JALAKSANA (MASS) – Pagi yang cerah di kediaman KH. Imam Nur Suharno, M.Pd.I, Desa Maniskidul, menjadi saksi kebersamaan penuh makna dalam agenda pengajian yang dihadiri warga sekitar, para tokoh masyarakat, hingga anak-anak yatim. Kegiatan ini bukan sekadar pengajian biasa, melainkan momentum spiritual yang menyatukan syiar agama, kepedulian sosial, dan refleksi kebangsaan.
Acara dimulai dengan lantunan hadrah yang menggema merdu dari H. Nono Sudana., menciptakan suasana syahdu dan khidmat. KH. Imam Nur Suharno, selaku tuan rumah, membuka kegiatan dengan sambutan hangat yang menyentuh hati.
“Kami ingin memperingati dua momen penting sekaligus, pergantian tahun baru Islam 1446 H menjadi 1447 H dan juga Hari Anak Nasional. Anak-anak hebat ini kami undang karena mereka istimewa, semoga kelak menjadi generasi penerus yang memakmurkan desa dan negeri,” ujar KH. Imam Nur Suharno dalam sambutannya.
Ia juga menyampaikan dukungannya terhadap program-program Dewan Masjid Indonesia (DMI), terutama gerakan sholat subuh berjamaah bersama anak-anak di masjid, bukan hanya setiap tanggal 27, tapi menjadi budaya harian.
Imam yang merupakan Kepala Divisi Humas dan Dakwah Yayasan Husnul Khotimah Kuningan, juga menyampaikan harapan besar dari komunitas Majelis Taklim Rumah Ilmu, yang membawa misi utama yaitu tarbiyah (pembinaan), tazkiyah (penyucian hati), dan dakwah (seruan kebaikan).
“Tarbiyah adalah proses membentuk pribadi Muslim yang shalih dan muslih; bukan hanya baik untuk dirinya, tapi juga membawa manfaat bagi orang lain. Tazkiyah menuntun kita untuk membersihkan hati dari penyakit seperti iri dan dengki. Dan dakwah adalah ajakan kepada kebaikan di manapun kita berada,” tegas Kiai Imam yang merupakan Pembina Korps Mubaligh Husnul Khotimah.
Tak hanya itu, dalam konteks kebangsaan, dirinya pun mengingatkan pentingnya memperkuat pondasi berbangsa melalui empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sesi berikutnya diisi oleh taujih dari Umi Hj. Siti Mahmudah.,M.Pd yang mengupas “Rahmat Allah Itu Luas”. Dalam pesan spiritual yang mendalam, ia mengajak jamaah untuk senantiasa mengharap rahmat Allah, tak peduli seburuk apapun masa lalu seseorang.
“Orang pendosa yang terus mengharap kasih sayang Allah bisa lebih dekat kepada-Nya dibanding ahli ibadah yang putus asa. Rahmat Allah itu melebihi buih di lautan. Maka jangan pernah berhenti berharap ampunan dan kasih sayang-Nya,” jelas Mahmudah dengan penuh haru.
Mengutip kisah dari Kitab Al-‘Uṣfūriyyah, Umi Mahmudah membagikan cerita tentang Imam Hasan Al-Basri yang mendoakan seseorang hingga orang itu pingsan karena merasakan kuatnya getaran doa yang tulus. Sebuah kisah klasik yang menginspirasi akan kekuatan doa dan pengharapan kepada Allah.
Wasiat Rasulullah: Cinta dan Kasih untuk Semua Umat
Di akhir tausiyahnya, Umi Mahmudah menegaskan pentingnya meneladani wasiat Rasulullah ﷺ:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا
(“Bukanlah termasuk dari golonganku orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua”)
Pesan ini menegaskan bahwa Islam adalah agama cinta dan kasih sayang, dan umat Rasulullah ﷺ harus mencerminkan nilai itu dalam kehidupan sosial.
Ia memanjatkan harapan dan doa untuk generasi masa depan. Menurut anggota DPRD ini, santunan kepada anak-anak yatim menjadi simbol kasih sayang dan harapan. Mahmudah pun memanjatkan doa agar anak-anak tersebut tumbuh menjadi pribadi shalih dan shalihah, berbakti kepada orang tua, agama, bangsa, dan negara. (didin)
