yang ditulis oleh Mang Koko Koswara dari Indihiang Tasikmalaya.
Tentu saja kita tidak ingin kembali ke situasi pada masa lalu, namun kita harus mengikuti langkah Mang Koko sebagai pengajar, seniman dan budayawan Sunda, Mang Koko telah memberikan banyak pelajaran anti terorisme melalui karya-karyanya.
Kawih kembang tanjung yang jika kita memaknainya lebih dalam, kita akan mendapatkan banyak amanat, salah satunya adalah Pendidikan bela negara.
Sebagaimana diceritakannya seorang ayah yang menjadi pager betis, rela bertaruhkan nyawa demi mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Mang Koko sebagai guru telah memberikan pelajaran anti terorisme sejak dulu.
Menyikapi hal itu, sebagai guru yang berada di garda terdepan dalam mempersiapkan generasi-generasi penerus bangsa, kita dapat mempersiapkan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat ini.
Pendidikan anti terorisme bukan hanya dapat dipelajari melalui pelajaran Agama Islam di sekolah, namun seluruh pelajaran yang ada di sekolah dapat memberikan pendidikan itu tanpa terkecuali, sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter dengan menerapkan nilai-nilai pancasila, yaitu religius,nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.
Jika kita uraikan;
Religius
Peserta didik memiliki karakter yang religius, melaksanakan dengan baik ajaran agama yang dianutnya, menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi sikap toleran terhadap agama dan kepercayaan lain.
Nasionalisme
Memiliki cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya dan ekonomi. Menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadinya. Sikap nasionalisme ditunjukan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa dan rela berkorban.
Kemandirian
Tidak bergantung kepada oranglain, menjadi peserta didik yang mandiri dan tangguh. Mempergunakan segala tenaga, fikiran, waktu untuk merealisasikan harapan dan cita-citanya.
Gotong Royong
Menjunjung tinggi semangat kerja sama, menjalin komunikasi dan persahabatan yang baik. Menunjukan sikap menghargai sesama, mampu berkomitmen pada keputusan bersama. Hingga menjadi peserta didik yang memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi dan kekerasan serta memiliki sikap kerelawanan.
Integritas
Menjadi peserta didik yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. Memiliki sikap tanggung jawab sebagai warga Negara dan menjadi teladan.
Di Bulan Ramadhan yang suci ini, mari kita mempersiapkan mental kita untuk lebih bersungguh-sungguh dalam mendidik, terutama dalam mempersiapkan bahan ajar yang tidak hanya memuat kemampuan kognitif bagi peserta didik. Sangat banyak bahan ajar yang dapat kita jadikan sumber belajar demi tercapainya pendidikan karakter di Indonesia, yang secara tidak langsung menanamkan pendidikan anti terorisme sejak dini. Semoga usaha kita sebagai guru menjadi amal soleh dan mencetak generasi muda Indonesia yang lebih baik.
Penulis : Adé Gumelar (Alumni STKIP Muhammadiyah Kuningan)