KUNINGAN (MASS) – Di tengah kondisi anggaran daerah yang masih defisit dan masyarakat yang berjibaku menghadapi berbagai persoalan ekonomi, langkah mengejutkan diambil DPRD Kabupaten Kuningan. Setelah sebelumnya tampil gagah menolak pengadaan mobil dinas pada Februari 2025, kini para pimpinan legislatif justru siap menerima fasilitas tersebut, hanya dua bulan berselang.
Keputusan mendadak tersebut dinilai sebagai bentuk inkonsistensi sekaligus pengkhianatan terhadap komitmen awal, bahkan disebut-sebut mempermainkan nurani publik. Sebelumnya, pada Senin (10/4/2025) lalu, Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, sempat menyatakan penolakan terhadap pengadaan kendaraan dinas. Ia menegaskan, keputusan itu diambil atas dasar efisiensi, mengingat kondisi keuangan daerah yang sedang tidak sehat akibat gagal bayar dan defisit anggaran. Sikap saat itu sejalan dengan Bupati dan Wakil Bupati terpilih yang juga menolak fasilitas serupa.
Namun pada Kamis (10/4/2025), DPRD Kuningan berbalik arah. Pimpinan dewan menerima pengadaan mobil dinas dengan total nilai mencapai Rp 3 miliar, beralasan bahwa perhitungan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menunjukkan pengadaan kendaraan lebih hemat dibandingkan pemberian tunjangan transportasi selama lima tahun ke depan.
Pernyataan tersebut justru memicu gelombang kritik dari masyarakat sipil. Salah satunya datang dari Ustadz Luqman Maulana, seorang aktivis sekaligus Pengurus Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) Kabupaten Kuningan, yang menyebut langkah tersebut sebagai pengkhianatan politik.
“Ini bukan soal mobil atau tunjangan, ini soal moral dan konsistensi. Baru dua bulan lalu menolak, sekarang menerima dengan alasan penghematan? Kalau benar-benar ingin hemat, kurangi saja tunjangannya. Jangan akali publik dengan kalkulasi sepihak,” ujar Luqman, Minggu (13/4/2025).
Ia juga menyoroti sikap Dwi Basyuni, Wakil Ketua DPRD sekaligus Ketua DPD PKS Kuningan, yang dinilai memberikan pernyataan paling berbelit dalam menyikapi keputusan tersebut.
“Pernyataan Pak Dwi itu sangat kontradiktif. Di satu sisi bicara soal efisiensi, tapi di sisi lain menyetujui pembelian mobil dinas. Kalau konsisten ingin berhemat, anggaran bisa dialihkan ke pos-pos yang lebih urgen. Ini bukan logika anggaran, ini logika kenyamanan,” tambahnya.
Luqman menegaskan, tindakan DPRD Kuningan menambah daftar panjang pejabat publik yang gagal menunjukkan integritas dan kedekatan nyata dengan rakyat.
“Mereka pikir rakyat bodoh. Rakyat lupa. Kami mencatat. Rekam jejak seperti ini akan jadi pengingat lima tahun lagi saat mereka kembali datang membawa janji,” tegasnya.
Ia juga menekankan, keputusan itu tidak menunjukkan kepekaan terhadap situasi sosial dan ekonomi warga Kuningan. Anggaran sebesar Rp 3 miliar, katanya, seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan publik seperti revitalisasi layanan kesehatan, beasiswa siswa miskin, atau penyediaan air bersih di desa-desa.
“Sayangnya, anggaran ini malah dinikmati oleh segelintir elit. Ini bukti betapa jauhnya wakil rakyat dari realitas rakyat yang diwakilinya,” sindirnya.
Sebagai penutup, Luqman menyerukan agar DPRD membatalkan pengadaan mobil dinas tersebut dan mengembalikan kepercayaan publik dengan komitmen nyata terhadap efisiensi serta keadilan anggaran. Ia juga mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi dan mencatat setiap langkah para pejabat.
“Ini momentum bagi masyarakat Kuningan untuk sadar. Kita butuh wakil rakyat yang bukan hanya pintar bicara, tapi juga berani pegang janji. Sudah cukup rakyat dibodohi. Saatnya rakyat menghukum lewat suara,” pungkasnya. (argi)
