KUNINGAN (MASS) – Menjadi pemain sepakbola professional, mungkin cita-cita dari banyak anak lelaki. Selain karena olahraga ini termasuk yang banyak digemari segala usia, bertanding melawan pemain-pemain kenamaan juga menjadi mimpi bagi banyak orang.
Hal itulah yang kini mulai ditapaki warga asal Desa Cageur Kecamatan Darma Kuningan yakni Feri Sistianto.
Sekadar informasi ada tiga pemain asal Kuningan yang bermain di klub Liga 1 yakni Dhika Bhyangkara yang merupakan kiper Persib asal Cidahu.
Lalu ada Dicky Indriyana di Borneo FC . Mantan kiper Bali United ini merupakan warga Cengal Japara.
Feri merupakan pemain berusia 24 tahun. Ia menempati posisi center back atau stoper.
Ia membela salah satu klub kenamaan di Liga 1 Indonesia yaitu Persela Lamongan.Di Klub yang bermarkas di Surajaya Lamongan itu ia bermain sejak 2019.
Tak banyak yang tahu, sewaktu SD hingga SMP, Feri adalah pemain Volly. Bahkan, saat SMP dulu, permainan apiknya dalam bermain volly, mengantarkannya pada ajang yang cukup tinggi, O2SN tingkat provinsi.
“Waktu itu, kebetulan ada SSB (Sekolah Sepakbola, red) Sanggarung Jaya di tempat saya, kebetulan yang buka om saya. Tangan saya juga waktu itu lagi sakit, saya juga masih gendut banget, pengen nyoba-nyoba lah tuh ngurusin badan,” ujarnya bercerita pertemuan awalnya dengan permainan sepakbola, Rabu (1/7/2020) sore.
Feri bilang, sejak saat itu mulai menyukai sepakbola secara penuh. Selain itu, kelebihan berat badannya pun menurun dan menuju ideal.
Ia juga sempat bercerita, pada mulanya berlatih menggunakan sepatu sekolah, berbeda dengan pemain lain yang sudah berlatih menggunakan sepatu sepakbolanya sendiri.
“Saya inget banget, dulu pengen beli sepatu dikasih 100 ribu sama orang tua,” ujarnya sembari mengenang masa lalunya.
Feri mulai serius menata mimpinya ketika akan masuk SLTA. Saat itu, karena akan melanjutkan study di Salatiga Jawa Tengah, dirinya pun sempat mengikuti seleksi PPLP Jawa Tengah, namun sayangnya, gagal.
“Terus saya ikut akademi sepakbola disana. Latihan-latihan, ada tuh kesempatan uji coba lawan PPLP. Beres main, pelatihnya (PPLP, red) datengin saya, nyuruh ikut lagi seleksi PPLP buat persiapan Popnas, popwilnas,” tuturnya.
Saat itu, Feri memilih berkonsultasi dengan pelatihnya di akademi. Namun karena tidak diijinkan sang pelatih, dirinya pun memilih terus di akademi tidak mengambil kesempatan PPLP.
Dirinya tekun berlatih dan mendalami hobinya tersebut hingga lulus SLTA. Dan ternyata kalau rejeki tidak akan kemana.
“Lulus SMA kan tahun 2015, kebetulan PSSI dibekukan. Saya pusing tuh mau gimana, gak ada Liga. Orang tua juga nyuruh udah kuliah aja. Yaudah, sempet saya balik ke Kuningan, mau kuliah disini, tapi saya mikir, masih pengen main bola. Jadi saya tunda dulu lah kuliah,” ceritanya lebih lanjut.
Saat itu, dirinya mengaku mulai ikut dari laga ke laga kecil yang masih jalan, tarkam (antar kampung, red).
Barulah pada tahun selanjutnya, di 2016, dirinya bertemu pesepakbola Bayangkara FC (PS TNI), Dhika Bhayakara (Kiper Persib)
Saat itu, dirinya berkesempatan berlatih dan bermai bersama. Setelah bermain, Dhika memberinya info serta mengajak, untuk seleksi di klub sepakbola PS TNI U-21, seleksinya diselenggarakan di Depok.
Dari 350-an pemain yang mengikuti seleksi, pemain yang diterima hanya 23 orang saja. Feri adalah salah satunya. Di tahun tersebut, PS TNI juga bisa menjuarai liga.
Pengalamannya di PS TNI U-21, membawa karirnya ke liga professional. Feri dilirik klub liga 2 PSB Lingga pada 2017 dan memulai karir professional. Dl
Di tahun berikutnya, Feri juga berpindah klub ke Aceh United, sebelum akhirnya pada 2019 lalu, masuk pada putaran kedua Liga 1, di Persela Lamongan.
Di Persela Lamongan, lelaki asal Cageur tersebut konsisten diposisi Stoper. Feri mengaku pengalaman melawan bintang-bintang kenamaan Indonesia adalah pengalaman yang memiliki kesan tersendiri.
“Saya main 7 kali itu di putaran kedua itu. sempet lawan Arema, Bali, Persija, PSS Sleman, Barito, Kalteng juga. Pas lawan Persib saya gak main, waktu itu saya cadangan,” tuturnya saat ditanyai pernah melawan klub mana saja di liga teratas sepakbola nasional.
Sebagai center banck dirinya mengaku punya kesulitan dan rasa tersendiri melawan striker-striker di tingkat nasional.
Riko Simanjuntak, disebutnya sebagai pemain paling merepotkan, karena meski badannya kecil, kelincahannya seperti ‘belut’, sangat merepotkan.
Sayangnya, di tengah kondisi pandemic saat ini, liga terpaksa libur. Dirinya mengaku sudah 3 bulan tidak lagi bermain sepakbola di laga professional.
Untuk menghibur diri dari kebosanan, serta menjaga kebugaran dan ketangkasan bermain bola, biasanya Feri latihan sendiri atau ikut berlatih di Inter Perdana Pangkalan atau di Gemilang Raya.
Semuanya hanya latihan biasa. Masih sebagai professional, karena liga berhenti di tengah pandemic ini, gajinya pun harus diterimanya hanya sekitar 25% saja dari biasanya.
“Mudah-mudahan pandemic ini segera berlalu. Kalo sesuai rencana sih, harusnya Oktober nanti sudah mulai lagi (liga 1, red) . Mudah-mudahan lah cepet jalan lagi, ” harapnya di akhir wawancara. (eki)