KUNINGAN (MASS) – Nasib malang dialami satu keluarga di Desa Cidahu Kecamatan Pasawahan. Seorang ibu plus 2 putrinya, diduga digagahi secara bergantian oleh seseorang yang dipercaya sebagai dukun.
Peristiwa ini tentu membuat geram keluarga besar korban. Selain mengadukan ke pihak kepolisian 7 Oktober lalu, mereka juga menggunakan jasa advokat guna menyeret terlapor ke meja hijau.
Dari keterangan kuasa hukum korban, kejadian bermula saat seorang ibu berinisial E mengidap penyakit semacam kesurupan. Oleh suami dan anak-anaknya, ia dibawa ke orang pintar berinisial TS, masih warga Cidahu, yang dikabarkan mampu mengobatinya.
Namun saat bermalam di kediaman sang dukun, salah satu putri korban berinisial SA diajak ke kamar oleh TS untuk doa bersama dan ritual pada saat ibu, ayah dan adiknya terlelap tidur. Di dalam kamar, justru bukan berdoa, melainkan TS menyetubuhi SA dengan intimidasi.
“Faktanya korban pelecehan/pencabulan tidak hanya pada diri SA melainkan juga pada diri adik kandung SA yang berinisial EK dan ibu kandung SA yang berinisial E,” ungkap Koordinator Tim Kuasa Hukum SA, Patar Waldemar Sitepu SH, Kamis (25/11/2021).
TS sendiri, melakukan pembelaan dengan menampik pelaporan SA. Bahkan kuasa hukum TS menyampaikan di salah satu media massa, justru TS lah yang diajak oleh SA untuk bersetubuh di kamar.
Sontak keluarga korban tambah geram. Sebagai kuasa hukum, Patar yang didampingi Ketua PBH Peradi Sumber, Oji Tantowi SH menegaskan, tidak mungkin SA mengajak duluan pada saat ibunya sedang sakit (kesurupan).
Justru menurutnya, bukan hanya SA yang dicabuli, melainkan EK yang merupakan adik kandung SA pun mendapat perlakuan serupa. Mereka mendapat tekanan/ancaman dari TS yang membuat SA dan EK tidak punya pilihan lain.
“Proses hukum perkara ini, kami serahkan sepenuhnya kepada Polres Kuningan dan kami siap mengawal prosesnya baik dari tingkat pemeriksaan sampai persidangan,” tegasnya.
Lantaran di Desa Cidahu tengah dilangsungkan tahapan pilkades, Patar menegaskan, hal itu tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik.
“Permasalahan tersebut murni penegakan hukum dalam rangka mencari keadilan hukum untuk diri SA dan tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik dalam pelaksanaan pemilihan kuwu,” pungkas Patar dan Oji. (deden)