KUNINGAN (MASS) – Bupati Kuningan Haji Acep Purnama mengakui jika kemungkinan besar PPKM di Kabupaten Kuningan akan diperpanjang. Hal itu dilakukan akibat kasus positif COVID-19 yang terus meningkat. Beliau menyatakan ini dalam rangka mengikuti pemerintah pusat yang akan memperpanjang PPKM di Jawa – Bali setelah tanggal 25 Januari (detik.com/21/1/2021).
Hingga kini pandemi covid 19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, bahkan diperkirakan gelombang akan terus naik. Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono memperkirakan puncak kasus virus Corona di Indonesia baru mencapai puncak pertengahan 2021. Tingkat penularan Corona diprediksi mulai melandai akhir 2021 hingga awal 2022
Indonesia diprediksi menjadi negara terlama mengalami pandemi. Hal ini karena ketidaktegasan pemerintah sejak awal dalam mengatasinya. Nampak pemerintah melakukan terus gonta ganti program untuk mengatasi penularan covid 19. Kini PPKM menjadi langkah yang diambil setelah sebelumnya melakukan PSBB. Namun lonjakan virus tetap tinggi.
Menurut Bupati Kuningan setelah ada PPKM justru kasusnya meningkat. Berarti ada penyebabnya atau belum berjalan sebagaimana mestinya, jadi akan lebih diketatkan lagi nanti. Pasalnya fakta di lapangan, masyarakat tetap melakukan aktivitas seperti biasanya.
Statement dari pemerintah Kebijakan harus diperketat yang diiringi dengan objek wisata akan ditutup lagi, memperlihatkan ketidaktegasannya. Nampak jelas terjadi tarik ulur. Pemerintah mengalami dilema. Jika ditutup semua pusat kegiatan ekonomi, termasuk objek wisata, masyarakat memenuhi kebutuhannya dari mana. Jika dibuka, lonjakan virus terjadi.
Kebutuhan akan ekonomi memang sesungguhnya yang mendesak masyarakat untuk melakukan mobilitasnya, sehingga PSBB maupun PPKM tidak akan efektif. Karena pemerintah tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka terutama kebutuhan makan. Apalagi pandemi yang sudah berlangsung setahun ini telah menyebabkan jumlah orang miskin di Jawa Barat meningkat. Kabupaten Kuningan menjadi no 1 peningkatannya di Jabar.
Jika demikian adanya, seyogyanya perlu dilakukan evaluasi bersama atas program-program penahanan laju virus ini yang sudah diberlakukan. Mengingat Program ini bukan menjadi solusi tapi justru menambah masalah baru.
Seyogyanya mindset untung rugi yang menguasai pola sistem pemerintahan yang diberlakukan sesegera mungkin diubah menjadi mindset sebagai pelayan masyarakat. Mindset untung rugi yang terlahir dari ideologi kapitalis sekuler senyatanya telah menjadi pengendali pola kepemimpinan pemerintahan pusat hingga daerah sejak lama.
Inilah yang menjadikan bagaimana pemimpin tidak fokus mengatasi wabah. Jiwa kerugian secara ekonomilah yang memenuhi benak mereka. Rakyat hanya dijadikan kelinci percobaan.
Hal diatas sangat berbanding terbaik dengan Islam. Aspek normatis dan historis telah memperlihatkan bahwa hanya Islam yang mampu menyelesaikan masalah pandemi ini yaitu dengan menerapkan lockdown. Seraya pemerintah menjamin seluruh kebutuhan masyarakat selama lockdown.
Aspek normatis, Islam yang seluruh kebijakannya berlandaskan hukum-hukum syari’ah, menetapkan Kebijakan lockdown, sebagaimana dalam hadits Rosulullah SAW berikut ini:
فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ، وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا، فِرَارًا مِنْهُ
Artinya: “Jika kalian mendengar tentang thoún di suatu tempat maka janganlah mendatanginya, dan jika mewabah di suatu tempat sementara kalian berada di situ maka janganlah keluar karena lari dari thoún tersebut.” (HR Bukhari).
Islam menjadikan kebijakan lockdown sebagai keharusan bagi pemimpin. Hadits berikut ini memperkuatnya:
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “ الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ ”
Artinya: “Rasulullah SAW mengatakan, kematian akibat wabah adalah syahid bagi tiap muslim.” (HR Bukhari)
Sedangkan aspek historis, Rosulullah telah melakukan kebijakan lockdown ini di masanya ketika menghadapi serangan wabah. Beberapa wabah yang sempat terjadi misal kusta dan diare.
Demikian juga kebijakan lockdown pernah dilakukan pada masa kepemimpinan Umar bin khotob. Ketika dilanda wabah amawas yang sangat mematikan. Sifat penularannya mirip dengan covid 19, namun lebih mematikan. Dalam masa Sebulan lamanya wabah tersebut menyeruak. Total korban jiwa mencapai 25 ribu orang, termasuk para tokoh sipil dan militer.
Umar secepatnya melakukan tindakan dengan mengerahkan segala upaya dalam mengatasinya. Setelah musyawarah dengan para ahli yang cukup alot dan menyita waktu, dengan tegas Umar mengambil kebijakan lockdown daerah episentrum wabah.
Abdurrahman bin Auf menguatkan Umar yang telah mengambil kebijakan lockdown tersebut. Beliau berkata, “Saya tahu tentang masalah ini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya.”
Disamping kebijakan lockdown, Umar pun mengerahkan berbagai elemen dibawahnya untuk membantu perekonomian daerah wabah. Umar menyuplai berbagai hal yang dibutuhkan, dari bahan makanan pokok, pengobatan, dan lain-lain.
Demikianlah Pandangan Islam dalam mengatasi wabah. Hal ini diterapkan selama masa kepemimpinan Islam. Hal ini bisa terjadi karena Islam telah menetapkan bahwa seorang pemimpin itu adalah penggembala yang akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya sebagaimana dalam hadits Rosulullah SAW.
…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.).
Wallahua’lam bishshowab
Penulis : Fathimah Salma, S.P
(Praktisi pendidikan home schooling Mandiri)