KUNINGAN (MASS) – Bukan hanya persoalan gagal bayar, duet Bupati H Acep Purnama dan Wabup HM Ridho Suganda punya satu PR lagi. Seiring dengan banyaknya jabatan yang kosong dan diisi plt, mutasi yang diwacanakan sejak dulu tak pernah terlaksana hingga sekarang.
Tak heran jika muncul penilaian lamban dari seorang pengamat terhadap “sepak terjang” kedua kader PDIP tersebut. Seperti penilaian Ketua F-Tekkad, Soejarwo, baru-baru ini.
“Seharusnya mutasi atau rotasi ini dilakukan sejak dulu. Lihat saja betapa banyaknya posisi yang kosong, terutama eselon 3 dan 4. Belum lagi beberapa posisi eselon 2. Mestinya segera diisi,” kata pria yang kerap disapa mang Ewo itu.
Jika penataan birokrat tidak terlaksana hingga akhir masa kepemimpinan duet Acep-Edo dan membiarkan terjadinya kekosongan pada puluhan jabatan dari eselon 2, 3 dan 4, kata dia, tentunya akan mengganggu ethos kerja birokrasi di lingkup Pemkab Kuningan. Terlebih saat Pemkab Kuningan dinahkodai pimpinan yang berstatus Pj (Penjabat), yang kewenangan tidak sepenuh kewenangan Bupati Definitif.
Jarwo menyarankan bupati untuk tidak tertekan oleh pihak manapun ketika hendak melakukan promosi, rotasi dan mutasi jabatan di akhir masa kepemimpinannya. Karena saat ini, berseliweran pernyataaan dari beberapa pihak yang menjadi objek promosi, rotasi dan mutasi bahwasannya dia mendapat dukungan dari instansi di tingkat nasional.
“Saya yakin bupati sudah lebih memahami karakter dan kemampuan stafnya sehingga beliau sudah bisa memetakan siapa layak menempati jabatan apa, sehingga akan membuahkan hasil kerja yang optimal di akhir masa duet kepemimpinan mereka berdua,” tandasnya.
Artinya, Acep selaku pimpinan tertinggi lembaga Eksekutif Kabupaten Kuningan memiliki kewenangan penuh untuk melakukan penataan stafnya, tanpa bayang-bayang intervensi dari siapapun.
Karena jika “kabinet” yang dibentuk di akhir masa kepemimpinan duet Acep-Edo yang berakhir pada 4 Desember 2023 mengalami “kegagalan” yang akan dimintai pertanggungjawaban yakni yang mengeluarkan kebijakan (bupati), bukan pihak manapun yang melakukan intervensi.
“Yang patut menjadi perhatian H Acep saat hendak melakukan perombakan “kabinet” di akhir masa jabatannya, kendati beliau merupakan pejabat polituk, hendaknya saat melakukan kebijakan promosi, rotasi dan mutasi jabatan stafnya bisa “meniadakan” unsur-unsur politis, dan tetap bersandar pada kapasitas dan prestasi yang melekat pada stafnya,” pungkas Jarwo. (deden)