KUNINGAN (MASS) – Sebuah peninggalan yang bernilai sejarah ratusan tahun ini dimiliki oleh Desa Cikadu Kecamatan Nusaherang. Peninggalan itu adalah carangka sebuah wadah rumput atau kayu kering (suluh) yang terbuat dari anyaman bambu.
Namun, carangka di sini didalamnya terdapat berbagai arsip yang ditulis di atas daun lontar dengan aksara Jawa Sunda dengan dibungkus oleh bambu, Sehingga sangat penting dan banyak sejarah di dalamnya.
Disebutkan, carangka ini merupakan sebuah peninggalan turun temurun sejak kuwu pertama di Cikadu yakni Kuwu Bintang (masa sebutan bupati dengan nama Demang). Bihi Cikadu Hadi mengatakan, prasasti itu bisa juga disebut sebagai barang pusakanya Cikadu dan terus diturunkan dari bihi sebelumnya dan ke bihi penerusnya atau pengganti bihi.
Diceritakan dahulu kala, Kuwu Bintang memiliki sebuah kuda dan kuda tersebut diurusi oleh salah seorang warga . Pada suatu waktu digelarlah saptonan/balap kuda dan dimenangkan oleh kuda kuwu tersebut. Usai itu, orang yang mengurusi kuda tersebut diangkat menjadi bihi atau asisten di zaman sekarang.
“Dan sampai sekarang ini, tradisi tersebut terus dijaga. Barang siapa yang menjadi bihi desa, maka dirinya bertanggung jawab untuk menjaga dan mengurusi prasasti ini. Sebab, hal ini merupakan amanah turun temurun dan tidak boleh diberikan kepada siapa saja,” ujarnya, kepada kuninganmass.com.
Selain itu, pihaknya mengaku, pada tahun 2009 yang lalu, sempat dilakukan penelitian oleh dosen Unpad dan Uniku. Namun, tak sampai tuntas. Kendati demikian, saat berlangsungnya penelitian dirinya ikut mendampingi serta dikatakan makna dalam arsip tersebut menandakan kondisi Indonesia sedang dalam keadaan genting.
“Karena dibutuhkan ketelitian dalam penyusunan dan sebagainya selain itu, banyak yang hancur juga karena sudah tua. Jadi hanya beberapa saja yang dapat diterjemahkan salah satunya yang masih saya ingat yakni, bahwa kekayaan Indonesia 70% sudah ada di Belanda,” tambahnya.
Namun, sayangnya, saat kuninganmass.com ingin melihat langsung tulisan tersebut maupun akan mendekomentasikan . Pihak desa menuturkan tidak memiliki foto tersebut.
Sementara itu, andaikan ingin melihat dan membuka carangka, harus diangkat sekurangnya 4 orang, karena dimasukan ke sebuah etalase berbentuk lemari agar terjaga dan tidak cepat ruksak.
Terpisah, Kepala Desa Cikadu Aan Seniaga mengatakan, prasasti ini merupakan cikal bakal awal mulanya ada Desa Cikadu ini. Pemdes tentu perlu dilestarikan secara terus menerus.
“Mudah-mudahan kedepannya bisa dibuat sebuah wisata karena banyak memiliki tempat dan prasasti yang memliki nilai sejarah diantaranya makam Abah Mukoyim, Gunung Saeti, Pereng dan Carangka,” ujarnya saat ditemui dikediamannya, Sabtu (6/10/2018).(argi)