KUNINGAN (MASS) – Tahun 2024 ini dianggap menjadi tahun yang sangat memanas dalam eskalasi politik baik itu tingkat Nasional, Provinsi, bahkan hingga Kabupaten/Kota terutama pasca DPR RI membahas RUU Pilkada yang menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Seruan perlawanan menggema dimana-mana, terutama melalui media sosial. Salah satunya, semangat perlawanan juga diserukan oleh inisiator Swara Pemoeda M Hanif. Menurutnya, di tahun 2024 ini berbeda dengan tahun politik sebelumnya. Ada beberapa kelompok elit ingin seutuhnya memiliki Indonesia. Mereka melakukan apapun demi kepentingan kelompoknya.
“Ditengah maraknya para pemuda memilih jalan pramatisme, kami meyakini banyak juga yang masih ingin menjaga kesehatan NKRI. Ini bukan tentang tertinggal sendiri sehingga tidak bisa mencalonkan, bukan tentang PDIP ataupun Anies. Ini tentang hukum yang mulai diobok-obok demi kepentingan haus kekuasaan,” tegas Hanif, yang juga salah satu yang menginisiasi gerakan Kuningan Memanggil.
Lelaki yang menjabat sebagai wakil Ketua KNPi Kuningan itu mengulas, bagaimana Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melakukan putusan penting yaitu mengubah syarat usia calon kepala daerah (cakada), menyusul munculnya putusan Mahkamah Agung (MA) atas gugatan Partai Garuda terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 9/2020.
Putusan tersebut dibacakan MK dalam agenda Sidang Pembacaan Putusan perkara 70/PUU-XXII/2024, di Ruang Sidang Utama Lantai 2 Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Gugatan yang diajukan Antony Lee dan Fahrur Rozi itu mempersoalkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Hanif mengutip bagaimana Ketua MK Suhartoyo yang menjelaskan bahwa pihaknya menolak memasukkan ketentuan rinci mengenai batas waktu penghitungan usia minimum cakada, karena di dalam UU Pilkada sudah cukup jelas. Titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan, yang bermuara pada penetapan calon kepala dan calon wakil kepala daerah.
Dengan adanya putusan MK ini, kata Hanif, maka Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang menyatakan hitung-hitungan batas waktu keterpenuhan syarat minimum usia cakada harus pada saat pelantikan, dipastikan batal demi hukum.
“Maka dari itu mengajak semua elemen masyarakat untuk melek dan bersatu untuk melawan tirani. Buktikan kita masih ada dan berlipat ganda,” ajak Hanif. (eki)