KUNINGAN (MASS) – Genie Wirawan Rafi, warga Perum Graha Alana, mengaku heran dengan apa yang dilakukan oleh salah satu kader Posyandu setempat, dimana keluarganya ditolak untuk dicatat dalam layanan tumbuh kembang balita. Ia menilai peristiwa ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian serius antara standar pelayanan publik dan praktik di lapangan, Genie bahkan sampai berburuk sangka dengan menduga apakah yang dialaminya itu termasuk diskriminasi.
Genie menjelaskan bahwa istrinya bersama anak mereka datang ke Posyandu untuk melakukan penimbangan dan pencatatan rutin, sebagaimana seharusnya diterima oleh seluruh masyarakat. Namun, salah satu kader Posyandu diduga justru menyatakan bahwa anaknya “tidak perlu dicatat”, tanpa memberikan dasar aturan yang jelas maupun penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak terima dengan informasi tersebut, Genie mendatangi Posyandu dan menunjukkan bukti administratif bahwa dirinya tercatat sebagai warga Perum Graha Alana melalui data lingkungan. Meski demikian, kader Posyandu yang bersangkutan tetap mempertahankan penolakan pencatatan tumbuh kembang anaknya.
Penolakan tersebut bahkan disampaikan secara terbuka di hadapan warga lain yang berada di lokasi. Menurut Genie, cara penyampaian tersebut tidak hanya tidak profesional, tetapi juga menimbulkan kesan merendahkan martabat keluarga di ruang publik. Ia menyebut bahwa tindakan seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar pelayanan kesehatan masyarakat.
Genie menilai bahwa sikap kader tersebut menunjukkan lemahnya pemahaman mengenai kewajiban Posyandu sebagai layanan kesehatan publik. Ia menegaskan bahwa Posyandu bukan ruang untuk kepentingan pribadi maupun selektif, melainkan fasilitas pelayanan dasar yang harus diberikan secara setara kepada seluruh warga.
Selain itu, Genie mempersoalkan kapasitas dan etika pelayanan kader Posyandu yang bersangkutan. Menurutnya, tindakan penolakan tanpa dasar yang dapat dibuktikan menunjukkan bahwa diperlukan evaluasi internal yang lebih serius terhadap para petugas yang mengemban tugas pelayanan publik di tingkat lingkungan.
“Posyandu adalah layanan publik dan bukan milik pribadi. Saya mempertanyakan alasan kader Posyandu menolak mencatat anak saya, sementara kewajiban mereka adalah melayani seluruh warga tanpa diskriminasi,” tegas Genie.
Genie mendesak Puskesmas, Dinas Kesehatan, dan perangkat kelurahan untuk melakukan pembinaan ulang terhadap kader Posyandu, serta memastikan bahwa pelayanan yang seharusnya bersifat universal tidak kembali terdistorsi oleh tindakan diskriminatif yang merugikan warga, sehingga kejadian yang di alaminya tidak di alami oleh siapapun di Kabupaten Kuningan. (eki)





















